Kamis, 19 Jumadil Awwal 1446 H / 16 Juni 2011 10:17 wib
3.073 views
Ustadz Bakar Ba'asyir Dari Masa Ke Masa
Abu Bakar Ba'asyir, terdakwa terorisme terkait pelatihan militer di Aceh, menghadapi vonis pagi ini, Kamis (16/6/2011). Ratusan pendukung Baasyir sudah memadati Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sejak pagi hari.
Ini bukan vonis pertama bagi Ba'asyir. Sejak zaman Soeharto, Ba'asyir sudah mencicipi sidang di meja hijau. Sidang perdana terjadi pada 1983. Saat itu, Ba'asyir ditangkap, dan mau tak mau menjalani sidang atas dugaan makar karena menolak asas tunggal Pancasila. Tindakan ini berbuntut pada ganjaran hukum selama sembilan tahun penjara.
Tak mau menjadi bulan-bulanan hukum Orde Baru, Ba'asyir yang membawa kasusnya pada tingkat kasasi. Selanjutnya ia hijrah ke Malaysia. Dia hijrah bersama Ustadz Abdullah Sungkar pada 11 Februari 1985, menuju kawasan Kuala Pilah, Negeri Sembilan, Malaysia dengan bantuan tidak langsung seorang tokoh Masyumi, Muhammad Natsir.
Lepas dari hukum Orde Baru, Baasyir yang kembali ke Indonesia. Pada tahun 2002, ia menjadi sasaran tembak aparat penegak hukum. Pada 28 Oktober 2002, polisi menjemput paksa Ba'asyir yang tengah terbaring sakit di RS PKU Muhammadiyah, Solo. Ba'asyir dipaksa ke Jakarta.
Jalani persidangan, akhirnya pada 2 September 2003, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Ba'asyir selama empat tahun. Hakim menilai Ba'asyir melanggar Pasal 107 ayat 1 KUHP karena berupaya menggoyahkan pemerintahan yang sah dan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian. Ia masuk dan keluar wilayah Indonesia tanpa melapor pejabat Keimigrasian.
Ba'asyir melalui kuasa hukumnya pun melawan. Hingga akhirnya pada 10 November 2003, Pengadilan Tinggi menurunkan hukuman Ba'asyir menjadi tiga tahun penjara. Dugaan Ba'asyir terlibat aksi makar dianggap tidak terbukti. Hukuman hanya diberikan lantaran Ba'asyir melanggar Keimigrasian. Pelanggaran KTP.
Putusan Pengadilan Tinggi pun diikuti Mahkamah Agung. Pada tingkat kasasi, MA kembali menurunkan hukuman Ba'asyir menjadi satu setengah tahun penjara pada 3 Maret 2004.
Baru saja lepas dari jeruji, pada 30 April 2004, Ba'asyir kembali dijemput paksa polisi. Ia dituding sebagai salah satu tersangka tindak pidana terorisme terkait peledakan bom Hotel JW Marriott dan bom Bali.
Setahun menjalani sidang, pada 3 Maret 2005, majelis hakim memvonisnya 2,5 tahun penjara. Ia dianggap terbukti terlibat permufakatan jahat untuk melakukan aksi bom di Jalan Legian, Kuta, Bali. Ba'asyir yang menjalani hukuman penjara selama 2 tahun 2 bulan, akhirnya bebas pada 14 Juni 2006.
Terakhir seluruh kasus Ba'asyir dibersihkan 100% dari seluruh kasus peledakan bom dan tindak pidana terorisme setelah dengan suara bulat, Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan pemimpin Pondok Pesantren Almukmin, Ngruki, Solo, Jawa Tengah, itu terkait serangkaian kasus ‘bom teroris’ di Indonesia beberapa tahun silam.
Saat itu, Majelis Hakim memutuskan—tanpa ada pendapat berbeda (dissenting opinion)—bahwa Ba`asyir dibebaskan dari segala tuduhan terlibat dalam pemboman di Bali dan Hotel JW Marriott (Jakarta), berdasarkan keterangan dari 30 saksi. ‘’Dari saksi-saksi itu, dinyatakan Ba’asyir tidak terlibat dalam kasus bom,’’ tandas German, Hakim MA saat itu pada tahun 2006. Artinya Ba'asyir tidak pernah bersalah.
Empat tahun berselang, pada 9 Agustus 2010, Ba'asyir kembali ditangkap. Densus 88 menjegatnya di daerah Banjar Patroman, Jawa Barat. Ia ditangkap paksa saat dalam perjalanan menuju Solo, Jawa Tengah. Baasyir ditangkap bersama Aisyah binti Abdurrahman dan sebelas orang yang mendampingi perjalanannya. (muslimdaily)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!