Ahad, 5 Jumadil Awwal 1446 H / 13 Maret 2016 12:31 wib
24.546 views
Ditolak Kerja di Perusahaan Cina Hanya karena Berjenggot dan Beragama Islam
Ditolak Kerja di Perusahaan Cina Hanya karena Berjenggot dan Beragama Islam
Penulis: Robigusta Suryanto
Bismillahirrohmanirrohim
Assalamua'laikum. Wr. Wb.
Kembali, umat Islam dihadapkan sikap intoleran dan diskriminasi dari salah satu perusahaan besar di Jakarta. Perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi anti sadap yang terletak di pusat kota ini tidak menerima calon karyawan atau yang akan menjadi karyawan karena hanya alasan memiliki jenggot dan agamis.
Perusahaan yang diketahui dimiliki oleh etnis Cina dan non Islam ini juga mencurigai bahwa orang yang melamar dan berjenggot seperti pengikut Taliban di Afganistan. Itu tuduhannya.
Sebut saja namanya Rio. Rio awalnya melamar pekerjaan atas rekomendasi dari temannya di sana. Dengan kemampuan dan kapasitas yang dikatakan temannya, maka ia pun dipanggil untuk interview. Temannya juga mereferensikan dirinya karena tahu Rio pas untuk posisi yang dibutuhkan perusahaan milik Cina tersebut.
Lantas Rio pun dipanggil. Rio menghadap semacam orang HRD dan satu temannya yang merekomendasikan dirinya itu. Obralan umum pun terjadi, ya layaknya interview untuk penempatan kerja dan posisi. HRD, sebut saja demikian dan teman Rio tersebut, di akhir tes wawancara tersebut apresiasi pengalaman Rio. Mereka sumringah. Rio dirasa pantas untuk menjadi karyawan di perusahaan tersebut. Hal ini bisa dilihat dari pernyataan keduanya, "Bila masuk di sini, apa yang anda lakukan pertama kali?" Ini tanda besar untuk Rio diterima diperusahaan tersebut.
Singkat cerita, akhirnya Rio pun dipanggil kembali oleh perusahaan tersebut/interview kedua. Waktunya pun diatur. Dan setelah disepakati pihak perusahaan dan Rio, akhirnya ia datang. Siang. Kira-kira pukul 14.00 WIB. Namun sebelumnya, sebagaimana yang diberitakan temannya, ia kali ini akan berhadapan dengan owner (pemilik) perusahaan. Temannya pun berpesan agar Rio berpenampilan yang rapih. Dengan memakai celana bahan, rambut pendek, dan tidak lupa pula jenggot dirapihkan (baca:mungkin minta ditiadakan). Akhirnya Rio mengiyakannya. Dari rambut ia rapih. Celana, ya, memang tidak memakain celana bahan. Kemudian, untuk soal jenggot, Rio hanya memendekkannya. Karena Rio berpikir "Toh kerja di bidang ini tidak ada urusannya dengan jenggot". Tetapi akhirnya jenggot dipertahakannya, ya seperti yang di atas, ia hanya memendekkannya.
Rio akhirnya bertemu dengan owner, pemilik perusahaan. Sebelum bertemu owner dengan inisial SH, ia bincang-bincang kecil terlebih dahulu oleh salah satu karyawan di sana. Sama, sepertiyang pertama, karyawan itupun mengapresiasi pengetahuan Rio. Terlebih manakala ia menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh karyawan wanita tersebut.
Kemudian, tidak berapa lama, akhirnya Rio dipertemukan dengan SH. Sebelum dipersilahkan duduk, ia menyalami bos tersebut yang dikenal mempunyai temen dekat salah satu tokoh besar pemilik media di Indonesia. "Bos itu tertegun, mas. Padahal tangan saya udah 'menyatu' dengan tangannya. Sampai saya tegur 'Pak, Pak, saya Rio. Baru setelah itu owner tersebut meresponnya," ceritanya. Dua kali teguran baru pemilik perusahaan tersebut menyaut panggilan Rio yang dibarengi dengan jabat tangan.
Mulailah pertanyaan-pertanyaan layaknya wawancara. Biasa. Dan umum. Dijelaskan pengalaman segudang Rio kepada SH. Orang itu katanya nampak antusias mendengarkannya. Tiba di satu pertanyaan yang Rio yakin menjadi kunci dalam penerimaan karyawan di sini, yakni, "Bila kamu diterima di sini, apa yang pertama kamu lakukan?" Rio pun menjawab, "Saya akan petakan tempat-tempat atau orang-orang yang akan menjadi pasar kita. Tapi saya butuh pengetahuan mengenalkan produk ini terlebih dahulu. Agar di kemudian hari klien kita paham apa tujuan kita menemuinya di sana."
Selesai wawancara, dan sebelumnya bos tersebut nampak sibuk karena sebentar-sebentar angkat telepon, akhirnya Rio diminta tunggu info selanjutnya. Diterima atau tidak. Dalam hatinya ia yakin akan diterima. Karena, pertama dari dua kali interview, hal yang sama ditanyakan, yakni 'apa yang akan kamu lakukan setelah masuk ke sini'. Kedua, Rio yakin karena perusahaan ini sedang membutuhkan karyawan sebagaimana informasi dari temannya tersebut. Selesailah wawancara tersebut.
Sebelum Rio beranjak pamit, SH pun ikut berdiri. Bahkan katanya pemilik perusahaan tersebut lebih dulu berdiri. Ia pun kembali bersalaman. Namun, sebelum ia memalingkan badannya menuju pintu, Rio "ditunjuk" olehnya dengan berkata, "Kamu pelihara jenggot, ya? Kamu juga nampaknya agamis pula. Terlihat. Kamu lulusan pesantren mana?" Rio hanya menjawab, "Tidak, saya sekolah di sekolah umum. Saya tidak pernah di pesantren."
Setelah menghadap SH itu, Rio pun bertemu temannya yang memberikan rekomendasi untuknya. Berbicara apa adanya. Rio ceritakanlah semuanya. Temennya pun hanya bingung. Kadang tertawa apa yang dialami Rio pada waktu wawancara dengan SH. Juga sesekali ia curhat soal bos atau pemilik perusahaan tersebut. Seketika itu Rio mengatakan kepada temannya, "Kalau gua ga diterima di sini, itu artinya bos lu intoleran. Dia memberikan stigma negatif terhadap jenggot dan Islam. Dia juga islamphobia. Tetapi jika gua diterima di sini, itu artinya bos lu paham, mana kinerja, mana urusan privasi."
Mendengar Rio cerita, saya sebagai umat Islam miris. Bagaimana tidak, kita yang mempunyai massa paling banyak di sini, bahkan di dunia dibuatnya "bertekuk lutut" di hadapan etnis Cina, yang juga kebetulan bergama bukan Islam. Ya, hanya demi perut. Andai ada Rio lain di luar sana, tetapi butuh sekali pekerjaan, bukan tidak mungkin keyakinannya sebagai orang Islam memudar. Kebanggan akan sunnah, juga kesehatan perlahan akan surut.
Bukannya membanggakan dalam arti umat Islam terbesar dengan tindakan sewenang-wenang, akan tetapi, umumnya bila di sebuah negara terdapat golongan atau penganut mayoritas, yang minoritas seharusnya akan nampak menaruh hormat. Segan. Tidak berani "macam-macam". Banyak kisah nyata, bukan? Sholat, umat Islam diserang. Sholat, umat Islam ditangkap, padahal akhirnya salah tangkap. Tetapi, di Indonesia ternyata tidak berlaku demikian: mereka segan dan menaruh hormat. Malah sebaliknya. Kita bisa saksikan itu.
Sebagai bangsa yang katanya menjunjung nilai hukum, pluralis, dan bermartabat, seharusnya sikap atau perilaku intoleran seperti ini tidak ada tempat. Apalagi jika kita melihat Pasal atau konstitusi kita, Indonesia bahwa umat beragama apapun harus dihormati. Mulai dari ibadahnya hingga urusan personal lainnya. Kecuali, bila hal di atas memang menghalangi kinerja yang ada, itu mungkin dapat dimaklumi. Tetapi, bukan pula justru menindasnya atas alasan-alasan klise terhadap umat Islam. Atau alasan lain sehingga menimbulkan fitnah.
Saya, sebagai penulis meminta kepada pejabat negara atau elit di negeri ini untuk betul-betul memperhatikan kisah di atas. Ini nyata. Buatlah agar warga Asing (baca: Cina) dan lainnya agar tidak berlaku intoleran di bangsa kita, Indonesia. Selain itu, orang-orang seperti SH semestinya diberi teguran keras, bahkan jika masih tidak mengerti ada baiknya dia diusir dari NKRI. Karena tentu kita tidak sudi jika orang macem SH dipertahankan di negera ini. Bayangkan saja bila orang seperti dia menjalar ke ranah lain, tentu akan memberikan preseden buruk terhadap etnis Cina khususnya, dan umumnya untuk masyarakat luas.
Pemerintah melalui Kemenakertrans juga harus dan lebih teliti. Jangan anggap sepele siapapun atau dari etnis manapun dalam injakan kakinya dalam membangun usaha di RI. Amati betul-betul. Jangan diam jika ada pelanggaran.
Untuk DPR RI, sebagai wakil rakyat juga hendaknya sering-sering turun ke jalan melihat bagaimana etnis lain atau bangsa lain ternyata perlahan berbuat intoleran di negara Indonesia. Kalian jangan hanya dominan sibuk mengurusi hal-hal familiar saja. Saksikan, bagaimana sebetulnya rakyat kita diinjak di Tanah sendiri. Lihatlah, tidak hanya satu-dua perusahaan seperti ini memperlakukan umat Islam. Banyak. DPR juga harus peka melihat hal semacam ini. Sensitif. Panggil yang bersangkutan. Usut. Jika perlu DPR, DPD RI, dan Pemerintah satu suara untuk memberikan sanksi tegas kepada perusahaan intoleran di Indonesia. Jangan dipelihara. Atau jangan diberikan angin karena "surga pajak".
Semoga, apa yang dialamai oleh Rio tidak kita alami, baik itu teman dan keluarga. Jika masih ada yang bernasib seperti Rio, mohon diinfokan. Kami siap memfasilitasi melalui guratan di sini.
Siapapun orang, beragama dan etnis mana dia berasal, sambutlah dengan positif terhadap seseorang itu. Lihat performanya, jangan lihat ia taat, sholeh/agamis, dari mana agamanya, dan apa etnisnya. Semua sama diciptakan Allah. Allah menciptakan bersuku-suka dan bangsa untuk kita saling kenal, bukan saling memusuhi dan berpikiran buruk.
Inilah Islam. Indah. Tidak ada agama Islam mengajarkan umatnya agar bertindak seperti kisah Rio tadi. Bahkan, jika penulis tidak khilaf, kita, umat Islam diperintahkan berbuat adil walaupun dengan musuh. Subhanallah.
Mari, saya mengajak, untuk perusahaan Asing, dalam hal ini Cina untuk terbuka. Hindari termakan pemberitaan, isu-isu, dan stigma tentang Islam yang dilakukan oleh oknum-oknum pembenci persatuan dan kesatuan. Pelajarilah Islam bila tidak paham. Tanya kepada ahlinya. Dan berpikirlah, bahwa orang yang taat pada agama (Islam), benar-benar taat, justru ia akan semakin baik kinerjanya. Karena ia akan bertanggungjawab.
Wallahu'alam bishawab...
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!