Rabu, 21 Jumadil Awwal 1446 H / 13 Juli 2011 12:43 wib
8.511 views
Saudaraku, Rivalku
Sibling rivalry seringkali menjadi persoalan yang sulit bagi banyak keluarga. Akan tetapi, yang harus digarisbawahi adalah bahwa rivalitas dan rasa iri atau cemburu merupakan bagian dari kehidupan yang normal. Seringkali anak merasa menjadi korban atau merasa kurang ketimbang saudaranya. Anak merasa kurang pintar, kurang disayang, dan sebagainya. Ia selalu merasa hanya mendapat sedikit kasih sayang dari ayah-ibunya, daripada yang diperoleh saudaranya.
Tugas orangtua adalah membantu anak-anak me-manage perasaan-perasaan tadi. Jika tak segera diatasi, jangan heran kalau anak akan terus membawa perasaan ini sampai mereka dewasa. Persaingan antar saudara kandung (sibling rivalry ) merupakan sesuatu yang wajar terjadi pada keluarga dengan anak lebih dari satu. Sibling rivalry baru menjadi masalah tatkala salah satu anak menyakiti atau mendominasi saudaranya (bullying ).
Bully vs Sibling Rivalry
Bullying dengan sibling rivalry berbeda. Bullying muncul ketika salah seorang anak Anda mulai menyakiti saudaranya, berperilaku seolah-olah ia bos yang mengontrol saudaranya sampai ke taraf yang bersifat fisik. Perilaku ini sekaligus mengindikasikan adanya sikap ragu-ragu dan cara pikir yang salah. Anak yang menjadi pelaku membenarkan perilaku menyakiti saudaranya hanya demi membuat dirinya sendiri merasa enak atau lebih baik.
Jika ini yang terjadi, Anda sebaiknya meminta anak-anak untuk sama-sama mau bertanggung jawab. Beritahu ia bahwa bullying adalah tindakan yang tidak benar, lalu minta ia bertanggung jawab terhadap aksi agresifnya. Dan, beri hukuman atau sanksi kepada kedua anak yang terlibat. Jangan lupa, setiap kali Anda masuk menengahi bullying , ajak anak-anak untuk berpikir. Katakan misalnya, “Kenapa, sih, Kakak selalu merasa boleh memukul setiap kali Kakak marah?”
Beri aturan setiap kali ada di antara anak-anak yang memukul pada saat marah. Sebab setiap anak yang melakukan bullying akan menguji setiap orang untuk memperlihatkan kekuatannya. Dan, sebagai orangtua, Anda harus men-challenge cara pikir yang salah itu dengan memberikan sanksi yang tepat.
Empat Tindakan
Berbeda dengan bullying , sibling rivalry boleh dianggap sesuatu yang normal. Namun, Anda harus tetap tahu kapan harus turun menengahi dan bagaimana cara menengahi. Berikut kiat untuk mengatasi sibling rivalry :
1. Dua-duanya Bertanggung jawab
Dalam banyak kasus sibling rivalry , kedua anak biasanya sama-sama terlibat. Tak ada korban ataupun pelaku. Biasanya ini dimulai dari tindakan salah satu anak yang mengganggu atau mengejek saudaranya, yang kemudian berlanjut dengan saling ledek, kemudian berantem .
Selama Anda melihat bahwa keduanya pada posisi yang sama dan tidak ada yang menjadi korban, Anda hanya perlu membuat aturan. Misalnya, katakan bahwa jika mereka berantem , maka mereka harus berangkat tidur setengah jam lebih cepat dari jadwal biasa. Tak peduli siapa yang salah ataupun siapa yang memulai. Katakan, “Kalian tahu aturannya, bukan? Tidak boleh berantem dengan saudara. Sekarang masuk kamar dan tunggu sampai Mama bolehkan keluar.”
2. Meja Debat
Jika anak-anak Anda terbiasa adu mulut atau berantem , buatlah “bickering table ” atau meja khusus berantem /adu pendapat. Jadwalkan, misalnya setiap malam selepas makan malam, anak-anak untuk duduk di meja khusus tersebut, dan biarkan mereka berdebat, bahkan saling ejek. Percayalah, Anda akan terkejut melihat betapa mereka akan dengan cepat berhenti berdebat. Ini tak lain karena mereka akan merasa “aneh” harus “berkelahi” di meja.
Tapi, ada baiknya Anda tetap meminta mereka berada di meja itu, sekalipun keduanya sudah tidak lagi adu mulut. Biarkan mereka di sana selama setengah jam, misalnya. Katakan, jika mereka tidak berantem selama sehari, mereka akan bebas dari hukuman duduk di meja khusus itu. Lama-kelamaan, mereka pasti akan menghentikan kebiasaan berantem dengan saudaranya.
3. Tak Perlu Jadi Wasit
Bagaimana cara Anda menengahi “baku-pukul” antara anak-anak Anda? Ingat, selama tak ada aksi bullying , tak perlu menjadi penengah atau wasit yang menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar. Pun jangan memvonis salah satu anak sebagai provokator. Katakan saja, “Kalian harus belajar untuk tidak saling menyakiti. Kalau tetap melakukannya, maka Mama akan memberi kalian hukuman.”
Contoh hukumannya misalnya mengambil video games , peralatan elektronik, atau HP mereka. Pokoknya, benda-benda yang bagi mereka penting dan sering dipakai atau dimainkan di waktu senggang. Nah, ketika piranti mainan mereka kita ambil, maka mereka pasti akan kebingungan menghabiskan waktu luang. Ingat, anak-anak sangat doyan main video games atau mainan kesayangan mereka. Lama-lama, mereka pasti akan berpikir ulang untuk berantem dengan saudaranya, karena itu artinya mereka tidak bisa lagi bermain video games .
4. Buang Rasa Iri
Jika salah satu anak Anda sakit hati atau iri pada saudaranya, Anda harus membantu meredakannya. Namun, jangan terlalu menganggap besar masalah tersebut. Anggap saja itu sebagai masalah kecil. Katakan saja, “Itu biasa, kok, Mama pun pernah merasa iri. Kakakmu barangkali jago main bola, tapi Adik kan, jago berenang?” Cobalah untuk selalu menekankan kelebihan anak. Sebut hal-hal nyata yang Anda lihat dan dengar dari anak-anak Anda, dan biarkan mereka tahu bahwa buat Anda, mereka adalah hal terpenting.
Akan tetapi, jika seorang anak terlihat iri dan merasa ia menjadi korban, Anda sebaiknya memberi perhatian lebih, tak peduli apakah ia yang lebih sering mengganggu duluan atau sebaliknya. Tapi, jangan juga terlalu over memberi perhatian, karena itu hanya akan membuat anak mempunyai pembenaran atas posisinya sebagai korban. Anak akan merasa Anda menghargai dia sebagai korban. Cukup tunjukkan bahwa Anda peduli padanya, karena kepedulian dan perhatian, sekecil apapun, merupakan media efektif untuk mendongkrak rasa percaya diri anak. Dan, semakin anak merasa percaya diri, maka mereka akan merasa dipahami dan terpenuhi kebutuhannya.
(sydh/Tn)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!