Jum'at, 23 Jumadil Awwal 1446 H / 21 Desember 2018 22:52 wib
5.715 views
Dear PSI, Jangan Pusingkan Kami yang Berpoligami
Oleh:
Helmiyatul Hidayati, Blogger profesional dan praktisi poligami
TIDAK biasanya, poligami menjadi perbincangan panas bukan karena AA Gym, Opick dan Ustaz Arifin Ilham. Kali ini oleh sebuah partai baru lahir bernama Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Adalah Grace Natalie, ketua umum partai tersebut yang memberi pernyataan tidak akan mendukung poligami.
Bila ini adalah pernyataan pribadi seorang Non-Muslim, bisa kita pahami bahwa ada faktor ‘ketidakmengertian’ pada diri orang tersebut. Mungkin, ini perbedaan pemahaman, sudut pandang dan memberikan kita pelajaran agar tidak mudah berkomentar terhadap urusan dapur yang bahkan kita tidak tahu dimana letaknya, apa isinya serta aktivitas apa saja yang terjadi di sana (dibaca: poligami dalam Islam).
Rakyat Indonesia tidak asing dengan kata poligami. Ini adalah sebuah konsep keluarga di dalam Islam dimana seorang suami boleh memiliki istri maximal 4 (empat) wanita. Hukum poligami adalah mubah, status hukum ini berarti boleh dilakukan, boleh juga tidak dilakukan. Tidak ada konsekuensi pahala atau dosa terhadap aktivitas yang dihukumi mubah. Dengan kata lain, ini adalah pilihan
(Catatan: Ulama lain ada yang berpendapat sunnah, namun tidak ada ulama yang mengharamkan poligami).
Bahkan kita pun tidak akan menampik, bahwa RA. Kartini yang sampai detik ini kita anggap sebagai pahlawan emansipasi wanita di Indonesia adalah seorang praktisi poligami juga. Prestasinya yang gemilang telah membuktikan bahwa poligami tidak menghambatnya.
Poligami juga bukan hal baru. Jauh sebelum Islam datang, sudah biasa bagi lelaki untuk memiliki lebih dari 1 (satu) istri. Karena tidak jelasnya aturan, umumnya para wanita pun tersakiti, anak-anak terlantarkan. Tidak ada definisi adil yang tepat, tidak ada standar hak dan kewajiban antara suami dan istri. Hal ini pun menyebabkan “branding” lelaki beristri lebih dari satu menjadi buruk dari masa ke masa.
Media pun memberi banyak pengaruh bagaimana pandangan buruk tentang poligami sukses terbentuk hampir di setiap benak wanita. Drama-drama yang paling banyak dilihat adalah drama-drama yang menggambarkan bahwa cinta atau kesetiaan itu hanyalah pada satu pasangan saja. Bahkan seringkali kita jumpai cinta ‘sehidup-semati’. Juga isu timpang mengenai kesetaraan gender yang digembosi oleh kaum feminisme menambah citra buruk poligami.
Di sinilah kami rasa letak perbedaan pemahaman tentang cinta. Di dalam Islam, cinta sejati adalah kepada Ya Rabbi yang satu. Cinta ini memiliki konsekuensi untuk taat, tunduk dan patuh kepada Allah SWT. Termasuk segala syariat yang datangnya dari Allah SWT, dimana salah satunya adalah poligami.
Karena itu dikatakan di dalam Islam bahwa menikah adalah ibadah. Seperti yang kita tahu bahwa bila sesuatu bernama ibadah maka ada hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta. Bila dalam pernikahan seorang wanita mengharapkan kemudahan dunia, misalkan perbaikan ekonomi, perbaikan keturunan atau perhatian, maka saat semua itu tak di dapat, wanita pun akan merasa ditelantarkan. Untuk mencegah semua hal itu, maka Islam pun memberikan peraturan, ditetapkannya hak dan kewajiban bagi suami dan istri. Bila masih terjadi kemudharatan, itu terjadi karena ada pelanggaran peraturan, bukan karena poligaminya.
Seringkali, banyak orang dan mungkin termasuk kader PSI mengganggap bahwa pernikahan kedua dst seorang suami dengan selingkuhannya disebut poligami. Jelas, rumah tangga yang dimulai dengan cara seperti ini akan sulit atau bahkan tidak akan mampu mencapai sakinah. Padahal Islam telah mengatur dengan ketat pergaulan pria dan wanita. Juga syariat mengenai pernikahan.
Bertambahnya istri seorang suami, tidak lantas membuat hak dan kewajibannya menjadi berkurang dan memiliki tingkat prioritas. Misalnya istri pertama dianggap istri utama dan diprioritaskan dalam segala hal atau sebaliknya. Semuanya berhak mendapat perlakuan yang ma’ruf dari suaminya dan berhak atas nafkah sesuai kebutuhannya. Bahkan seorang suami dilarang menunjukkan kecenderungannya di depan istri yang lain atau di depan umum untuk menjaga perasaan. Sebuah hadits menyatakan, “Barang siapa yang memiliki dua istri dan ia lebih cenderung terhadap salah satu daripada yang lainnya, pada hari Kiamat, ia akan menyeret salah satu dari kakinya yang jatuh atau bengkok.” (HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya).
Memang benar tidak mengapa seorang suami menikah lagi tanpa seizin istri pertamanya, namun tidak pernah Rasulullah atau para sahabat mencontohkan untuk menyembunyikan istri yang baru dinikahinya. Mereka juga memiliki hak untuk dikabarkan dan diterima di keluarga selayaknya istri pertama. Dan ini merupakan tugas suami memberikan pemahaman.
Kurang tepat pula pernyataan yang mengatakan, “tidak ada wanita yang mau dimadu” karena kenyataannya terkadang banyak pula istri pertama yang mau terlibat secara sukarela dalam proses pernikahan kedua suaminya, dari mencarikan calon, melamar hingga mendampingi ke pernikahan. Seperti kakak madu dari penulis artikel ini.
Rumah tangga apapun, baik monogami maupun poligami pasti akan menghadapi masalah. Bahkan di beberapa daerah, yang menjadi faktor perceraian paling besar bukanlah poligami. Misalnya di daerah Karawang, pada semester pertama tahun 2018 saja, media sosial menjadi faktor utama perceraian (idntimes.com).
Di Cianjur Jawa Barat, pengadilan agama mencatat ada 6.000 perkara perceraian yang masuk. Jumlah sebanyak itu hanya terjadi dalam kurun waktu dari Januari hingga Juli saja. Penyebabnya adalah faktor ekonomi yang berujung pada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) (detikfinance.com).
Pada tahun 2017 ada 5.740 janda baru di Jember Jawa Timur, dimana faktor ekonomi menjadi penyebab utamanya. Angka fantastis ini meningkat sekitar 0,5% dari jumlah tahun sebelumnya. Sementara faktor penyebab perceraian kedua adalah kecemburuan, diikuti perselisihan rumah tangga sebagai penyebab perceraian.
Semua pembahasan problematika keluarga akibat penindasan, kekerasan, pengabaian anak-anak dan broken home, dibuat seolah-olah muncul hanya pada keluarga yang memiliki istri kedua! Padahal itu tidak benar adanya. Bahkan poligami memiliki dampak positif, dapat kita lihat maraknya “istri simpanan” hanya terjadi pada masayarakat yang mempersulit atau bahkan melarang pernikahan poligami (infomuslimahjember.com).
Poligami pun bisa menjadi solusi untuk beberapa masalah misal istri tidak subur, sakit, reproduksi dalam suatu bangsa serta ketidakseimbangan jumlah laki-laki dan perempuan.
Sesungguhnya jumlah rumah tangga poligami di Indonesia tidak sebanyak rumah tangga monogami. Bila sebuah partai memang ingin memperhatikan kesejahteraan perempuan, seharusnya menciptakan program yang bisa menghapus kesetaraan gender. Karena kesetaraan gender apalagi dalam sistem kapitalis hanya membuat perempuan tidak lebih menjadi sebuah komoditas dan mesin ‘pencetak uang’. Pelacuran dan perbudakan perempuan dalam dunia kerja jauh lebih mendatangkan kemudharatan dan kemelaratan bagi perempuan. Sementara poligami adalah salah satu cara mengangkat kehormatan wanita karena berada dalam perlindungan seorang wali.
Terlebih lagi bagi seorang muslim, baik dan buruk itu berdasarkan syariah Allah, bukan berdasarkan perasaan atau pemikiran yang dipengaruhi oleh hawa nafsu. Jadi PSI tidak perlu memusingkan wanita-wanita yang dipoligami sesuai dengan tuntunan Islam, karena selama mereka berpegang teguh pada agama-Nya mereka pasti baik-baik saja. Allahu A’lam.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!