Rabu, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 29 April 2015 18:04 wib
17.664 views
MUI Menolak, Gereja Dukung Ahok Bangun Lokalisasi Pelacuran
JAKARTA (voa-islam.com) - "Al Haq dan bathil tak akan bersatu, dan mereka selalu menghalalkan apa yang telah Allah haramkan, dan mengharamkan apa yang telah Allah jadikan halal adalah benar adanya." ucap seorang mubaligh dalam mimbar jumat pekan silam.
Kenyataan itu kini terjadi, ketika poligami dihujat dan maksiat serta pelacur disertifikat bahkan difasiltasi itu menjadi sikap dewan gereja. Bahkan isu lokalisasi prostitusi yang digagas Gubernur DKI Jakarta Ahok mendapat respons positif dari Persatuan Gereja Indonesia (PGI).
Sekretaris Eksekutif Bidang Diakonia Persatuan Gereja Indonesia Jeirry Sumampouw mengatakan jika bisa memilih, idealnya PGI berharap prostitusi dan lokalisasi bisa diberantas.
"Tapi ternyata kan tidak bisa dihilangkan, pengalaman setelah lokalisasi Kramat Tunggak itu ditutup, menurut saya (prostitusi) malah makin mengkhawatirkan dan liar," kata Jeirry kepada detikcom, Selasa (24/12).
Ketika poligami dihujat dan pelacur disertifikat menjadi sikap dewan gereja ini. Bahkan isu lokalisasi prostitusi yang digagas Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mendapat respons positif dari Persatuan Gereja Indonesia (PGI).
"Kalau memang kita tidak bisa menghilangkan praktik prostitusi ini, saya setuju dengan Ahok, kita lokalisasi," lanjutnya. "Ketimbang kita mau sok moralis, tapi sesungguhnya juga tidak bisa menghentikannya." Jeirry berpendapat prostitusi tetap bisa berkembang, dan malah semakin menjadi-jadi karena banyak faktor.
Mulai dari bisnis, manusia yang sulit menahan syahwat, serta sejumlah kemiskinan mendorong orang terjun ke pelacuran. Itu sebabnya, kata dia, pendekatan dengan penekanan moral, ternyata tidak bisa menghentikan praktik prostitusi, sejak sejarah manusia ada di bumi.
Dia mencontohkan, prostitusi jalanan yang mulai menjamur setelah Kramat Tunggak ditutup. Meski selalu dirazia petugas, pelacuran tetap ada di jalan-jalan.
Daripada membiarkan prostitusi tumbuh liar dan terselubung, Jeirry menilai legalisasi akan lebih bermanfaat.
Pasalnya, semakin liar, maka akan makin sulit mengontrol penyakit seperti HIV/AIDS. Apalagi, prostitusi saat ini juga sudah sangat memprihatinkan karena masuk dalam rumah-rumah kos. Artinya, lanjut Jeirry, pelacuran masuk ke kehidupan sehari-hari masyarakat dan tersebar di seluruh pelosok kota sehingga tidak bisa dideteksi.
"Kami lebih sepakat dengan cara pikir Ahok, bukan karena dia kristen. Saya kira banyak juga orang muslim yang punya pandangan seperti dia, melihat kemanfaatan kebijakan itu," tutur Jeirry.
MUI Tolak Solusi Ahok Yang Legalkan Tempat Pelacuran di Jakarta
Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jendral Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amirsyah Tambunan menegaskan bahwa sikap MUI menolak dengan tegas jika Pemda DKI jadi membangun lokalisasi prostitusi.
Sebab, lokalisasi tidak akan mengilangkan permasalahan yang ada. Itu hanya solusi yang bersifat sementara, mungkin, menurut saya itu bukan solusi. Malah menambah masalah baru."
Ide Gubernur Ahok untuk membangun lokalisasi atau tempat pelacur dianggap telah mencederai masyarakat DKI Jakarta yang berpikir sehat. Pasalnya, selain dianggap pemikiran yang tidak sehat, Ahok, sapaannya dianggap telah gagal belajar dari para Gubernur pendahulunya, sebut saja Sutiyoso yang pada eranya memberangus tempat maksiat.
Maka hal demikian langsung ditentang tegas oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Samsul Maarif, yang juga penasehat MUI DKI Jakarta mengatakan apa yang dipikirkan Ahok bukanlah sebuah solusi yang tepat.
Justeru, ia menyebut apa yang ingin dilakukan Ahok adalah unsur pelegalan tempat maksiat atau pelacuran. Lokalisasi sama dengan legalisasi," katanya sebagaimana yang dikutip dari ROL, Sabtu (25/4).
Dan hal itulah yang kemudian membuat MUI tegas menolak ide tersebut. Ia juga mengatakan, jika Ahok beralasan untuk memperkecil tindakan prostitusi di tempat-tempat kost sebagaimana yang telah terjadi baru-baru ini, sungguh tidak mendidik dari para pendahulunya yang saat itu sekuat tenaga menutup tempat pelacuran, misalnya di daerah Koja, Jakarta Utara.
Kemudian ia mengatakan, jika Ahok menganalogikan solusinya, yang menyatakan bahwa prostitusi adalah kotoran manusia, tentunya tidak relevan. Sebab ‘kotoran’ manusia itu adalah fitrah, sedangkan prostitusi atau pelacuran yang digadang-gadangkan Ahok itu adalah perlawanan terhadap fitrah.
"Ahok menganalogikan prostitusi dengan kotoran manusia. Itu adalah adalah analogi yang kurang relevan," ucap dia. Samsul menyebut hal ini sebagai ini qiyas ma'al Fariq.
Yang menurutnya, dua hal diatas tidak bisa disamakan. Kotoran manusia adalah fitrah sedangkan prostitusi berlawanan dengan fitrah. Maka dari itu ia mengingatkan kepada Ahok untuk tidak mengambil kebijakan tersebut.
Jika Ahok tidak menanggapinya dengan akal sehat dan baik, maka jangan salahkan jika DKI Jakarta nantinya akan bertambah beban kejahatannya.
Sebelumnya Pemprov DKI mencoba melindungi keberlangsungan industri minuman keras, nantinya Ahok juga dinilai melegalkan prostitusi melalui adanya lokalisasi. [adivammar/Robigusta Suryanto/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!