Rabu, 15 Jumadil Awwal 1446 H / 12 Februari 2020 06:22 wib
5.143 views
Perceraian Marak, Keluarga Jadi Rusak
Oleh:
Dwi Maria
“Harta yang paling berharga adalah keluarga
Istana yang paling indah adalah keluarga
Puisi yang paling bermakna adalah keluarga
Mutiara tiada tara adalah keluarga”
Penggalan lirik lagu dari theme song sinetron lama yang berjudul “Keluarga Cemara” menggambarkan betapa berharganya keutuhan sebuah keluarga, yang seharusnya terus dijaga dan dipertahankan.
Setiap orang membutuhkan keluarga sebagai tempat untuk pulang dan berlindung. Tak peduli seberapapun teman yang dimiliki dan sebesar apapun uang dan harta yang dihasilkan setiap bulannya, tetaplah keluarga adalah harta di atas itu semua.
Keluarga juga merupakan lembaga pendidikan (sekolah) pertama untuk mendidik anak. Jika keluarga bisa berjalan harmonis dan setiap anggotanya bisa menjalankan perannya dengan baik dan maksimal, maka bisa diharapkan akan terlahir para generasi unggul dan tangguh, demikian pula sebaliknya.
Sebagaimana firman Allah SWT, “Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran Kami bagi orang-orang yang bersyukur”(QS. Al-a’raaf: 58).
Setiap keluarga pasti menginginkan hidup harmonis dan bahagia. Setiap pasangan suami istri saling melengkapi dan berusaha mencapai sakinah, mawadah, warohmah. Namun, ketenteraman hidup berkeluarga menjadi hal yang amat sulit di zaman kapitalisme saat ini. Berbagai permasalahan yang muncul mengakibatkan kurang harmonisnya hubungan suami dan isteri.
Kadang ini terjadi karena kurang terjalinnya komunikasi dan juga banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perselisihan dalam rumah tangga. Salah satunya adalah faktor ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga,perbuatan zina dan adanya Pihak ketiga dalam rumah tangga. Yang ketika faktor-faktor ini tidak segera diatasi bisa membawa pada berakhirnya sebuah perkawinan (perceraian).
Perceraian tak pernah diharapkan setiap pasangan ketika melantunkan janji suci pernikahan. Tapi, pada kenyataannya, banyak yang tak kuat menghadapi rintangan dalam perjalanan panjang mengarungi bahtera rumah tangga. Alhasil, perceraian menjadi jalan keluar yang dianggap terbaik yang belum tentu baik bagi anak-anak mereka.
Angka perceraian yang cukup tinggi dan meningkat tiap tahunnya menandakan menjaga keutuhan rumah tangga saat ini adalah hal yang berat. Hampir setengah juta orang bercerai di Indonesia sepanjang tahun 2018, tepatnya sebanyak 419.268 pasangan bercerai sepanjang 2018. Dari jumlah itu, inisiatif perceraian paling banyak dari pihak perempuan yaitu 307.778 perempuan. Sedangkan dari pihak laki-laki sebanyak 111.490 orang (detik.com, 3/4/2019).
Begitu pun yang terjadi di berbagai daerah di Jawa Timur, berdasarkan data Pengadilan Agama Negeri Gresik per Jumat (17/1/2020), ada 419 perkara yang diterima. Rinciannya, yakni cerai gugat sebanyak 214 dan cerai talak hanya 100 perkara. Sisanya dispensasi kawin. Menurut Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Gresik, Emi Rumhastuti, perceraian di Gresik memang di dominasi oleh perempuan. Mereka menggugat cerai suami karena faktor ekonomi.
Sedangkan Pengadilan Agama Lamongan, selama 2019 telah menangani permohonan perceraian sebanyak 3.113 kasus. Dari data yang ada, alasan ekonomi dan perselingkuhan menjadi penyebab terbanyak kasus perceraian. Jumlahnya mencapai 1.868 kasus. Dari kasus 3.313, sudah terselesaikan di tahun 2019, sebanyak 2.008 kasus. Masih ada 223 kasus yang belum terselesaikan.
Di bulan Januari 2020 sudah masuk ada 300 lebih kasus perceraian yang sudah diproses di pengadilan tersebut. Mazir, petugas Pengadilan Agama Kabupaten Lamongan memang membenarkan, saat ini angka perceraian di Lamongan cenderung meningkat. “Hal ini terlihat di 2019 saja, ada 3.000 lebih kasus yang meliputi berbagai kasus rumah tangga dari kasus gono gini, izin poligami dan kasus lainnya. Sedangkan untuk permohonan perceraian di Lamongan, ada 1068 kasus, dan untuk tahun 2020 ini 300 permohonan yang masuk,” kata Mazir.
Dari ke sekian pemohon perceraian, rata-rata didominasi usia 25 tahun ke bawah. Mazir juga menambahkan dari beberapa alasan yang mengakibatkan perceraian selama ini perselingkuhan yang teratas, disusul kemudian persoalan ekonomi.
Di Pacitan pun tak jauh beda, Pengadilan Agama Kabupaten Pacitan mencatat terjadi tren peningkatan perceraian dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Menurut keterangan Kepala Pengadilan Agama Pacitan, Sumarwan, perkara perceraian yang ditangani PA Pacitan pada tahun 2019 sebanyak 1.458. Angka tersebut naik jika dibandingkan tahun 2018, dimana data tahun 2018, PA Pacitan menangani 1.117 perkara perceraian.
“Dari tahun ke tahun ada kecenderungan untuk mengalami peningkatan,sebagaimana data yang kita sudah laporkan, untuk tahun 2018 itu adalah 1.117, kemudian perkara yang kita terima di tahun 2019 itu adalah 1.458, sehingga peningkatan yang cukup signifikan, dari tahun ke tahun mengalami peningkatan,”kata Sumarwan dalam wawancara khusus dengan Diskominfo Pacitan yang dikutip Pacitanku.com dari laman Youtube Pemkab Pacitan pada Rabu (29/1/2020).
Lebih lanjut, Sumarwan mengatakan kebanyakan kasus yang ditangani jajarannya masih kisaran usia produktif, “Usia para pihak yang melakukan perceraian adalah usia produktif sekitar 20-40 tahun. Wilayah untuk perkara perceraian ini pada umumnya didominasi yang tertinggi adalah kecamatan Tulakan, kemudian yang kedua untuk saat ini di tahun 2019 ini didominasi kecamatan kota,”jelasnya..
Keluarga adalah institusi terkecil dalam masyarakat. Kehancuran keluarga akan berdampak besar bagi masa depan generasi. Meyer Elkin, seorang ahli dalam penelitian masalah keluarga, memperingatkan: ”Kita kini membesarkan generasi anak-anak dari rumah tangga yang terpecah belah—dan menciptakan suatu bom waktu masyarakat.”
Yang memprihatinkan adalah melihat mayoritas perceraian didominasi gugat cerai dari pihak istri karena faktor finansial. Sistem sekularisme yang dianut bangsa ini menjadikan kapitalis mengatur sistem ekonomi mengakibatkan beratnya pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga karena negara abai memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Sistem ekonomi kapitalis membuat kesenjangan sosial kian dalam karena kekayaan hanya dikuasai segelintir orang. Negara pun kurang membuka lapangan pekerjaan yang layak bagi para pencari nafkah.
Akibatnya perempuan yang dipandang sebagai pegiat ekonomi oleh para kapitalis harus ikut bersusah payah mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Perempuan akan semakin banyak yang meninggalkan keluarganya untuk bekerja, baik dalam keadaan terpaksa maupun sukarela. Dengan demikian, akan semakin banyak anak-anak yang kurang mendapat perhatian dan kasih sayang orang tua, sehingga akan semakin marak pula kenakalan anak-anak atau remaja dari mulai berbohong hingga terjerumus dalam kriminalitas serta pergaulan bebas.
Semua malapetaka yang menimpa keluarga muslim bermuara pada tidak dijadikannya hukum-hukum Islam sebagai pedoman dalam kehidupan keluarga-keluarga muslim. Nilai-nilai Islam di tengah keluarga sedikit demi sedikit luntur. Di sisi lain derasnya arus globalisasi yang hakekatnya adalah kapitalisasi dan liberalisasi, turut menggerus nilai-nilai Islam dalam keluarga.
Sistem sekularisme kapitalisme menjadikan ukuran kebahagiaan adalah terpenuhinya materi sebanyak-banyaknya. Dan sistem ini memelihara kondisi lingkungan materialistis dan konsumtif hingga tingkat stres tinggi dialami para suami dan istri mengakibatkan sulitnya tercipta keharmonisan di dalam keluarga, akhirnya keutuhan rumah tangga pun terancam. Keluarga dalam sistem sekular kapitalis jauh dari nilai-nilai agama, hubungan yang terjalin terjebak pada pemenuhan kebutuhan hawa nafsu dan materi semata.
Meski perceraian dibolehkan dalam Islam namun amat dibenci oleh Allah SWT. Sudah seharusnya dari tiap pasangan muslim berupaya menjaga keutuhan rumah tangga. Hingga terlahir generasi terbaik yang akan membawa kemajuan bangsa. Selain dengan memupuk keimanan, ketakwaan, dan kesiapan mengarungi bahtera rumah tangga, negara memiliki peran besar untuk menyelesaikan problem tingginya angka perceraian.
Kebutuhan finansial biasa dijadikan alasan bagi perempuan untuk ikut terjun ke dunia kerja. Namun, ketika gaji yang didapat sudah melebihi gaji suaminya, malah banyak memicu bencana. Islam yang sempurna, mengatur agar kebutuhan finansial setiap individu warganya terpenuhi. Islam yang diterapkan dalam institusi negara, harus menjamin kebutuhan pokok warganya, mengatur kepemilikan di tengah umatnya, menyediakan lapangan pekerjaan, dan menyediakan layanan pendidikan, kesehatan serta keamanan.
Islam memberikan kewajiban untuk mencari nafkah pada kaum pria, bukan perempuan. Islam juga memberikan kewajiban bagi kerabat dekat untuk membantu saudaranya yang kekurangan. Jika kerabat dekatnya juga tidak mampu untuk membantu, maka negara berkewajiban untuk membantu rakyat miskin dengan memberikan zakat. Islam pun mewajibkan semua kaum muslim untuk membantu orang-orang miskin.
Islam juga secara sempurna mengatur peran ayah sebagai pemimpin/kepala rumah tangga yang berkewajiban memenuhi nafkah keluarga dan menjadi imam yang baik bagi istri dan anak-anaknya, menanamkan nilai-nilai Islam agar selamat dari api neraka. Peran istri tak kalah penting , yaitu sebagai ummu warabbatul bait dan madrasah pertama bagi anak-anak serta memberi rasa tenteram dalam rumah. Hubungan suami istri dalam Islam bukan sekedar pemenuhan nafsu dan materi namun hubungan persahabatan saling menyayangi dan menjaga ketaatan kepada Allah agar menjadi pasangan dunia-akhirat.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (TQS. Ar Rum: 21).
Demikianlah penjagaan keutuhan rumah tangga dalam Islam, setiap peran dalam kehidupan dilakukan dalam bingkai ketaatan kepada Allah SWT dan negara berperan besar menjaga keberlangsungan hukum Islam dijalankan dalam seluruh aspek kehidupan. Hingga tercapai keselarasan hidup dalam keluarga dan masyarakat. Wallahu'alam bisshawab.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!