Oleh: Hana Annisa Afriliani, S.S
(Penulis Buku dan Aktivis Dakwah)
Perundungan di kalangan pelajar belakangan ini kian marak diberitakan media. Mereka tak hanya merundung secara verbal, namun juga fisik. Mirisnya, banyak yang berujung pada cacat fisik bahkan hilangnya nyawa. Mirisnya, aksi perundungan dipicu oleh hal-hal sepele bin receh.
Sebagaimana terekam dalam video yang viral beberapa waktu lalu, pelajar berseragam batik SMP di Cilacap melakukan perundungan terhadap seorang pelajar lainnya hanya karena tersinggung korban mengaku sebagai anggota geng Basis. Pelaku yang merupakan anggota geng tersebut pun kemudian memukul dan meendang korban berkali-kali hingga tersungkur. (Tempo.co/29-09-2023)
Kasus perundungan yang tak kalah miris juga terjadi di Kecamatan Pasarwajo, Buton, Sulawesi Tenggara. Seorang siswa kelas satu SD dipaksa minum air kencing oleh empat orang kakak kelasnya. Dia diancam akan dipukul jika tak mengikuti keinginan mereka. (Kompas.com/03-10-2023)
Kasus perundungan juga menimpa seorang remaja putri berusia 16 tahun di Kapubapten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Akibat dihajar secara membabi buta oleh tujuh remaja lainnya, korban tak sadarkan diri dan ditinggalkan di dekat hutan. Beruntung korban ditemukan oleh Lurah Mandati lalu dilarikan ke rumah sakit. Menurut hasil penyelidikan, penyebab perundungan adalah karena tersinggung. (Sindonews.com/06-10-2023)
Sungguh fenomena perundungan di kalangan pelajar hari ini kian memprihatinkan! Tentu saja kita tak boleh menganggap sepele dan mengabaikan hal tersebut, karena sejatinya fenomena perundungan menunjukkan betapa rusaknya generasi hari ini. Bagaimana mungkin akan tercipta peradaban gemilang di masa depan jika perilaku generasinya dihiasi dengan krisis moralitas dan minim akhlak?
Generasi Didikan Sekularisme
Sekularisme yakni paham yang memisahkan agama dari kehidupan yang diterapkan hari ini telah melahirkan generasi yang jauh dari adab. Bagaimana tidak, sistem pendidikan yang ada hari ini tidak menjadikan akidah Islam sebagai fondasi bagi kurikulum dan pengajarannya. Sehingga dalam praktiknya, sistem pendidikan hari ini lebih berorientasi pada nilai akademik semata. Karena output pendidikan diarahkan kepada industri. Artinya, sekolah untuk bekerja. Paradigma itulah yang ditanamkan dalam sistem pendidikan sekuler hari ini.
Harapan mewujudkan generasi yang bertakwa dan berkepribadian Islam pun jauh panggang dari api. Karena tidak ditopang oleh sistem pendidikan yang sahih. Apalagi dengan berganti-gantinya kurikulum pendidikan, menambah masalah di dunia pendidikan. Para guru dan murid baru saja beradaptasi dengan suatu kurikulum pendidikan, sudah berganti kurikulum baru lagi. Bagaimana tidak membingungkan?
Sungguh peran agama sangat penting bagi terciptanya generasi berkualitas. Karena agama merupakan fondasi yang akan membentuk kepribadian seseorang. Maka, sudah selayaknya agama dijadikan pijakan dalam mengarungi bahtera kehidupan. Tapi ironinya sistem hari ini mencukupkan agama di ranah privat individu saja, tidak dipakai dalam mengatur urusan bermasyarakat apalagi bernegara. Termasuk sistem pendidikan, tak menjadikan agama sebagai pijakannya. Meski berlabel sekolah Islam, negara hari ini mengaruskan moderasi beragama dalam kurikulum pembelajaran, sehingga ajaran agama dikerdilkan sebatas hal-hal yang dianggap populis dan sejalan dengan nilai demokrasi. Sebaliknya, ajaran terkait jihad dan Khilafah dianggap ekstrem dan radikal sehingga harus dihapuskan. Miris!
Korban Kapitalisme
Di sisi yang lain, kita bisa melihat bahwa fenomena perundungan yang marak di dunia remaja saat ini tak lepas dari efek kapitalisme yang juga ditetapkan di negeri ini. Impitan ekonomi akibat minimnya peran negara dalam memelihara urusan rakyatnya mendorong para ibu untuk berkiprah di ranah kerja. Sehingga mereka harus meninggalkan fungsi utamanya sebagai ummu wa robbah al-bayt yakni ibu dan manager rumah tangga. Perannya sebagai madrasatul'ula bagi anak-anaknya pun tak berjalan ideal. Akhirnya banyak anak kurang perhatian dan kasih sayang di rumahnya, sehingga mereka melampiaskannya ke dalam perilaku negatif di lingkungan pergaulannya. Termasuk dengan menjadi pelaku perundungan.
Kapitalisme menjadikan kaum ibu meninggalkan fitrahnya, sementara kaum ayah harus banting tulang mencari nafkah sampai memiliki waktu berkualitas untuk membersamai anak-anaknya. Beginilah potret buram kehidupan dalam naungan kapitalisme. Membuat kita hidup jauh dari ideal. Kapitalisme menyumbang lahirnya generasi labil, mudah tersinggung, dan lemah iman.
Akhiri Perundungan dengan Islam
Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur seluruh urusan manusia. Ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam kehidupan, maka akan tercipta SDM berkualitas pembangun peradaban gemilang. Hal itu karena sejatinya aturan Islam bersumber dari sang Pencipta manusia, sudah pasti benar.
Karena sejatinya pemuda merupakan harapan masa depan bangsa. Peradaban gemilang digenggam oleh pemuda yang berkepribadian baik, inovatif, kreatif dan berpemikiran luas. Bahkan Rasulullah saw memuliakan para pemuda yang mendedikasikan masa mudanya untuk beribadah kepada Allah. Sebagaimana hadis Rasulullah saw:
Dari Abu Hurairah dari Nabi saw. bersabda: Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: pemimpin yang adil, seorang pemuda yang menyibukkan dirinya dengan 'ibadah kepada Rabbnya..." (HR. Bukhari)
Oleh karena itu, sudah selayaknya kita menjadikan Islam sebagai satu-satunya aturan bagi kehidupan. Karena dengannya generasi bertakwa dan berkepribadian Islam akan tercipta. Fenomena perundungan pun akan terhapus seketika. Wallahu'alam bis shawab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google