Kamis, 15 Jumadil Awwal 1446 H / 6 Februari 2020 22:32 wib
8.630 views
Abah Hafi, Istri Pertama Mencarikan dan Mengantarkan Istri Kedua Untuknya
Oleh: Fikri Habibullah Muharram
Saya sudah menduga jika pernikahan kedua beliau akan viral lambat laun. Dugaan ini pun akhirnya terjawab dan benar. Bahkan, viralnya melebihi dari yang saya prediksi sebelumnya. Menyeruak dengan cepat. Setelah berkomunikasi melalui sambungan telepon, saya meminta izin kepada beliau untuk bantu sedikit mentabayyun melalui sosial media yang saya miliki. Tak sedikit teman-teman terdekat saya yang juga ingin tahu kebenaran berita ini melalui saya.
Dokumentasi pernikahan kedua beliau banyak membanjiri lini masa sosial media dalam tiga hari terakhir. Jika ada cerita sang isteri meminta sang suami untuk menikah lagi, simak cerita ini dan siapkan secangkir kopi.
Ketahuilah, pria soleh ini akrab disapa Abah Cijeungjing. Ia adalah pimpinan Pondok Pesantren Cijeungjing di Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat. Beliau sosok yang tak ingin terlalu tampil di media. Meski begitu, nama Abah Cijeungjing cukup akrab dikenal oleh banyak ulama-ulama ternama di berbagai wilayah seantro Indonesia. Di antara beberapa hal yang membuat nama beliau dikenal adalah perjuangannya membantu umat dan membantu pesantren-pesantren di berbagai wilayah. Ia juga membuka pengajian dan ta`lim rutin di Cijeungjing dan beberapa tempat lainnya. Dakwahnya luar biasa. Jamaahnya pun tak terbendung jika beliau sedang mengisi kajian dan ta`lim.
Beberapa kali saya silaturahmi ke kediaman beliau. Berbincang layaknya keluarga dengan ibunda dan isteri beliau pertama beliau. Ulama yang memiliki nama asli Hafi Muhammad Kafi Firdaus ini adalah putra dari Alm. KH. Aceng Masduki, sang pentahbis Salawat Wabaarik yang memiliki puluh ribuan pengikut hingga saat ini. Saya paham betul bagaimana kesolehan beliau dalam mewakafkan waktu dan pikiran untuk membangun pondasi ekonomi umat. Ada banyak hal yang beliau korbankan demi perjuangan agama melalui pesantren dan baitul maal bernama Ku Ka yang tengah dirintisnya.
Singkat cerita, prosesi pernikahan kedua beliau yang diselenggarakan pada tanggal 2 Februari 2020 di Jombang – Jawa Timur ini pun viral. Abah Cijeungjing tak tahu jika namanya melambung di jagat raya sosial media. Komentar liar nitizen pun akhirnya mengalir. Ada yang mendoakan dan kagum. Tak sedikit juga ada yang ‘nyinyir’ dan memfitnah dengan tuduhan tak berdasar sembari membawa sedikit perasaan.
Beliau bercerita kepada saya jika pernikahan keduanya adalah mutlak atas permintaan sang isteri pertama. Abah Cijeungjing sendiri tak menghendaki, berharap, apalagi meminta ini. Beliau merasa sudah bahagia dan bersyukur dengan apa yang Allah berikan kepadanya. Sebab, yang ada di pikiran beliau adalah bagaimana bisa memajukan umat Islam dengan konsep baitul maal Ku Ka. Ku Ka diambil dari bahasa Sunda, berarti Ku Allah Ka Allah. Dari Allah untuk Allah. Itulah nama baitul maal Ku Ka.
Hari-hari beliau dihabiskan penuh untuk mengurus umat melalui Pesantren Cijeungjing dan Ku Ka. Di usia beliau yang masih muda, 29 tahun, namanya begitu kharismatik di kalangan ulama. Namanya mulia karena perjuangan dan ilmu yang dimilikinya.
Isteri beliau pun merasa iba. Ia tak tega melihat sang suami letih mengurusi umat. Hari-harinya lebih banyak di luar untuk kepentingan umat. Sang isteri mengatakan jika beliau harus memiliki asisten pendamping hidup kedua yang bisa mambantu perjuangan beliau. Awalnya, Abah Hafi menolak. Ia sudah cukup bahagia dengan isteri pertama. Namun berkali-kali isteri pertama meyakinkan bahwa menikah lagi akan sangat membantu perjuangannya. Abah lagi-lagi menolak. Rupanya perjalanan waktu tak mengendurkan niat sang isteri untuk memberikan keyakinan bahwa pernikahan kedua adalah solusi terbaik untuk perjuangan dakwah. Abah Hafi tetap menolak.
“Karena isteri keras meminta, saya coba mengalah dan berikan pengertian. Saya bilang ke isteri, kalau memang saya harus menikah lagi, silakan neng yang mencarikan calonnya. Saya tidak ada waktu untuk mengurus ini. Ternyata di luar pengetahuan saya, isteri saya benar-benar mencarikan calonnya. Saya tidak tahu-menahu awalnya sampai semuanya terjadi. Dia yang mencari, dia yang mengatur proses walimahnya, dia yang meyakinkan, dia yang siapkan keperluan semuanya. Itu prosesnya tidak sebentar. Saya juga yakinkan lagi, kalau neng nanti takut kecewa sebaiknya dibatalkan. Tapi isteri saya ‘keukeuh’, saya harus menikah lagi. Dia yang menggaransi, mengurusi, menjamin. Dia tak mau bebankan saya dengan ini. Dia ingin saya bisa terbantu untuk mengurus perjuangan umat,” ujar Abah Hafi saat berbincang dengan saya.
Pria yang dikaruniai dua orang putera dan puteri ini pun pasrah. Ia mengikuti kehendak isteri. Pada akhirnya ia menerima. Sebab, orientasi Abah Hafi sesungguhnya adalah bagaimana mencari ridho Allah SWT dengan memberdayakan ekonomi umat Islam. Menikah, kata Abah Hafi, hanya salah satu jalan dan wasilah yang harus ditempuh untuk perjuangan membantu Umat Islam.
“Menikah ini bukan tujuan. Menikah hanya wasilah dan sarana. Tujuan saya tetap membantu umat. Ya kalau memang salah satu jalannya harus dengan ini, kenapa tidak? Toh tujuannya tetap dari Allah dan untuk Allah,” tegasnya.
Jelang detik-detik proses akad nikah yang diselenggarakan di Jawa Timur, Abah Hafi bercerita jika pernikahan itu sebenarnya tidak dirayakan terlalu ‘wah’. Hanya mengundang keluarga terdekat saja. Yang jadi masalah adalah, selama proses perjalanan besan dari Jawa Barat ke Jawa Timur, salah satu keluarga beliau mengambil beberapa dokumentasi foto dan video sepanjang perjalanan. Abah Hafi dan isteri tak menyadari momen ini selama dalam perjalanan. Ada beberapa momen terekam di dalam kendaraan ketika isteri beliau sedang manja, menyuapi makanan, bersandar, dan bergenggam tangan. Puncaknya adalah jelang detik-detik pernikahan, ketika sang isteri pertama meraih tangan calon isteri kedua untuk menghantarkan kepada suaminya di meja pelaminan. Dalam beberapa video, momen ini jelas tertangkap.
Sang dokumentator yang juga masih keluarga beliau sebenarnya bermaksud merekam dokumentasi itu untuk arsip pernikahan keluarga saja. Ia tak kepikiran untuk memviralkan. Yang menjadi persoalan, ia mengabadikan momen itu di dalam platform sosial media bernama Tik-Tok yang followersnya hanya 20 orang. Sedikit kok. Ia berasumsi tak mungkin viral. Sekedar mengabarkan ke pengikut terdekat dan keluarga saja. Sudah!
Namun siapa sangka, dalam waktu dua hari, pengikut akun Tik-Toknya bertambah menjadi ribuan dan akhirnya menyebar ke seluruh platform sosial media seperti Facebook, Twitter, dan Instagram. Dari sinilah cerita sesungguhnya dimulai. Nama Abah Hafi atau Abah Cijeungjing viral dimana-mana. Sosok di balik penjemputan dan akad nikah isteri kedua itu dicari tahu nitizen. Abah Hafi mengatakan kepada saya jika dirinya banyak dihubungi wartawan media cetak, online, dan televisi nasional yang menghubungi dan ‘kepo’ ada apa sesungguhnya di balik proses pernikahan kedua Abah Hafi.
Dalam waktu dekat, rencananya beliau akan meluruskan hal ini ke khayalak publik dan media agar tidak ada salah paham dan menimbulkan fitnah. Beliau ingin menutup pintu mafsadat dan mentabayyun komentar miring yang disematkan kepadanya. Beliau menegaskan sekali lagi, pernikahan hanyalah wasilah dan jalan. Bukan tujuan dan bukan akhir dari segalanya. Tujuan sesungguhnya adalah mencari ridho Allah SWT melalui dakwah perjuangan menolong umat dengan baitul maal Ku Ka yang tengah dirintinsya.
Beliau hanya seorang santri, hidupnya adalah untuk ilmu dan umat. Saya yakin, artikel yang saya tulis pada Kamis, 6 Februari 2020 ini akan dibaca dengan dua perspektif oleh kaum hawa.
Pertama, dibaca melalui akal dan nalar yang logis. Semua tentu memahami kemuliaan di balik proses pernikahan kedua Abah Hafi atau Abah Cijeungjing. Apresiasi untuk isteri pertama beliau, Bunda Kanzan, yang rela mempersiapkan segala proses dari awal sampai terselenggara akad nikah. Masih ada wanita yang ikhlas mencarikan untuk suami tercintanya isteri kedua. Bunda Kanzan adalah sejarah, bahwa ibadah dan ridho-Nya adalah kesemestaan yang dicari para insan di muka bumi. Salah satu jalannya adalah mempersembahkan isteri kedua untuk sang suami.
Kedua, tulisan ini dibaca dengan perasaan cemburu dan pikiran pendek seperti kutipan salah satu nitizen yang memviralkan, “Dih, aing mah embung caroge aing kawin deui. Moal kapikiran ku aing mun culamitan metmet kitu. Leheung aing dicerekeun tibatan kawin deui mah. Te kakara ku perasaan dina hate,” tah tah tah! Tetap saja, harus memahami perasaan wanita dengan bijak. Komentar nitizen tergantung kedalam berpikirnya.
Abah Hafi sudah melakukan apa yang semestinya ia lakukan, tanpa melanggar hak-hak syariat dan tak ada perasaan siapapun yang ia lukai. Bahkan, semuanya bahagia.
Sekali lagi, viralitas yang tengah dirasakan Abah Hafi saat ini bukan bagian dari rencana. Semua tanpa sengaja. Mungkin Tuhan sudah berkehendak demikian. Abah Hafi tetap konsisten dengan jalan dakwahnya. Statement tabayyun visual yang lebih lengkap akan menyusul melalui layar kaca, insya Allah.
Paling tidak, cerita beliau bisa jadi pelajaran bahwa "yang benar seperti ini". Begitulah cara seorang lelaki menyayangi isteri. Sekali lagi, sayang isteri. Sayang isteri. Maaf buat yang masih jomblo yah. Tak ada maksud melukai.
Tulisan ini sudah mendapatkan izin dari Abah Cijeungjing. Dari saya, Fikri Habibullah Muharram. Murid, sahabat, rekan, teman jalan, dan ikhwah fid diin beliau.
Bila ingin bantu beliau, doakan dan bantulah perjuangan Baitul Maal Ku Ka beliau. Itu lebih baik. (rf/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!