Selasa, 28 Rabiul Akhir 1447 H / 21 Oktober 2025 11:30 wib
176 views
ILC, Rakyat Bersuara & Kekalahan Telak Agitasi Kubu Jokowi
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H. (Advokat)
Saat Rismon Sianipar menguliti institusi Polri, sampai benar-benar terlihat tulang dalamnya, kubu pembela Polri kelojotan. Dalam diskusi ILC, Rismon Sianipar begitu terstruktur dan sistematis memaparkan kerusakan institusi Polri melalui sejumlah kasus, dari kasus kopi Sianida Jesika Wongso hingga KM 50.
Adalah Prof Hermawan Sulistio (Kiki), selaku penasehat ahli Kapolri yang alih-alih membantah argumentasi Rismon, namun malah mengeluarkan statemen kekanak-kanakan, dengan menyatakan tak akan lagi hadir di acara ILC. Dalihnya, acara tersebut dianggap memamerkan kekerasan dan hilangnya rasa santun dan keadaban.
Namun anehnya, Prof Kiki tak pernah mengeluarkan Nasehat kepada institusi Polri atas perilaku brutal, tak bermoral dan jauh dari keadaban, pada kasus pembunuhan Brigadir Joshua Hutabarat. Atau, setidaknya pada sejumlah anomali yang selama ini malah menjadi karakter khas institusi Polri: Represif.

Begitu juga para pembela Jokowi dalam kasus ijazah palsu. Mereka, telah memamerkan kekalahan telak dalam forum diskusi Rakyat Bersuara di Inews. Tak mampu mengimbangi opini dan argumentasi, mereka pun latah ikut mengambil sikap kekanak-kanakan seperti yang dipamerkan oleh Hermawan Sulistio.
Pasca diskusi Rakyat Bersuara dengan tema 'DESAKAN EKSEKUSI SILFESTER VS KASUS ROY CS', sejumlah pendukung Jokowi berkumpul. Dari Ade Armando, Andi Azwan, hingga Penasehat Kapolri Irjen Pol Purn Arianto Sutadi ikut nimbrung.
Alih-alih membuat diskusi yang konstruktif, mereka malah membuat 'rasan-rasan' (baca: gosip) politik. Mereka mengeluh, acara yang di pandu oleh Aiman Wicaksono tidak fair, bahkan membangun narasi untuk membubarkan acara Rakyat Bersuara dan ILC.
Penulis sendiri memahami, bahwa panggung apapun yang ada di media, ibarat Altar Opini yang bisa bermata dua. Jika pandai memanfaatkan panggung, maka akan menguatkan agitasi opini. Jika tidak, akan menjadi ajang bunuh diri.
Bukannya mendapat dukungan publik, malah menjadi objek celaan. Dan ILC telah memamerkan itu, juga rakyat bersuara. Memamerkan sejumlah narasumber yang justru membongkar aib sendiri, memamerkan kebodohannya dalam bernarasi.
Penulis sependapat dengan ungkapan yang disampaikan Bang Karni Ilyas:
"Kalau tak pandai menari, jangan salahkan lantai yang licin"
Artinya, panggung ILC maupun Rakyat Bersuara hanyalah panggung pertunjukan. Baiknya peran aktor, tidak tergantung pada panggung, melainkan kepiawaian aktor itu sendiri.
Pada saat penulis hadir di Garuda TV, yang membuat Irjen Pol Aryanto Sutadi tak kontrol diri dan berteriak 'DIAM', saat itu Aryanto Sutadi sempat komplain pada host. Mempersoalkan tayangan TV dilakukan secara live. Padahal, problemnya bukan pada tayangan TV yang live (dan umumnya memang demikian), melainkan kesalahan Aryanto yang tak dapat mengontrol emosi dan tak mampu mengimbangi argumentasi diskusi.
Saat penulis hadir di Rakyat Bersuara dan berhadapan dengan Razman Nasution, ada sejumlah pihak yang menyarankan agar penulis tak perlu menghadiri undangan Rakyat Bersuara jika narasumbernya tidak jelas. Akan tetapi, saran seperti ini tidak bijak dan cenderung menunjukan sikap kekalahan telak sebelum terjun di area pertarungan.
Kebijakan tentang siapa narasumber yang diundang, adalah kebijakan otoritatif milik media. Terlalu lancang, jika narasumber masuk ke ruang otoritas media.
Yang perlu dipertimbangkan hanya dua: apakah akan menghadiri undangan, atau menyatakan tak berkenan untuk hadir. Bukan memprotes komposisi Narsum.
Dan hingga saat ini, penulis mengambil kebijakan selalu menghadiri undangan media, sepanjang tidak bertabrakan dengan janji/agenda lainnya. Adapun soal komposisi Narsum, sepenuhnya diserahkan pada media.
Mengingat, substansi diskusi itu bukan apa yang akan disampaikan lawan diskusi. Melainkan fokus pada apa yang akan kita sampaikan untuk menguatkan narasi agitasi dan opini. Kuncinya, kekuatan argumentasi yang berbasis pada data, fakta, norma dan logika.
Jadi, kalau kubu Jokowi marah-marah ke Aiman Wicaksono karena kalah debat, itu biasa saja. Karena umumnya, mereka tidak menyiapkan argumentasi yang berbasis pada data, fakta, norma dan logika. Mereka hanya berpijak pada logika: apapun argumentasinya, yang penting bela Jokowi. Malu, urusan belakangan.
Jadi, wajar jika kubu Jokowi selalu kalah telak dalam berbagai forum diskusi. [PurWD/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!