Jum'at, 26 Jumadil Akhir 1446 H / 14 November 2014 07:02 wib
19.161 views
Musdah Mulia, Lukman Hakim, dan Ahok Soal Kolom Agama di KTP
JAKARTA (voa-islam.com) - Dari mana lahirnya ‘huru-hara’ di masyarakat soal polemik penghapusan kolom agama di KTP? Semua bermula dari anggota tim pemenangan calon presiden Jokowi-JK, Dr Siti Musdah Mulia.
Tim Sukses Jokowi-JK, Musdah Mulia mengatakan, pihaknya menjanjikan penghapusan kolom agama pada kartu tanda penduduk (KTP), jika pasangan Jokowi-JK terpilih. Sebab, keterangan agama pada kartu identitas dinilai justru dapat disalahgunakan.
“Saya setuju kalau kolom agama dihapuskan saja di KTP, dan Jokowi sudah mengatakan pada saya bahwa dia setuju kalau memang itu untuk kesejahteraan rakyat,” ujar Musdah pada diskusi mengenai visi dan misi capres, bertajuk “Masa Depan Kebebasan Beragama dan Kelompok Minor di Indonesia”, di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (18/06/2014).
Menurut Musdah dalam sejumlah diskusi dengan Jokowi, ia mengatakan, capres itu menyetujui penilaian kolom agama dalam KTP lebih banyak memberi kerugian bagi warga. Menurut Musdah, kolom agama di KTP dapat disalahgunakan, antara lain ketika konflik terjadi di suatu daerah.
Dengan menghapus kolom agama, hal ini menurut dia dapat meminimalkan aksi penyisiran terkait agama yang kemudian dijadikan dasar oleh warga lain untuk melawan warga yang berlawanan dengannya.
“Contoh lain lagi, kalau melamar pekerjaan, karena di KTP pelamar pekerjaan agamanya tidak sama dengan agama bosnya, maka tidak akan diterima. Itu diskriminasi,” kata tim sukses (Timses) pasangan Jokowi-JK ini.
Namun, penghapusan kolom agama di KTP dikhawatirkan akan semakin melegalkan sekularisme dan atheisme. Rakyat Indonesia akan menjadi athies, dan kehilangan identitas.
Sebelumnya, dikutip Harian The Jakarta Post, edisi Jumat (28/03/2008), Musdah Mulia sebagai Sekretaris Jendral ICRP (Indonesian Conference on Religion and Peace) ini pernah membolehkan pernikahan sesama jenis.
Tak kurang sekarang ini, berbagai tokoh dan LSM, berkampanye mendukung penghapusan kolom agama di KTP. Kalangan Kristen dan Katolik, sangat setuju dengan penghapusan kolom agama di KTP. Sehingga tidak ada dikotomi mayoritas dan minoritas.
Bagi kalangan Kristen gagasan menghapus kolom agama, seperti yang dikemukakan oleh Menteri Dalam Negeri,Tjahjo Kumolo, ditanggapi oleh kalangan Kristen dan Katolik, dan sejumlah tokoh LSM, seperti turunnya berkah dari langit.
Seluruh kalangan liberal, sekuler, dan anti Islam, mereka ramai-rami menyambut baik usulan Tjahjo Kumolo. Tak kurang-kurang Ahok yang sekarang menjadi ‘tokoh’ paling kontroversial itu, mengatakan tikak perlu adanya kolom agama di KTP. Tidak beda jauh dengan Musda Mulia.
Namun, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menolak rencana Kemendagri yang akan menghapus kolom agama di e-KTP. Menurut Lukman, agama merupakan identitas setiap warga negara.
"Bagaimanapun juga agama sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dalam realitas kehidupan masyarakat, termasuk kehidupan pemerintah," tegas Lukman di Komplek Istana Presiden, Jakarta, Jumat (7/11/2014). Bahkan, Lukman mengatakan Indonesia bukan negara athies.
Kementerian Agama, kata Lukman, akan menyiapkan draft RUU Umat Beragama untuk masyarakat yang agamanya tidak terdaftar.
"Jadi pengisian kolom agama bagi penganut agama di luar yang enam agama nanti akan dimatangkan dalam RUU. Tidak hanya KTP tapi juga terkait akte, pernikahan dan banyak persoalan administrasi kependudukan," tambahnya.
Saat ini, kata dia, Kemenag juga menyerap aspirasi dari masyarakat dan ormas Islam terkait RUU tersebut sebelum dibawa ke DPR.
"Kemenag juga sedang menyerap aspirasi dari masyarakat, ormas, tokoh agama, LSM. RUU itu juga akan dibahas bersama DPR. Kami pemerintah tinggal melaksanakan apa yang menjadi perintah UU," tukasnya.
Dibagian lain, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan tiga sikap terkait polemik pengosongan kolom agama di KTP. Wakil ketua umum MUI, KH Ma'aruf Amin mengatakan MUI dan ormas islam menolak secara tegas pengosongan kolom agama di KTP.
Hal tersebut dikarenakan, kolom agama merupakan hal penting karena berkaitan dengan banyak hal seperti urusan kematian, ahli waris dan menikah. Selain itu, MUI juga menolak penambahan agama baru selain enam agama yang sudah ada. Hal tersebut dikarenakan untuk menambah agama diperlukan pembahasan dan pengkajian yang panjang.
Indonesia di bawah Jokowi berada di antara persimpangan jalan, di mana tuntutan kaum neo-liberal yang menjadi pendukung Jokowi akan berjuang dengna segala cara, menjadikan Indonesia sebagai negara sekuler.
Sekarang momentumnya. Di mana Jokowi berkuasa, dan mendapatkan dukungan Barat dan dunia internaisonal. Maka ini jalan yang paling pendek menjadi Indonesia sebagai negara sekuler secara total.
Rakyat dan bangsa Indonesia akan kehilangan identitas, dan semakin melemah di tengah-tengah penetrasi dan ancaman global terhadap Indonesia.
Tahun 2015 akan berlangsung pelaksanaan globalisasi melalui AFTA (Asia Free Trade Area), dan itu diperlukan kondisi masyarakat Indonesia yang mendukungnya, yaitu bangsa yang tanpa identitas. Wallahu'alam.
mashadi1211@gmail.com
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!