Kamis, 3 Jumadil Awwal 1446 H / 3 September 2009 11:33 wib
16.246 views
Maraknya Istri Meminta Cerai
Deretan hancurnya rumah tangga artis makin panjang setelah Krisdayanti dan Anang Hermansyah memilih bercerai. Walaupun sudah memiliki dua orang anak, Aurel dan Azriel, tak mampu juga mempertahankan pernikahan mereka.
Konon, perceraian ini karena permintaan dari sang istri, Krisdayanti. Dan fenomena istri minta cerai makin sering kita dengar dan saksikan di layar kaca dengan berbagai alasan.
Tak dapat dipungkiri, bahwa artis sekarang sudah menjadi idola masyarakat. Dan malah, sering mereka dijadikan panutan dalam berbagai urusan, termasuk yang menyangkut agama. Komentar mereka ditunggu-tunggu dalam momentum-momentum keagamaan. Ditambah lagi, banyak artis yang nyambi jadi penceramah.
Yang menjadi kekhawatiran kita, istri meminta atau menggugat cerai makin meningkat. Dianggap menjadi trend baru. Kalau suami kurang memberi kepuasan dalam beberapa hal, istri lekas-lekas mengajukan cerai.
Bagaimana Islam memandang hal ini? Bagaimana hukum wanita meminta cerai?
Perceraian adalah perkara halal yang paling dibenci oleh Allah. Perceraian dipilih ketika dibutuhkan saja. Apabila mempertahankan pernikahan akan mengakibatkan mudharat yang lebih besar. Dan jika tidak sangat diperlukan maka perceraian menjadi makruh karena mengakibatkan bahaya yang tidak bisa ditutupi.
Bagi wanita, meminta cerai adalah perbuatan sangat buruk. Dan Islam melarangnya dengan menyertakan ancaman bagi pelakunya, jika tanpa adanya alasan yang dibenarkan.
Dalam kitab Sunan yang empat dan Shahih Ibnu Abi Hatim dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلاَقَ مِنْ غَيْرِ مَا بَأْس َفَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ
“Wanita mana yang meminta cerai kepada suaminya tanpa ada apa-apa maka haram baginya mencium wanginya surga.” HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban, dishahihkan Al-Imam Al-Albani.
Lafadz: "tanpa adanya apa-apa" maksudnya tanpa ada kesempitan yang memaksanya untuk meminta pisah. (Tuhfatul Ahwadzi).
Dalam hadits yang lain: الْمُخْتَلِعَاتُ وَالْمُنْتَزِعَاتُ هُنَّ الْمُنَافِقَاتُ “Istri-istri yang minta khulu’ (gugatan cerai dari pihak istri) dan mencabut diri (dari pernikahan) mereka itu wanita-wanita munafik.” (Shahih Sunan at-Tirmidzi)
Mereka adalah wanita munafik yaitu bermaksiat secara batin, adapun secara zahir menampakkan ketaatan. Ath-Thibi berkata, “Hal ini dalam rangka mubalaghah (sangat) dalam mencerca perbuatan demikian.” (Tuhfatul Ahwadzi)
Jika orang tua istri memerintahkan anaknya untuk meminta cerai dari suaminya, padahal suaminya orang yang bertakwa, dan tidak ada alasan syar'i yang membenarkannya, maka sag istri tidak boleh mentaati orang tuanya. Karena sebagai istri, ketaatan suami harus lebih didahulukan daripada orang tuanya. Kedudukan suaminya, baginya, lebih tinggi daripada orang tuanya.
Seorang istri boleh meminta cerai karena adanya pelanggaran hak-haknya yang membahayakan kehidupannya, jika tetap hidup bersama suaminya itu. Seperti akhlak suaminya yang buruk, suka menganiaya, tidak menunaikan kewajiban nafkah lahir maupun batin.
Dibolehkan juga bagi seorang istri meminta atau menggugat cerai jika suaminya melakukan hal-hal yang bisa membatalkan kaislamannya, seperti suka mencaci Allah, Rasul-Nya, atau Islam. suami meninggalkan shalat wajib dengan sengaja juga bisa dijadikan sebab untuk meminta atau menggugat cerai, bahkan istri muslimah harus dipisahkan dari suami seperti ini. (PurWD)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!