Sabtu, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 7 Januari 2017 06:15 wib
32.485 views
Komnas HAM Minta Dibentuk Tim Independen untuk Telusuri Sejarah Identitas Jokowi
JAKARTA (voa-islam)--Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai menilai proses hukum penulis buku Jokowi Undercover, Bambang Tri Mulyono, perlu mendapat apresiasi karena bertujuan baik untuk melindungi kepala negara.
Namun, kata Pigai, pelarangan terhadap penilaian masyarakat atas karya cipta perlu menjadi perhatian luas karena terkesan ada kecenderungan penyalahgunaan kewenangan (abuse of power) melalui pengekangan kebebasan pendapat, pikiran dan perasaan serta pengekangan kebebasan ekspresi rakyat Indonesia yang telah diperjuangkan dengan nyawa dan darah sejak 18 tahun silam.
"Negara sebaiknya tidak memasuki ruang hak asasi individu yang telah melekat secara alamiah, namun harus melakukan suatu upaya progresif dan profesional untuk menyatakan bahwa buku tersebut adalah salah," jelas Pigai dalam keterangan persnya, Jakarta, Kamis (5/1/2017)
Sebaliknya, lanjut Pigai, negara seharus membantu menjernihkan pertanyaan publik, mengapa identitas Jokowi masih dipersoalkan oleh banyak rakyat Indonesia secara terus menerus. Sejak masih di masa pencalonan bahkan disaat masih berada di singgasana kekuasaan?
"Dimana beliau lahir dan dibesarkan apakah di Sragen atau di Sriroto Boyolali? Siapa Orang tua sesungguhnya? Lantas apakah memang ada hubungan dengan PKI di tahun 1950-an dan 1960-an?" Ucapnya.
"Kita tetap antisipasi sedini mungkin karena Kesangsian atas identitas akan menjadi tutur (diskursus) sejarah dan berita kelam pada masa yang akan datang," sambungnya.
Pigai berpendapat, negara sejatinya membantu Jokowi dengan membentuk Tim independen yang terdiri dari berbagai ahli termasuk pihak universitas, ahli sejarah, pihak kesehatan, kepolisian, kejaksaan, komunitas intelijen (BIN, BAIS) untuk melakukan klarifikasi secara resmi untuk mengembalikan citra Joko Widodo dan keluarganya secara resmi.
"Tim ini bertugas menelusuri fakta sejarah, mengumpulkan dokumen termasuk data rahasia negara sebagai data sekunder, pengambilan data primer, melakukan penyelidikan ilmiah (scientivic investigation) melalui Tes DNA, dan hasilnya bisa dibukukan serta diumumkan ke publik secara resmi," ungkap Komisioner asal Papua itu.
Lebih dari itu, sambung Pigai, di saat proses berlangsungnya investigasi, Presiden Jokowi harus ditempatkan sebagai warga negara Indonesia yang diduga difitnah. Di negara-negara maju, ujarnya, proses penyelidikan semacam ini terhadap seorang Presiden atau pemimpin negara adalah hal yang lazim dan bukan luar biasa.
Pemerintah, beber Pigai, sebaiknya menghindari tindakan defensif dengan menyatakan isi buku Jokowi Undercover tidak benar, fitnah, bohong dan sebagainya. Karena rakyat masih Ingat kata seorang tokoh nasional "sepersen saja saya makan uang, siap digantung di Monas", tindakan atau perkataan yang bertolak belakang dengan fakta ini disebut teori Acontrario, atau pepatah Jawa Kuno " becik ketitik ala ketara".
"Oleh karena itu, Pemerintah sebaiknya membantu keluarga Presiden Jokowi agar menjaga nama baik, wibawa serta harkat dan martabatnya tetap lestari dimasa yang akan datang," pungkasnya. * [Bilal/Syaf/voa-islam]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!