Kamis, 27 Jumadil Akhir 1446 H / 12 Februari 2015 15:10 wib
8.904 views
Umat dan Walikota Tebingtinggi Berang Soal Aksi Barbar Penghancuran Mushala Oleh Developer Villa Orchid
TEBINGTINGGI (voa-islam.com) - Seperti dilansir Harian Orbit, Mushala yang dirobohkan di Tebingtinggi memicu reaksi keras. Apalagi dalam peristiwa itu, pihak pengembang menganiaya wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistiknya.
Mushala Taman Anggrek kawasan Jalan KL Yos Sudarso Tebingtinggi itu diduga dirobohkan Developer Villa Orchid. Walikota Tebingtinggi Walikota Tebingtinggi Ir H Umar Zunaidi Hasibuan MM kepada Harian Orbit, Selasa (10/2) menilai developer tidak pantas melakukan perubuhan tempat ibadah itu secara sepihak.
“Seyogyanya developer melibatkan para tokoh agama dan masyarakat. Rumah ibadah merupakan hal yang sangat sensitive, sangat peka bagi umat yang beragama,” kata Umar.
Dia sudah memerintahkan jajarannya memanggil developer untuk mengklarifikasi peristiwa tersebut. Disinggung penganiayaan wartawan oleh developer itu, Umar menegaskan tindakan itu harus diproses secara hukum.
Terpisah, Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KP2T) Pemkot Tebingtinggi Syahnan Hasibuan menegaskan, pembangunan perumahan lanjutan yang dilakukan developer Villa Orchid tidak mengantongi izin apapun. “Izin itu yang lama, tetapi kini tidak berlaku lagi. Tapi mereka tidak mengajukan permohonan apapun,” tegas Syahnan.
Di tempat berbeda, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumatera Utara Drs M Syahrir mendesak Polresta Tebingtinggi untuk menangkap pelakunya. “Penganiayaan terhadap wartawan tak bisa ditolelir, karena sesuai dengan UU Nomor 40 tentang Pers, seorang wartawan dalam menjalankan tugasnya itu dilindungi oleh hukum,” tegas Syahrir.
Oleh karenanya, Syahrir minta agar kasus penganiayaan yang diduga dilakukan pihak developer di Komplek Villa Orchid Tebingtinggi diusut tuntas.
Disebutkan, semua pihak hendaknya menghormati tugas mulia yang diemban seorang jurnalis. Karena konteksnya adalah menyangkut tugas jurnalistik, maka Polreta Tebingtinggi hendaknya menggunakan pasal UU Nomor 40 tentang Pers.
Dalam Pasal 18 UU Nomor 40 disebutkan siapa saja yang menghalangi tugas jurnalistik itu dapat diancam pidana dan denda Rp500 juta. “Ini harus dipahami semua pihak,” tegas Syahrir.
Segera Minta Maaf Komentar pedas juga datang dari Ketua Dewan Pendiri Forum Masjid Sumut, Anwar Bakti Nasrallah. Pemerhati Sosial UMSU itu mendesak aparat kepolisian menangkap pelaku perobohan mushala dan penganiayaan wartawan.
Anwar mendesak ada rekontruksi ulang bagaimana cara pengembang itu memerintahkan sejumlah orang menghancurkan rumah ibadah tersebut. “Tindakan penghancuran itu jelas penistaan dan pelecehan terhadap agama. Tindakan tersebut sangat melukai rasa keberagamaan Umat Islam. Pemicu kemarahan umat,” tandas Anwar.
Anwar mengimbau agar pengembang juga harus menjadikan agama dan aspek spritual sebagai aspek penting dalam pembangunan. Hal yang sama juga diutarakan tokoh agama di Tebingtinggi H Saman.
Saman mengaku tidak setuju mushala itu dirobohkan. Saman berpendapat agar masyarakat sekitar komplek, khususnya masyarakat dan tokoh agama serta aparatur pemerintah melakukan pertemuan dengan Forum Umat Islam (FUI) bersama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
“Kita minta mari saling menjaga kekondusifan ini, coba kita kumpul bersama FUI dan FKUB, kita duduk bersama, pasti kita dapat solusinya,” usul Saman.
Terpisah, Syahri Damanik, aktivis Himpunan Mahasiswa Alwasliyah (HIMMAH) Tebingtinggi mengecam keras tindakan yang dinilai kelompok itu sebagai tindakan yang berpotensi memicu SARA.
Pihaknya meminta agar, developer milik Wijaya dan Abdi Negara itu tidak main hakim sendiri. Di samping itu, developer juga diminta agar meminta maaf kepada seluruh Umat Muslim di dunia, khususnya di Tebingtinggi.
“Buat permintaan maaf itu secara formal, karena kita tidak mau ada gejolak di kota kita ini. Secepatnya buat langkah klarifikasi permintaan maaf kepada Umat Muslim di Tebingtinggi,” terang Syahri. [orbit/ahmed/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!