Rabu, 17 Jumadil Akhir 1446 H / 20 Oktober 2010 11:47 wib
10.550 views
Ketika Uang Belanja Kurang, Bersyukur dan Tetaplah Riang
Mencari nafkah memang menjadi kewajiban suami. Tetapi ada kalanya, kondisi sulit itu datang sehingga uang yang ada jauh dari cukup untuk hidup sehat sehari-hari. Tidak usah terlalu muluk untuk hidup enak, sekadar hidup cukup saja uang yang ada jauh dari memadai. Sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga yang diamanahi untuk mengelola keuangan keluarga, apa yang bisa kita lakukan bila dihadapkan pada situasi seperti ini?
Pertama, syukurilah berapa pun jumlah uang yang diberikan suami pada kita. Rasa syukur ini selain tercermin pada wajah yang berseri-seri, lidah yang tak henti berzikir, juga terlihat pada perbuatan. Jangan meminta sesuatu yang suami tak sanggup memenuhinya. Misalnya saja gaji suami sebesar lima ratus ribu sebulan. Jangan meminta lebih dari apa yang mampu diusahakannya. Berusahalah mencukupkan kebutuhan dengan besarnya uang yang ada. Potong semua anggaran yang sifatnya tidak begitu penting dan urgent.
Bila itu semua sudah dilakukan tapi masih saja belum memenuhi kebutuhan dasar keluarga akan makanan yang bergizi (ingat: bergizi bukan yang mewah), maka harus ada langkah selanjutnya yang harus dilakukan. Kenali potensi diri yang mungkin selama ini belum termaksimalkan. Mungkin dulu ketika masih lajang, ada di antara kita yang bisa menjahit, memasak atau mungkin berdagang kecil-kecilan. Gali lagi potensi itu untuk menambah penghasilan keluarga. Tapi pastikan dulu bahwa kewajiban lainnya sebagai istri dan ibu tidak terbengkalai ketika kita memutuskan untuk mulai terjun mengembangkan diri.
Satu hal yang pasti, minta izin pada suami. Ada kalanya tipe suami adalah seseorang yang mempunyai ego tinggi sehingga ia tidak ingin ada dua sumber nafkah dalam keluarga. Bicarakan baik-baik dengan suami terutama ketika hatinya tidak sedang gundah, sedih atau gelisah. Yakinkan padanya bahwa semua ini dilakukan demi si buah hati yang memang harus terpenuhi kebutuhan gizinya. Sebagai orang tua, mungkin ayah dan ibunya bisa berpuasa Senin-Kamis atau puasa Daud terus menerus. Tapi bagaimana dengan balita yang ada? Tentu kondisi ini tak mungkin diterapkan padanya.
Sebesar apa pun ego dan harga diri suami sebagai laki-laki, apabila kita sebagai istri bisa membuatnya yakin dan nyaman bahwa posisi dirinya tak akan pernah berubah meskipun ada sumber pendapatan lain dalam keluarga, insya Allah semua pasti bisa dikomunikasikan dengan baik. Bahkan, bukan tak mungkin suami akan makin cinta dan sayang karena tahu istrinya begitu peduli dengan keadaan dirinya dan keluarga kecil yang dipimpinnya.
….Kepercayaan yang diberikan suami, jangan sampai disalahgunakan. Bicarakan semua hal yang memang perlu dibicarakan agar tak ada pihak yang merasa diabaikan….
Kepercayaan yang diberikan suami, jangan sampai disalahgunakan. Bicarakan semua hal yang memang perlu dibicarakan agar tak ada pihak yang merasa diabaikan. Uang yang dihasilkan dari keringat istri, insya Allah menjadi sedekah yang besar nilainya di sisi Allah apalagi ketika suami ikhlas dan ridha. Potensi istri termaksimalkan, kekurangan uang belanja keluarga juga bisa tertutupi bila semua pihak sama-sama berbesar hati menerima keadaan. Sabar dan syukur tentu tak boleh ditinggalkan apa pun keadaannya. Insya Allah semua pasti ada jalan keluarnya. [riafariana/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!