Kamis, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 17 Juli 2014 05:45 wib
25.107 views
Dapatkah ISIS Mengelola Sistem Pemerintahan Khilafah?
MOSUL (voa-islam.com) - Dunia seperti tersentak saat mendengar deklarasi Khilafah. Seperti dentuman meriam yang sangat menggetarkan setiap telinga yang mendengarkannya. ISIS mendeklarasikan sebagai bentuk 'Khilafah' yang membentang dari Irak sampai Suriah, namun para analis mempertanyakan berapa lama ISIS mampu mempertahankan hegemoni kekuasaannya?
Masyarakat internasional sangat terkejut sesudah ISIS berhasil menguasai kota terbesar kedua Irak Mosul pada awal Juni. Keberhasilan ISIS menguasai Mosul memberikan dasar pijakan sebagai kekuatan dan politik mendirikan pemerintahan Islam.
Sejauh ini ISIS sebagian besar harus dihadapkan persoalan yang sangat pelik, dan komplek tentang pembebasan wilayah-wilayah yang masih dikuasai oleh rezim Syi'ah dibawah Nuri al-Maliki. Sekalipun ISIS mendapatkan keuntungan dengan sentimen golongan Sunni yang terdzalimi oleh al-Maliki. Inilah salah faktor yang membuat begitu cepatnya Mosul jatuh ke tangan ISIS.
Mereka yang tinggal di kekhalifahan sekarang dapat memperoleh paspor negara Islamiyah, dan membuat surat kabar dan online dalam berbagai bahasa.
Komitmen ISIS sebuah pemerintahan yang Islami dan terorganisir, dan menghapus segala ancaman keamanan, dan membuka jalan, memulihkan jaringan listrik dan membayar pegawai pemerintah.
Abu Bakr al-Baghdadi - j dikenal sebagai Khalifah Ibrahim - ISIS mempertahankan para pegawai secara penuh, di mana sekitar 1.000 komandan lapangan tingkat atas yang terlibat dalam pengelolaan negara. Mereka semua bertanggungjawab atas kelangsungan pemerintahan Khilafah Islam.
Gaji bulanan berkisar dari $ 300 dollar sampai $ 2.000 dollar, dan ini dipandang cukup, mengingat bahwa pekerja pemerintah Irak tahun lalu hanya $ 400 dollar. ISIS juga membayar semua pejuang di semua tingkatan, bahkan di tingkat (level) yang paling rendah
Namun, menjaga tidak menjaga kelangsungan kota-kota yang sudah dikausainya bisa berjalan lancar tidak mudah, dan ini bisa menghambat keberadaannya, karena mengelola pemerintahan setiap kota memberlukan biaya besar, terutama mempertahankan kekhalifahan, kata seorang pakar.
Anggaran yang sangat dibutuhkan mengelola pemerintahan, dan biaya operasional, dibayai dengan menjual minyak mentah dari ladang minyak di bawah kekuasaannya. ISIS akan sangat mampu membiayai pemerintahan, karena ISIS menguasi ladang minyak terbesar di Irak.
Setiap harinya bissa menghasilkan 2 juta barrel, dan sekarang harga minyak mentah di pasaran internasional $ 114 perbarel. Ini sudah sangat cukup dengan 2 juta barel. ISIS sekarang juga mengendalikan bank-bank yang ada, dan menarik pajak terhadap truk yang melintasi wilayah perbatasan.
Namun, ISIS tidak mungkin memiliki sumber daya yang cukup, terus beroperasi memprluas wilayahnya , kata Charles Ries, mantan duta besar AS yang mjabat sebagai wakil presiden di think-thank Rand Corp.
"Saya tidak melihat situasi yang seperti berkelanjutan dari sudut pandang ekonomi," kata Ries, saluran AS CNBC melaporkan. Namun, segalanya tetap berlangsung. Tanpa dipengaruhi situasi yang ada. Bahkan, pejuang ISIS berhasil merebut kota Tikrit kembali dari tangan pasukan pemerintah Irak.
Kemungkinan untuk mencukupi keuangannya, ISIS akan mencoba mengambil alih ladang minyak lebih luas sekitar Irak, kata David Ottaway, seorang peneliti senior di Woodrow Wilson Center, dan mantan koresponden Washington Post, di Timur Tengah.
"Mereka akan membutuhkan lebih banyak uang daripada yang mereka sudah dapatkan sejauh ini," kata Ottaway Al Arabiya News. Dalam pencarian minyak, dan menyebabkan konflik berkepanjangan dengan Kurdi, tambahnya.
Mungkin penentu lainnya bagi masa depan depan kekhalifahan adalah respon dan sikap dari masyarakat internasional dan regional. Negara-negara Arab Teluk yang berbatasan dengan Irak sejauh ini mengambil sikap defensif.
Presiden AS Barack Obama menyerukan "kewaspadaan" atas ancaman kepentingan Amerika, dan ia tidak membuat komitmen apapun, yang bertujuan memberantas ISIS. Meskipun, AS memberikan bantuan senjata besar-besaran kepada Presiden Irak Nuri al Maliki.
"Apa yang kita tidak akan lakukan adalah berpikir bahwa kita hanya akan mengirim pasukan AS yang terbatas. Kita akan mengambil tindakan terhadap kekuatan yang menduduki sebuah negara mana pun, atau organisasi-organisasi ini muncul dan menjadi ancamaN," kata Obama saluran TV Amerika CBS bulan lalu.
Sementara itu, akhir Juni, Raja Saudi Abdullah bin Abdul Aziz memerintahkan "semua langkah yang diperlukan" untuk melindungi negaranya dari ancaman terorisme.
Arab Saudi sudah mensiagakan sekitar 30.000 tentara ke perbatasan dengan Irak, Al Arabiya News Channel melaporkan pada awal Juli. Seorang juru bicara pemerintah Yordania mengatakan pada Juni bahwa pembangunan militer di perbatasan Irak hanyalah "pencegahan," seperti dilaporkan AFP.
Kalangan pemimpin negara-negara Arab, melihat ancaman yang serius bisa datang dari ISIS, atau datang dari Syiah yang dipimpin Iran, kata Ottaway.
Teheran terus-menerus memperbesar kekuatan militer Nuri al-Maliki, dan mengirimkan pasukan ke Irak, yang digunakan menopang rezim Maliki, yang paling baru Iran mengirimkan jet tempur buatan Rusia yang khusus ditujukan melawan ISIS. Timur Tengah berada dalam dilema antara ISIS dan Syi'ah. Wallahu'alam.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!