Home | Redaksi | Advertisement | Kirim Naskah | Pedoman Pemberitaan Media Siber
Facebook RSS
3.806 views

Nirempati Ibu Pejabat terhadap Kesusahan Rakyat

 
Oleh: Hana Annisa Afriliani, S.S
(Aktivis Muslimah dan Penulis Buku) 
 
Beberapa minggu terakhir ini minyak goreng menjadi primadona. Kehadirannya dirindu, terutama oleh kaum ibu. Apalagi beberapa waktu lalu, minyak goreng sempat hilang dari peredaran pasca pemerintah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) yakni Rp14.000/liter. Walhasil, pemandangan kaum ibu yang berdesakan antre untuk mendapatkan setidaknya 2 liter minyak goreng pun jamak terekam lensa kamera. Wajah-wajah mereka menampilkan cemas sekaligus harap. Betapa tidak, minyak goreng adalah kebutuhan dapur yang hampir tak bisa dilepaskan dari setiap rumah tangga.
 
Namun, pada 15 Maret 2022 akhirnya pemerintah mencabut HET minyak goreng dan menyerahkannya kepada mekanisme pasar. Hal itu tertuang dalam surat Edaran No 9/2022 tentang Relaksasi Penerapan Harga Minyak Goreng Sawit Minyak Goreng Kemasan Sederhana dan Kemasan Premium.  Alasannya, agar kelangkaan minta goreng bisa teratasi. Dan, bumm! Sehari setelahnya minyak goreng kembali tampil ke muka publik.
 
Tak perlu lagi antre sebab hadirnya telah memenuhi rak-rak supermarket. Namun, harganya melambung tak terbendung. Tak tanggung-tanggung, harganya tembus Rp20.000,- per liter, bahkan di beberapa daerah mencapai Rp30.000,- per liter. Sungguh, menjadi mimpi buruk jelang bulan suci Ramadan. Betapa tidak, suguhan bakwan goreng dan teman-temannya terancam hilang saat buka puasa, berganti singkong rebus atau pisang kukus jika harga minyak terus merangkak naik. 
 
Namun demikian, di tengah jeritan akibat ledakan harga minyak goreng, masih ada sebagian kalangan yang menyikapi santai fenomena demikian. Berbagai narasi pun dilontarkan yang sekilas tampak benar. Intinya, kubu santai ini merasa tak terlalu butuh "sang primadona", toh masakan bisa tetap terhidang meski tanpa hadirnya. Kubu ini sepertinya terlupa akan hadirnya sebuah empati. Bahkan mirisnya pejabat negeri ini pun ada yang turut menempel ke kubu ini, "Memang kerjaannya ibu-ibu menggoreng terus? Kan bisa masak direbus." Sungguh nirempati bukan? 
 
Padahal jika kita mau melirik sedikit saja sekitar kita, nasib para pedagang makanan, khususnya yang membutuhkan minyak goreng untuk memproduksi makanannya, kenaikan harga minyak goreng tentu menjadi guncangan. Betapa tidak, kenaikan harga minyak goreng yang melejit, tentu akan memengaruhi harga jual dagangan mereka. Mau tak mau, harga jual harus sedikit dikerek naik. Jika tidak, tentu saja pedangan tersebut akan merugi.
 
Resikonya, naiknya harga jual tentu menyebabkan berkurangnya jumlah pembeli. Bukankah pandemi sudah berdampak pada melemahnya daya beli? Jika ditambah dengan kebaikan harga-harga, terutama pangan, tentu sangat memukul nadi kehidupan rakyat. Ironis! 
 
Jadi, semestinya kubu ini perlu kembali melihat lebih jeli dengan hati. Persoalan minyak goreng bukan sekadar persoalan individual, melainkan persoalan kolektif. Butuh rasa empati yang pada akhirnya menghadirkan kepedulian untuk mengkritisi. Bagaimanapun negeri ini merupakan produsen sawit terbesar di dunia dengan total produksi sebanyak 43,5 juta ton per tahun. Maka, menjadi ironi tatkala rakyatnya harus antre sepanjang hari bahkan berdesakan berjam-jam. 
 
Mungkin inilah konsekuensi logis dari negeri yang bergantung pada impor, meski sebetulnya di dalam negeri mampu memproduksinya. Jika kita tarik kembali ke awal mula drama minyak goreng ini dimulai, tentu kita akan mengendus jeratan impor yang memengaruhi stabilitas harga di dalam negeri. Ya, harga minyak goreng di dalam negeri melonjak pasca naiknya CPO (Crude Palm Oil) alias minyak sawit mentah di pasar internasional pada pertengahan Januari lalu. Sejak itulah drama minyak goreng pun di mulai.
 
Sungguh, pada akhirnya kita tak boleh menjadi apatis, melainkan perlu mengasah empati demi mengurai fenomena yang semestinya tak perlu ada di negeri produsen sawit terbesar ini. Setidaknya dengan tumbuhnya empati, kita akan memahami persoalan mendasar dari fenomena sang primadona. Lantas, sikap apatis berubah menjadi kritis. Tak sekadar berpikir tentang "saya", namun berpikir tentang "kita" sebagai anak bangsa dari negeri yang kaya raya gemah ripah loh jinawi. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
 
Ilustrasi: Google

Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!

Muslimah lainnya:

+Pasang iklan

Gamis Syari Murah Terbaru Original

FREE ONGKIR. Belanja Gamis syari dan jilbab terbaru via online tanpa khawatir ongkos kirim. Siap kirim seluruh Indonesia. Model kekinian, warna beragam. Adem dan nyaman dipakai.
http://beautysyari.id

Cari Obat Herbal Murah & Berkualitas?

Di sini tempatnya-kiosherbalku.com. Melayani grosir & eceran herbal dari berbagai produsen dengan >1.500 jenis produk yang kami distribusikan dengan diskon sd 60% Hub: 0857-1024-0471
http://www.kiosherbalku.com

Dicari, Reseller & Dropshipper Tas Online

Mau penghasilan tambahan? Yuk jadi reseller tas TBMR. Tanpa modal, bisa dikerjakan siapa saja dari rumah atau di waktu senggang. Daftar sekarang dan dapatkan diskon khusus reseller
http://www.tasbrandedmurahriri.com

NABAWI HERBA

Suplier dan Distributor Aneka Obat Herbal & Pengobatan Islami. Melayani Eceran & Grosir Minimal 350,000 dengan diskon s.d 60%. Pembelian bisa campur produk >1.300 jenis produk.
http://www.anekaobatherbal.com

Innalillahi..!! Ustadzah Pesantren Tahfizh Kecelakaan, Kepala Gegar Otak Koma 5 Hari

Innalillahi..!! Ustadzah Pesantren Tahfizh Kecelakaan, Kepala Gegar Otak Koma 5 Hari

Ustadzah Salma Khoirunnisa, salah satu pengajar di Pesantren Tahfizul Quran Darul Arqom Sukoharjo mengalami kecelakaan. Kondisinya masih belum sadar, dan sempat koma selama 5 hari karena diperkirakan...

Tutup Tahun Dengan Bakti Sosial Kesehatan di Pelosok Negeri

Tutup Tahun Dengan Bakti Sosial Kesehatan di Pelosok Negeri

Diawali dengan berniat karena Allah, berperan aktif menebarkan amal sholeh dan turut serta membantu pemerintah memberikan kemudahan kepada umat mendapatkan pelayanan kesehatan, maka Ulurtangan...

Ayah Wafat, Ibu Cacat, Bayu Anak Yatim Ingin Terus Bersekolah

Ayah Wafat, Ibu Cacat, Bayu Anak Yatim Ingin Terus Bersekolah

Rafli Bayu Aryanto (11) anak yatim asal Weru, Sukoharjo ini membutuhkan biaya masuk sekolah tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama). Namun kondisi ibu Wiyati (44) yang cacat kaki tak mampu untuk...

Program Sedekah Barang Ulurtangan Sukses Menyebarkan Kasih dan Berkah Bagi Muallaf di Kampung Pupunjul

Program Sedekah Barang Ulurtangan Sukses Menyebarkan Kasih dan Berkah Bagi Muallaf di Kampung Pupunjul

Alhamdulillah, pada Sabtu, (18/11/2023), Yayasan Ulurtangan.com dengan penuh rasa syukur berhasil melaksanakan program Sedekah Barangku sebagai wujud nyata kepedulian terhadap sesama umat Islam....

Merengek Kesakitan, Bayi Arga Muhammad Tak Kuat Perutnya Terus Membesar. Yuk Bantu..!!

Merengek Kesakitan, Bayi Arga Muhammad Tak Kuat Perutnya Terus Membesar. Yuk Bantu..!!

Sungguh miris kondisi Arga Muhammad Akbar (2) anak kedua pasangan Misran dan Sudarti ini, sudah sebulan ini perutnya terus membesar bagai balon yang mau meletus. Keluarganya butuh biaya berobat...

Latest News

MUI

Sedekah Al Quran

Sedekah Air untuk Pondok Pesantren

Must Read!
X