Selasa, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 13 Januari 2015 12:00 wib
13.178 views
VOA-Islamic Parenting (36): Abi, Please Ngertiin Bunda
Sahabat VOA-Islam yang Shalih dan Shalihah...
Setiap keluarga mempunyai alur cerita yang unik, masing-masing dari kehidupan merasakan berbagai aneka rasa yang terbaur menjadi satu. Berumah tangga memang tak semudah yang kita pikirkan, akan tetapi juga tak sesulit apa yang kita kira.
Pria dan wanita adalah makhluk Allah yang berbeda, bukan hanya berbeda lawan jenis, akan tetapi secara psikologi dan mental pun mempunyai ciri khas yang lain.Pria lebih cuek dan acuh tak acuh, tapi sabar dan akalnya pun main dalam bertanggung jawab. Wanita lebih peka dan sensitive tapi lemah dalam beberapa situasi.
Sehingga dalam beberapa kondisi, pria terlihat seperti acuh dan wanita terlihat seperti terdholimi. Namun semua itu akan sirna dan terpadu menjadi kesatuan yang harmoni bila di ikat dengan ilmu dan iman dalam mahligai rumah tangga islami. Selamat membaca:
Kali ini kami hadirkan curhatan seorang istri yang berjuang keras untuk keluarganya. Dan arti sebuah ibu rumah tangga, semoga pembaca bisa mengambil hikmah dari coretan curhatan seorang istri.serta para suami sadar bahwa kecuekan bukan sebuah solusi.
Keputusan saya untuk keluar dari zona aman sebagai karyawan, kemudian beralih menjadi ibu rumah tangga dan sepenuhnya mengurus anak serta merta memang bukan keputusan yang mudah. Banyak yang terpaksa harus saya korbankan dan tentunya harus rela kehilangan rupiah yang biasanya memenuhi dompet tiap akhir bulan. Kuliah yang masih di tengah jalan yang tadinya biaya sendiri-terpaksa harus dibiayai suami. Untuk yang satu ini,saya memang tidak mau berhenti.
Menjadi seorang istri dan ibu dari tiga orang anak bukanlah perkara mudah, banyak hal yang di luar harapan yang mewarnai kehidupan saya kini, lelah, dengan semua pekerjaan rumah yang rasa-rasanya tidak pernah ada habisnya.
Satu pekerjaan selesai, pekerjaan lain sudah antre untuk di kerjakan. Ya, kalau saya robot yang tidak pernah lelah dan capek, mungkin waktu 24 jam habis hanya untuk mengerjakan seluruh pekerjaan rumah.Tapi, saya kan hanya manusia biasa yang punya keterbatasan tenaga, jadi wajar bila saya selalu kelelahan dengan urusan beserta isinya.
Karena belum mampu menggunakan jasa asisten rumah tangga, maka semua urursan rumah ada pada kendali saya. Jika sudah lelah banget dengan pekerjaan rumah, biasanya saya jadi tidak isa mengatur emosi. Anak-anak kadang menjadi lampiasan marah yang tidak terbendung, setelahnya saya akan menyesal dan menangis.
Suami, kan harus jadi partner istridi rumah, bukan hanya utuk urusan mendidik anak, tapi semua urusan rumah pun harusnya saling membantu. Tapi sepertinya si abi (panggilan si suami) sering banget nggak peka.Mengerjakan semua pekerjaan rumah, tuh, capeknya wooow banget.j Jika di banding kerja di pabrik sepertinya hanya separuhnya.
Saya selalu ingin si abi membantu saya tanpa meminta.Agar anak-anak nantinya mengerti bahwa urursan pekerjaan rumah seperti mencuci pakaian, mencuci piring, menyapu, membersihkan lantai,menggosok baju sampai urusan masak bukan hanya tugas dan kewajiban bunda, tapi seluruh anggota keluarga. Jadi kelak ketika mereka dewasa, mereka akan terbiasa dengan pekerjaan rumah itu.
Saya selalu inginkan abi peka, melihat tumpukan pekerjaan rumah, ia dengan sigap dapat membantu. Tapi nyatanya, selalu dan selalu diminta dulu, baru deh dibantu. Kalau begitu saya jadi seperti Pak Tarno yang selalu bilang “ tolong di bantu ya”.
Sering saya marah-marah sama si abi jika dia sudah benar-benar kelewatan nggak pekanya. Masak melihat sampah yang menumpuk di pojok dapur malah cuek. Saya harus selalu memintanya agar ia mengangkat keranjang sampah dan membuang isinya.
Jika sudah kelewat lelah saya marah, barulah ia ngeh kalau istrinya super duper capek dan perlu bantuankemudian ia mau mengerjakan sedikit pekerjaan rumah.
Menjalani rutinitas yang monoton seperti ini memang sangat menguras tenaga, pikiran, dan emosi. Terkadag saya membatin, “gue sarjana tapi cuma begini doang”.Tapi setelah saya menyadari ada kemuliaan tersendiri menjadi seorang ibu rumah tangga, saya pun istrigfar.
Menjadi seorang ibu rumah tangga sejati yang fokus mengurus anak-anak dan suami memang bukan pekerjaan ringan. Tapi saya sadar, itu semua akan berbuah pahala jika di akukan dengan benar dan penuh keikhlasan.
Jargon “ibu sekolah pertama untuk anak” menjadi motivasi bagi saya ketika jenuh dengan rutinitas monoton ini. Melihat mereka tumbuh menjadi anak-anak yang sehat, cerdas dan pintar adalah kebanggaan.
Itulah sebabnya saya bertahan untuk tidak bekerja kembali. Walaupun banyak tawaran bekerja dari teman-teman, saya masih ingin menjadi ibu rumah tangga dengan warna warninya. Warna yang selalu melingkari diri saya, semuanya harus mampu saya jalani.
Allah, memberikan kemuliaan tersendiri bagi seorang ibu. Karena begitu beratnya beban, maka Allah menempelkan level tertinggi bagi seorang ibu. Jika Allah memberikan keluasan rejeki, ingin sekali punya asisten rumah tangga yang bisa membantu saya dalam mengurus rumah.
Dengan begitu, saya tidak lagi mengharapkan abi membantu urusan rumah. Dan saya tidak terlalu capek mengharapkan abi mengerti kelelahan yang sangat ini, biarlah ia focus bekerja mencari rezeki, dan artinya saya tidak lagi perlu bilang “ABI, PLEASE NGERTIIN BUNDA”.
Disadur dari divamate buku” Dear suamiku” @suci_risalah [syahid/protonema/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!