Ahad, 26 Jumadil Awwal 1446 H / 24 Agutus 2014 12:15 wib
21.247 views
Voa-Islamic Parenting (21): Balita Genit, Salah Siapa?
Sahabat,
Kita pernah mendengar selentingan statement, ‘Agnes Monica cantik, berbakat, terkenal, go international, dan tajir. Tapi apakah kita mau anak-anak kita menjadi sosok seperti Agnes Monica yang gaya hidupnya serba bebas, baju pun sering setengah telanjang dan sama sekali tidak dituntun oleh iman dan Islam?’
Bunda, tulisan di atas saya dapatkan dari wall FB seorang teman. Kurang lebih isinya seperti itu meskipun aslinya jauh lebih tajam dan pedas. Tapi cukuplah kalimat di atas membuat kita berpikir dan melihat ke dalam, apa iya kita ingin anak-anak kita menjadi seperti Agnes Monika?
Kita semua bisa saja menggeleng dan sepakat bahwa bukan sosok seperti itu yang kita jadikan teladan dalam membina generasi. Namun kita sering lupa antara kata-kata dan perbuatan ada kalanya tak sejalan. Apalagi ketika kita melihat sosok balita lucu yang imut sedangbernyanyi dan menari, secara otomatis otak kapitalis kita langsung mencari lomba untuk menyalurkan ‘bakat’ tersebut.
“Bawaan orok”, selalu itu dalih kita.
“Dia memang membawa bakat seni dalam dirinya sejak kecil”, pembenaran yang lainnya.
“Dia tahu bahwa jika besar ingin menjadi artis dan entertainer”, alasan orang tua.
Dan segudang alasan dan pembenaran lain untuk menutupi nafsu orang tua akan pundi-pundi uang di depan mata dari anak balita. Betapa mirisnya melihat balita bertingkah seperti Syahrini yang genit dan bersuara mendesah-desah sensual. Kita pasti penasaran, nih orang tuanya seperti apa sih kok membiarkan anaknya jadi seperti ini?
Bunda, ternyata ibu dari balita genit ini berhijab. Ia bahkan ikut bergoyang-goyang di belakang kamera memandu anaknya dari depan panggung. Ketika diwawancara pun ia terlihat bangga dan membawa alasan bahwa itu memang maunya si anak. Benarkah anak usia 4 tahun sudah tahu apa maunya sendiri? Apa bukan karena didikan dan ambisi orang tua ia menjadi seperti ini?
Di bagian lain di panggung yang sama, ada anak usia tiga tahun yang sedang asyik bermain mandi bola, bermain boneka dan berbagai mainan anak-anak lainnya. Seolah-olah anak yang satu ini demikian menjiwai masa kanak-kanaknya dan tidak terpengaruh balita satunya yang tampil genit. Benarkah seperti itu?
Ternyata tayangan itu hanya ilusi yang seolah ingin membandingkan betapa naturalnya si balita yang bermain ala kanak-kanak itu dibandingkan balita satunya yang berdandan ala Syahrini. Pada faktanya keduanya sama saja yaitu menjadi ambisi orang tua untuk mengeruk rupiah sebanyak-banyaknya. Dalam tayangan yang lain bahkan diperlihatkan si anak yang pada tayangan sebelumnya sangak kanak-kanak ternyata pandai memakai make-up sendiri dan suka memakai sepatu high heel. Ibunya yang tidak berhijab karena seorang artis yang terkenal suka berpakaian seksi, ternyata memberi jawaban yang tidak jauh beda dengan ibu yang berhijab tadi.
Bunda, apakah balita seperti ini yang kita harapkan sebagai pelanjut generasi? Yang kemudian remajanya tak jauh beda dengan sosok Agnes Monika? Naudzhubillah. Agnes Monika saja yang ketika kecil tak segenit itu, besarnya menjadi sosok yang menurut kacamata kita sangat tidak pantas untuk ditiru. Tak bisa dibayangkan akan jadi apa balita-balita genit itu ketika sejak orok saja sudah didukung dan diajari untuk bertingkah seperti itu.
Masyarakat yang permisif membuat balita yang harusnya dilindungi haknya untuk mendapat hal-hal baik dalam masa pentingnya, ikut arus kapitalisme ketika uang yang berbicara. Bukannya prihatin, ibu-ibu lainnya malah ingin anaknya bisa meniru si balita genit menjadi ATM berjalan alias penghasil uang. Alasan klise yang diberikan orang tua biasanya adalah ‘toh uangnya juga untuk keperluan si anak sendiri kok.’ Kalau begitu, buat apa ada orang tua yang seharusnya memenuhi kebutuhan si anak apalagi masih balita? Sungguh sangat egois masyarakat kita saat ini.
Pemerintah beserta LSM yang katanya melindungi anak. Dimana suara mereka ketika balita-balita ini dieksploitasi sedemikian rupa? Oh...alasannya adalah selama si anak merasa baik-baik saja dan tidak terpaksa maka mereka pun tak melakukan apa-apa. Mereka seolah-olah lupa bahwa ambisi orang tua mengakibatkan anak akan melakukan apa pun demi membuat orang tuanya bahagia. Ketika yang diajarkan adalah bergenit dan bercentil ria, tentu balita itu menganggap hal demikian baik karena orang tuanya bertepuk tangan dan terlihat bahagia. Mereka akan mengulangi proses itu sehingga akhirnya menjadi karakter yang kemudian dibawanya sampai ia besar.
Memang, perjalanan orang tak ada yang tahu. Bisa saja balita itu nantinya ketika remaja menjadi salihah seperti Chikita Meidi yang menjadi dokter dan berhijab. Ia tak mau lagi tampil di panggung hiburan. Dan ketika dewasa semoga bisa menjadi Peggy Melati Sukma yang dulunya sangat genit tapi kemudian meraih hidayah untuk berhijab sempurna dan tak mau mengumbar aurat sedikit pun. Genitnya hilang sama sekali.
Tapi...seberapa banyak orang-orang yang mengalami perubahan drastis seperti ini? Bilapun sudah ingin berubah, butuh kekuatan dan kemauan yang besar untuk bisa keluar dari lingkungan dunia artis yang penuh kemaksiatan. Apalagi bila dunia itu sudah mendarah daging karena sejak balita sudah menjadi bagian hidupnya. Alangkah jauh lebih mudah dan indah bila balita ini dikembalikan lagi pada kehidupannya sebagai kanak-kanak.
Oh...ia suka menyanyi dan menari. Biarkan secara alami. Menyanyi dan menari adalah prosesnya melatih kemampuan verbal dan psikomotornya. Tak perlu orang tua lebay menganggap bahwa ada bakat artis dalam diri anaknya sehingga dipanggillah produser untuk berani membayar mahal penampilannya. Karena anak adalah apa yang didapatnya dari orang tua dan lingkungan sekitar.
Orang tua yang menutup aurat dan rajin mengaji, tentu balitanya jauh dari sosok ganjen dan centil. Sebaliknya, ada balita usia 3 tahun yang mampu menirukan hapalan Qur’an ayahnya dengan sangat lancar. Atau ada Musa yang usia 5 tahun hapal 30 juz Qur’an. Di sini Bunda, kita bisa memilih kualitas balita seperti apa yang kita miliki melihat dari kualitas kita sebagai orang tua. Jangan lupa pula bahwa lingkungan juga berpengaruh besar pada perkembangan balita kita. Tetangga yang baik, pembiasaan yang baik setiap harinya dimulai dari orang tua dan orang-orang terdekat lainnya, lingkungan yang baik serta doa yang tak pernah putus untuk ananda tercinta adalah pembentuk kepribadiaannya agar menjadi anak yang salih dan salihah.
Wallahu alam. (riafariana/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!