Rabu, 15 Jumadil Akhir 1446 H / 20 April 2016 11:55 wib
10.136 views
Ketika Musa Menjadi Teladan, Bagaimana dengan Anak-anak Kita?
Membaca keberhasilan Musa dan prestasinya dalam hapalan Quran tingkat dunia membuat kita semua bangga. Banyak dari kita akhirnya berusaha ingin tahu bagaimana pola didik orang tuanya sehingga Musa menjadi hebat seperti itu. Sang ayah pun membeberkan rahasianya. Disiplin yang cukup ketat diterapkan termasuk selektif memilih teman, membatasi jam bermain dan tidak menonton TV sama sekali.
Ribuan komentar menyatakan ingin sekali anaknya mengikuti jejak Musa tersebut. Ya...siapa sih yang tak menginginkan anak salih hapal Quran? Syafaat anak hapal Quran bahkan bisa membawa orang tua ke surga dan menghadiahinya dengan mahkota surga yang indah. Masya Allah.
Orang tua pun berlomba-lomba ingin anak seperti Musa. Bagus. Tak ada yang salah. Tapi bukannya mendidik sendiri sebagaimana resep yang diberikan oleh ayah Musa, para orang tua malah sibuk mencari lembaga pendidikan Islam terpadu yang bisa mencetak anak-anak seperti Musa. Sah-sah saja. Karena berusaha meniru kebaikan agar tertular kebaikan tersebut adalah sesuatu yang baik juga.
Hal ini hanya mengingatkan saya pada kata-kata seorang teman terkait dengan pola didik yang diterapkan pada anaknya.
“Tak ada peranku untuk membentuk anak-anak menjadi baik kecuali minta bantuan dengan sangat pada Allah. Lha kualitasku sendiri saja masih seperti ini. Jadi ya yang bisa kulakukan hanya memaksimalkan ikhtiyar dalam memotivasi mereka dalam menghapal Quran. Selebihnya biar Allah saja yang menyempurnakan apa yang aku dan anak-anakku lakukan.”
...Karena ketatnya tips yang diberikan ayah Musa tak mungkin bisa berhasil apabila tidak ada campur tangan Allah di dalamnya...
Maksudnya begini, sang teman ini sendiri bukan pasangan hafidz-hafidzah. Sehingga rasanya tak adil apabila memaksakan anaknya harus menjadi hafidz-hafidzah. Jadi apa yang dia lakukan ‘hanyalah’ memotivasi anaknya. Selebihnya biar sang anak sendiri yang menumbuhkan keinginan itu tanpa merasa ada paksaan. Dan satu hal yang selalu ditekankan berulang-ulang oleh sang teman ini adalah doa yang tak putus dan menyandarkan diri pada Allah akan keinginan memunyai anak yang salih dan salihah. Karena betapa banyak para orang tua merasa bahwa anaknya jadi begini dan begitu itu karena perannya semata. Mereka lupa bahwa ada Allah yang membuat semuanya itu terjadi.
Di sinilah yang mungkin bisa menjadi pembelajaran bagi kita. Selain tips yang diberikan ayah Musa, mungkin saja ada tips lain dari orang tua yang sosoknya tidak tersekspos media. Atau bahkan mungkin kita sendiri memunyai tips disesuaikan dengan kondisi diri dan anak-anak kita. Karena ketatnya tips yang diberikan ayah Musa tak mungkin bisa berhasil apabila tidak ada campur tangan Allah di dalamnya. Tak akan mungkin bisa tercapai tanpa ada kedekatan ekstra antara orang tua dengan Allah, anak dengan Allah. Kedekatan inilah yang perlu dibangun terlepas tips apapun itu untuk mencapai sukses dunia akhirat.
Akhir kata, apapun tips yang tersaji tak akan pernah bisa menggantikan ketundukan hati bahwa ini semua terjadi atas kuasaNya. Hanya dengan beginilah kita bisa menutup celah setan menggoda agar terhindar dari rasa ujub dan merasa lebih daripada orang lain. Sungguh, tak mudah menjadi orang sukses yang tetap rendah hati. Semoga Musa dan keluarga tetap menjadi teladan yang bisa diteladani karena saat ini hal seperti ini makin langka. Dan semoga kita semua menjadi orang tua yang terus diberi kemampuan Allah untuk mengantar anak-anak menjadi hamba Allah yang bertakwa. Wallahu alam. (riafariana/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!