Selasa, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 15 September 2015 09:00 wib
5.789 views
Ada yang Mau Coba-Coba Bikin Kegaduhan Baru Lewat Minuman Keras
JAKARTA (voa-islam.com) - Desas-desus yang mengatakan diberhentikannya Rachmat Gobel sebagai Menteri Perdagangan antara lain karena memperketat peredaran dan penjualan minuman keras (miras) boleh jadi ada benarnya.
Karena, begitu Rachmat Gobel diberhentikan dan diganti oleh Thomas Trikasih Lembong tiba-tiba saja Kementerian Perdagangan merencanakan merelaksasi Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (Dirjen Dagri) Nomor 04/PDN/PER/4/2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A.
Kontan, rencana itu mendapat banyak tentangan dari berbagai pihak. Karena, bila rencana itu diwujudkan, itu artinya akan akan memberikan keleluasaan kepada kepala daerah untuk menentukan lokasi mana saja yang diperbolehkan menjual miras jenis bir di daerahnya masing-masing, sehingga dikhawatirkan akan membuat penjualan miras kembali marak.
Terkait hal itu, Wakil Ketua Komite III DPD yang juga Ketua Umum Gerakan Nasional Antimiras (Genam) Fahira Idris mengatakan, dirinya berniat menemui Thomas Trikasih Lembong untuk menanyakan secara langsung soal rencana tersebut.
“Rencananya pekan depan kami akan temui Pak Mendag, menanyakan soal relaksasi aturan ini. Prinsipnya, kami mau memastikan, apa pun kebijakan Mendag terkait penjualan miras jangan sampai menimbulkan keresahan di masyarakat,” ujar Fahira di Jakarta, Senin (14/9).
relaksasi aturan penjualan miras harus mendukung Permendag 06/2015, yakni minimarket dan toko pengecer diharamkan menjual miras jenis apa pun di seluruh Indonesia
Menurut dia, relaksasi aturan penjualan miras harus mendukung Permendag 06/2015, yakni minimarket dan toko pengecer diharamkan menjual miras jenis apa pun di seluruh Indonesia.
Permendag Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol, lanjut Fahira, sebenarnya sudah cukup longgar. Karena, masih memperbolehkan supermarket/minimarket, termasuk kafe-kafe dan hotel, menjual miras dengan syarat punya Surat Keterangan Penjual Minuman Golongan A (SKP-A)/Surat Keterangan Penjual Langsung Minuman Golongan A (SKPL-A) dan mematuhi berbagai ketentuan dalam Permendag.
Tambahan pula, ada aturan Dirjen Dagri Nomor 04/2015 tentang Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A, yang membolehkan penjualan bir di kawasan wisata.
“Mau diperlonggar seperti apa lagi? Yang harus diingat itu, ada 10 tempat yang diharamkan menjual miras sesuai Permendag, yaitu berdekatan dengan perumahan, tempat ibadah, sekolah, rumah sakit, terminal, stasiun, gelanggang remaja/olah raga, kaki lima, kios-kios, penginapan remaja/bumi perkemahan. Makanya, kami mau kawal dan pastikan jangan sampai rencana relaksasi ini membuka celah penjualan miras di 10 lokasi ini,” tutur Fahira.
Kalaupun nanti aturan relaksasi itu memang memberi kewenangan kepada kepala daerah untuk menentukan lokasi mana saja yang diperbolehkan menjual bir dan sejenisnya, tambah Fahira, Kemendag harus memastikan tidak ada lokasi penjualan miras di 10 tempat yang dilarang; penjual melakukan pemeriksaan terhadap kartu identitas terhadap setiap pembeli untuk memenuhi persyaratan batas usia pembeli di atas 21 tahun; tidak melayani pembelian produk miras kepada orang yang terlihat telah mengonsumsi miras secara berlebihan atau terlihat sudah mabuk; tidak melakukan promosi penjualan miras yang dapat mendorong konsumsi miras secara berlebihan, dan; tidak merangkap selaku pengecer dan penjual langsung pada saat yang bersamaan.
Saya juga mau ingatkan komitmen Pak Jokowi saat menutup Kongres Umat Islam Indonesia, Februari 2015 lalu, yang menyatakan bahwa tidak masalah negara kehilangan trilunan rupiah karena pelarangan penjualan miras di minimarket dan toko pengecer yang ada di sekitar permukiman
Bukan hanya itu. Bagi daerah yang sudah punya perda miras atau perda anti-miras, yang memang sudah melarang penjualan miras, aturan pelonggaran penjualan miras ini tidak berlaku. Relaksasi aturan penjualan miras ini juga, tambah Fahira, tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, yaitu Permendag.
“Kalau bertentangan, kemungkinan kami akan gugat. Saya juga mau ingatkan komitmen Pak Jokowi saat menutup Kongres Umat Islam Indonesia, Februari 2015 lalu, yang menyatakan bahwa tidak masalah negara kehilangan trilunan rupiah karena pelarangan penjualan miras di minimarket dan toko pengecer yang ada di sekitar permukiman. Karena, jika dibiarkan, kerugian yang akan ditanggung negara ini lebih besar. Makanya aneh, kalau rencana relaksasi ini merupakan salah satu yang masuk dalam paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah pada 9 September lalu,” ungkap Fahira. [tom/pur/pribuminews]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!