Adakah PKB 'Efek' Terhadap Perolehan Suara Jokowi di Pilpres?

JAKARTA (voa-islam.com) - Apakah akan mempunyai ‘efek’ perolehan suara atas dukungan resmiPartai Kebangkitan Bangsa (PKB) kepada Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan dan Jokowi sebagai calon presiden dalam Pemilihan Presiden Juli 2014?

Sudah terbukti pemilihan presiden 2004, pasangan Megawati – Hasyim Muzadi, gagal mengantarkan keduanya ke pusat kekuasaan. Mega – Hasyim Muzadi, keduanya tak sampai ke puncak kekuasaan sebagai RI-1. Di tahun 2009, begitu pula pasangan JK – Wiranto, yang diusung Golkar, tak mampu mengantarkan JK – Sholahuddin Wahid, keduanya mencapai puncak kekuasaan sebagai presiden dan wakil presiden.

Di tahun 2009, JK  (Golkar) berpasangan dengan Wiranto (Hanura), sedangkan di tahun 2004 Wiranto dipasangkan dengan Sholahuddin Wahid (PKB) oleh Golkar.

Tidak otomatis atau instan kalau didukung kalangan tokoh ulama NU itu, pasti bisa ‘sim-salabim’, atau ‘kun fayakun’, langsung Jokowi nangkring menjadi presiden Indonesia. Tidak ada yang bisa memberikan jaminan yang bisa menjamin Jokowi menjadi presiden sesudah pemilihan presiden 2014. Sekalipun, media massa dan media sosial, sudah menggembar-gemborkan, Jokowi mendapatkan dukungan dari tokoh ulama NU dan PKB.

PKB sebagai partai ‘gurem’ mendapatkan berkah dari Rhoma Irama, bisa melipatkan gandakan suaranya, yang mula-mula hanya 4 persen, kemudian mendekati 10 persen. Bukan hasil karya tokoh-tokoh PKB, termasuk Muhaimin Iskandar. Ulama-ulama NU juga belum tentu ‘fatwanya’ bisa diterima pengikutnya.

Para anggota NU alias para Nahdhiyyin, tidak 100 persen taqlid kepada para kiai mereka. Peristiwa politik dalam pemili presiden 2004, yang mengusung Mega-Hasyim Muzadi, dan pemilihan presiden 2009, yang mengusung JK-Shalahuddin Wahid, menunjukkan fakta, bahwa warga Nahdhiyyin, tidak selalu ‘sami’na wa atho’na’ (saya mendengarkan dan ta’at).

Apalagi, Rhoma Irama dengan sangat jelas, memberikan sikap dan pandangan yang dsampaikan lewat media massa, bahwa kalau PKB mendukung Jokowi dan berkoalisi dengan PDIP, maka Rhoma Irama akan menarik dukungannya terhadap PKB.

Langkah Mega yang mengundang mantan Wapres Hamzah Has, yang diminta pengaruhnya agar PPP mendukung Jokowi , dan bersedia berkoalisi dengan PDIP, menunjukkan sebagai langkah yang sangat takut, mengingat sentitmen terhadap Jokowi yang semakin kuat dikalangan umat Islam, yang menunjukkan Jokowi itu, hanyalah boneka dari konglomerat Cina, seperti James Riyadi.

Menurut Eva Kusmandari yang menjadi jubir Mega, mengatakan bahwa Mega akan mengumumkan siapa bakal calon wakil presiden yang akan mendampingi hari Senin (12/5/2014), usai kembali dari Singapura. Sebelumnya, Mega mengumumkan pencalonan Jokowi sebagai  calon presiden dari PDIP, juga usai dari pertemuan di Singapura yang dihadiri oleh ‘tujuh tokoh’, dan pertemuan di rumah seorang konglomerat Cina, Jacob Soetojo, yang anggota Trilaterral Commission, bersama dengan Duta Besar Amerika Serikat, Inggris, Vatikan,  Myanmar, Meksiko dan sejumlah negara lainnya.

Ini sangat jelas posisi Mega, Jokowi, dan PDIP, yang menjadi kepentingan dan perpanjangan tangan ‘Asing dan A Seng’, yang ingin menguasai dan menjajah Indonesia, termasuk Singapura mempunyai kepentingan menguasai Indonesia.

Jika Jokowi menjadi presiden, otomatis Gubernur DKI Jakarta, jatuh ke tangan Ahok, dan Ahok seperti mendapatkan ‘durian’ runtuh. Selanjutnya, Ahok akan mengubah DKI Jakarta seperti Singapura, di mana kaum Melayu punah, digantikan orang-orang Cina.

Dengan cara sekarang menaikkan NJOP di DKI  yang nilainya lebih 100 persen, otomatis kaum pribumi, tak akan mampu lagi membayar, dan tanah-tanah mereka akan jatuh ke tangan konglomerat Cina. Kaum pribumi Indonesia nasibnya akan seperti suku Aborigin Australia, yang punah dari kehidupan dinegeri Kanguru itu.

Dibagian lain, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar usai pertemuan di Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyiin, Desa Pacolawang, Kecamatan Diwek, Jombang,dil Jawa Timur, Sabtu petang, 10 Mei 2014, mengatakan, "Kami menyepakati dan memutuskan bahwa pada Pilpres 2014, memutuskan mendukung calon presiden Jokowio, dan dengan demikian PKB akan berkoalisi atau bekerjasama dalam satu cita-cita pemerintahan baru nanti bersama PDI Perjuangan," kata Muhaimin saat jumpa pers usai pertemuan dengan para kiai dari jajaran Dewan Syura PKB.

Dalam pertemuan di ponpes asuhan Ketua Dewan Syura PKB KH Aziz Mansyur itu, Muhaimin didampingi sejumlah elit PKB diantaranya Sekretaris Jendral PKB Imam Nahrawi, Ketua DPP PKB Helmy Faishal Zaini, dan Anggota DPR dari PKB Ali Maschan Moesa. 

Sementara itu, ketika bertemu dengan Sholahuddin Wahid, secara eksplisit, Gus Sholah menyampaikan permintaan kepada Jokowi, agar mantan Ketua MK Mahfud MD, dijadikan bakal calon wakil presiden Jokowi. Jadi dukungan kiai NU, tak ada yang gratis. Semua penuh dengan 'permintaan' jabatan kekuasaan. Itu sudah jamak bagi NU.

Apalagi, bersamaan masuknya Muhaimin ke dalam gerbong koalisi PDIP, tak bakal bisa menciptakan perbaikan negara.  PKB saja 'dijual' kepada konglomerat Cina, yang sekarang menjadi bos PKB, sebagai wakil ketua umum, yaitu Rusdi Kirana. Benar-benar saling muslihat dan menipu tengah berlangsung antara PKB dan PDIP.

Mega, Jokowi, dan PDIP tak akan pernah berhasil memperbaiki kehidupan bangsa dan negara, bila  diberi kekuasaan. Saat Mega berkuasa asset negara habis dijual kepada fihak asing, termasuk penjualan Indosat, gas tangguh kepada Cina. Apalagi, Jokowi yang baru ‘kemarin sore’ belajar mengelola pemerintahan akan mengola pemerintahan Indonesia itu mustahil. Jika Jokowi menang, maka yang gembira hanyalah ‘Asing  dan A Seng’. (jj/dbs/voa-islam.com)

Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!

Opini Redaksi lainnya:

• SBY Pembela Kepentingan Asing di Indonesia?
• Ulama NU dan Pimpinan Muhammadiyah Akan Tertipu Jokowi?
• Prabowo atau Jokowi : Siapa Akan Menjadi Begundal Asing?
• John Kerry : Israel Menjadi Negara Apartheid
• Ketakutan Israel dan Amerika Atas Persetujuan Hamas dan Fatah
• CSIS = Cina Senang, Israel Senang
• Mengapa Jokowi Menjadi Musuh Bersama?
• Mega, Jokowi, PDIP, Nasionalis Palsu