Jum'at, 4 Jumadil Awwal 1446 H / 12 April 2013 11:01 wib
20.034 views
Para Pembesar PKS Terus Membangun Mimpi-Mimpi di Milad ke 15
Jakarta (voa-islam.com) Para pembesar PKS, terutama Presiden PKS, Anis Mata, tak henti-hentinya terus membangun mimpi-mimpi dengan retorikanya di depan para kader. Dengan bermodalkan retorika yang dimilikinya, Anis Mata, berusaha membangun kembali semangat, harapan, dan harga diri dikalangan para kader PKS.
Anis memiliki obsesi yang sangat kuat, agar PKS menjadi kekuatan politik yang besar, dan mengharap menjadi tiga besar di pemilu 2014. Anis ingin PKS memiliki daya tawar yang kuat terhadap partai-partai dan kekuasaan yang ada. Obsesi-obsesi Anis dan para pembesar PKS itu, sekarang hanya digantungkan kepada kadernya semata.
Karena itu, Anis Mata begitu dipilih oleh DPTP (Dewan Pimpinan Tertinggi Partai) yang beranggotakan enam orang elite PKS itu, maka Anis terus melakukan kunjungan ke daerah-daerah, dan terus berusaha membangun kembali semangat, harapan, dan harga diri para kader, yang sebagian sudah runtuh, akibat perilaku sebagian para elitenya yang sudah korup.
Memang, satu-satunya harapan yang masih bisa diharapkan hanyalah kepada kader, yang bisa dijadikan alat politik, guna mencapai obsesi dan ambisi para pembesar dan elite partai. Maka, Anis dengan kemampuan retorikanya terus mencekoki dengan berbagai doktrin, yang menggunakan idiom-idiom "jamaah Ikhwan", guna membangun kembali semangat dan rasa memiliki serta soliditas dikalangan para kader.
Kunjungan Anis Mata ke daerah-daerah seluruh Indonesia, nampaknya menjadi momentum, guna membangun soliditas, dan kekenyalan partai, serta keutuhan partai dari kemungkinan konflik-konflik yang ada. Terutama didalam kalangan kader. Kunjungan Anis Mata ke daerah-daerah itu, diharapkan kembalinya kohesifitas para kader.
Memang, para elite PKS sangat diuntungkan dengan adanya sikap para kader PKS, yang sangat taat, tsiqoh (percaya dan yakin kepada pemimpin), tadhiiyah (berkorban), dan bahkan banyak kader yang memiliki sikap taklid, dan hanya mau mendengarkan apa saja yang keluar dari ucapan para pemimpin mereka. Kondisi ini sangat menguntungkan para pembesar PKS.
Akhir-akhir ini, PKS mengalami limbung, dan bahkan seperti terkena tsunami politik, akibat badai korupsi yang menggerogoti partai yang lahir di era reformasi, dan dulu bercita-cita ingin memperbaiki pemerintahan yang bersih, dan membersihkan korupsi dari bumi Indonesia. Tetapi, semua itu, hanyalah nonsense belaka.
Partai PKS yang dikenal sebagai partai dakwah,dan memiliki jargon, "bersih, peduli, dan profesional", hampir selama satu dekade, sejak tahun 2004, dan masuk koalisi dan mendukung Presiden SBY, tak lebih sebagai partai yang hanya membebek kepada SBY. Partai PKS, yang masuk dalam koalisi, tidak pernah mengatakan tidak terhadap Presiden SBY. PKS hanya sekadar menjadi stempel atas kebijakan pemerintah SBY.
Di bulan Juni, 2008, ketika menyelenggarakan Munas di Hotel Ritz Carlton, Ketua Majelis Syuro PKS, Hilmi Aminuddin, di depan Presiden SBY dan Ibu Ani, mengatakan, "Kebersamaan kami dengan Bapak Presiden SBY dalam koalisi, bukan hanya sekadar taktik dan strategi politik, tetapi merupakan iman dan aqidah kami", tegas Hilmi Aminuddin yang merupakan anak tokoh DI Danu Mohamad Hasan.
Di Hotel Ritz Carlton itulah, PKS berubah kelamin menjadi partai terbuka. Tidak lagi menjadikan penegakan Islam sebagai "ghoyah", tetapi hanya semata-mata tujuan yang ingin direngkuhnya kekuasaan. Segala daya upaya dan potensi yang dimiliki para kadernya hanya dalam rangka merebut kekuassaan lewat partai.
Kemudian, jargonya yang, "bersih, peduli, dan profesional", diganti dengan, "bekerja". Inilah awal perubahan besar yang terjadi di dalam tubuh PKS. PKS dalam segala hal menjadi pragmatig, dan cenderung oportunis.
Selanjutnya, yang terjadi perubahan paradigma atau perubahan yang bersifat asas, bukan lagi yang menyangkut wasail (sarana). Inilah yang mengakibatkan PKS tidak berbeda dengan partai-partai lainnya.
Karakternya tidak berbeda dengan partai-partai lainnya, seperti PDIP, Golkar, Demokrat, PPP, PKB, PAN, dan lainnya. PKS benar-benar "pure partai-politik", yang menganut sistem sekuler. Idiom sebagai partai dakwah sudah ditinggalkan dengan kesadaran penuh yang dilakukakn oleh para elitenya.
Tak aneh, bila sekarang ini, PKS terjerumus ikut dalam permainan kekuasaan (power game) model partai-partai sekuler. Tidak ada yang berbeda antara PKS dengan partai-partai sekuler lainnya, khususnya dalam berpolitik. Sama dan sebangun. Menghalalkan segala cara. Tujuannya hanya kekuasaan semata.
Anis Mata sekarang berusaha meyakinkan dan memompa semangat para kader agar nanti mau "berjihad" pada pemilu 2014, termasuk dalam pilkada yang ada sekarang. Kemenangan pilkada menjadi pintu gerbang guna meraih kemenangan pemilu di 2014. Obsesi Anis Mata bagaimana PKS mendapatkan suara 20 persen di pemilu 2014 nanti. Ini tidak main-main.
Tetapi, pola-pola partai sekuler yang sekarang di "copypaste" oleh PKS ini, akhirnya membuahkan hasil, yaitu diringkusnya mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishak oleh KPK, dan dikenai dakwaan melakukan pencucian uang. Dengan kasus korupsi yang menimpa orang nomor "wahid" PKS itu, akhirnya mengubah jargon PKS sebagai partai yang, "tidak bersih, peduli, dan profesional".
Ini menjadi preseden yang sangat buruk sepanjang sejarah. Di mana partai Islam tokoh puncaknya harus masuk RTM Guntur, karena korupsi. Tidak pernah dalam sejarah ada tokoh atau pemimpin partai Islam yang masuk penjara karena korupsi.
Mohamad Natsir, Prawoto, Roem, Syafruddin, Agus Salim, Tjokroaminoto, dan lainnya, mereka dipenjara oleh Belanda atau pemerintah, karena mereka menentang dan karena perbedaan idelogi. Tetapi, PKS dipenjara tokohnya karena korupsi. Sungguh ini, menjadi sejarah hitam bagi pergerakan Islam di Indonesia.
Para tokoh partai-partai Islam dan pergerakan itu hidup sangat bersahaja, dan tanpa pamrih. Bandingkan dengan para pemimpin dan elite PKS, mulai dari Ketua Majelis Syuro Hilmi Aminudin, Anis Mata, Luthfi Hasan Ishak, dan sejumlah tokoh atau elite partai, mereka benar-benar berubah bersamaan dengan kekuasaan dan jabatan mereka miliki.
Mereka menjadi tokoh OKB (orang kaya baru), yang belum pernah terjadi sebelumnya. Menikmati kemewahan hidup yang tidak pernah terjadi sebelumnya, dan bahkan para kadernya sekarang ini oleh Anis Mata, didorong agar mereka menjadi orang senang kepada kemewahan, dan bergaya "borju".
Mereka tak segan-segan melakukan praktek politik "Machiavelisme" (menghalalkan segala cara) dalam mencapai tujuan politiknya.
Mereka para elite politik PKS menikmati dengan kondisi yang ada, tak tidak berusaha memperbaiki kondisi yang ada. Dengan sungguh-sungguh. Selama hampir satu dekade bersama dengan SBY telah menjadi pendukung "buta" SBY, dan tidak pernah bersikap kritis terhadap pemerintah.
Baik di DPR PKS tidak perform dalam segala. Tidak menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat. Kasus BLBI, Import Beras, Lapindo, dan lainnya, PKS tidak memelopori sebagai kekuatan politik terdepan dalam memperjuangkan kepentingan rakyat. Dua kali periode PKS memegang Departemen Pertanian, tetapi tidak nampak perubahan nasib para petani, secara agregat, tetapi petani semakin miskin.
Justeru PKS di Departemen Pertanian terlibat dalam permainan import daging, dan bidang-bidang lainnya. Akibat import daging itu, sekarang Presiden PKS Luthfi Hasan Ishak harus mendekam dalam tahanan RTM Guntur.
Mestinya, PKS dalam posisi yang paling depan dalam membela para petani, yang nasibnya semakin terpuruk,akibat adanya sistem kapitalisme yang semakin mendera Indonesia, dan kalangan rakyat miskin dan para petani semakin tersisih, tanpa adanya pembelaan dari para pemimpin partai, termasuk PKS.
Partai PKS yang lahir di era Reformasi, bahkan pernah memberikan gelar Pahlawan kepada mantan Presiden Soeharto, yang menjadi penguasa Orde Baru, serta memberikan gelar sebagai guru bangsa. Tindakan ini tidak pernah dimengerti oleh siapapun atas langkah politik yang diambil oleh PKS.
Sekarang, sesudah mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishak, ditangkap KPK, maka PKS lewat anggotanya di DPR Fahri Hamzah memainkan kartu "Century", dan mencoba memojokkan Wakil Presiden Boediono, yang merupakan pilihan SBY. Ini merupakan politik saling "sandera" yang sekarang berjalan di Republik ini.
Mengungkit Boediono ini, sama halnya ingin menabrak SBY, yang sekarang sudah sempoyongan. Semuanya ini hanya cara memperbaiki citra dan membuat nilai tawar kepada SBY, agar jangan ada lagi kader atau elite PKS, yang digelandang KPK.
Anis Mata sekarang sedang memainkan banyak kartu, baik ke dalam internalnya sendiri, terutama untuk membangkitkan kembali kadernya yang sudah kehilangan rasa percaya diri, dan keluar memperbaiki citra dimata publik dengan memainkan kartu Century.
Meskipun, salah seorang anggota DPR PKS, Misbachun, pernah dipenjara karena memalsu LC dari Bank Century, yang nilainya $ 20 juta dollar.
Anis Mata bertaruh dengan mimpi-mimpinya yang ingin menjadikan PKS sebagai partai besar, melebihi Partai Masyumi, yang dipimpin Mohamad Natsir, yang pernah di pemilu 1955 mendapapatkan suara 20 persen.
Akankah PKS dapat menyamai Partai Masyumi atau justeru PKS tidak sampai mencapai PT (Parlemen Threshold) 3,5 persen di pemilu 2014 nanti? Wallahu'alam.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!