Kamis, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 13 Oktober 2016 16:50 wib
9.819 views
Allan Nairn Ungkapkan Munir Merupakan 'Target Operasi BIN'
Dokumen rahasia ungkap hubungan pembunuhan Munir dengan As’ad dan Hendropriyono. Laporan tertutup menjelaskan Munir merupakan “target operasi BIN”, dan mendesak penyelidikan pelanggaran HAM Hendropriyono. Salinan surat-surat As’ad muncul; anggota BIN bekerja sama dengan ahli racun. Pembunuhan “direncanakan dengan sangat matang”.
Oleh Allan Nairn, Jakarta
Jenderal A.M Hendropriyono, aset badan intelijen Amerika (CIA) dan penasihat presiden, dinyatakan terlibat oleh laporan akhir tentang kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir. Laporan yang dibuat oleh komisi Tim Pencari Fakta (TPF) yang dipimpin oleh seorang jenderal polisi mengungkapkan bahwa Munir merupakan “target operasi” dari badan intelijen yang dipimpin Hendropriyono (BIN), di mana operasi tersebut terdiri dari tindakan-tindakan teror hingga rencana pembunuhan yang matang.
Laporan tersebut menunjuk Hendropriyono dan personil BIN lainnya untuk proses pidana dan pengungkapan bukti yang sampai sekarang dirahasiakan terkait pembunuhan sang legenda HAM Indonesia di tahun 2004 (paragraf 167). Di saat yang bersamaan, dokumen rahasia lainnya menceritakan keterlibatan salah satu deputi Hendropriyono, As’ad Said Ali, atas penempatan seorang agen BIN yang berhasil menyusupkan arsenik dengan dosis mematikan ke dalam minuman Munir. Atas restu Hendropriyono, As’ad adalah kandidat bagi kepala BIN yang akan datang. Keputusan di pos intelijen saat ini sedang dipertimbangkan Presiden Joko Widodo. Walaupun dokumen-dokumen tersebut sempat mengejutkan wajah pemerintah, dokumen tersebut akan menjadi lebih sempurna jika dilihat bersamaan dengan fakta-fakta lainnya, termasuk wawancara saya terhadap beberapa sosok penting (Munir pada tahun 2002, As’ad di 2010, dan Hendropriyono, di 2014).
Munir mengatakan kepada saya pada tanggal 5 April, 2002, bahwa Hendropriyono – sama halnya seperti jenderal-jenderal Indonesia yang disokong Amerika, Wiranto – mengirim sekelompok orang untuk melakukan intimidasi dan penyerangan. Hal ini konsisten dengan temuan laporan rahasia bahwa Munir, sejak tahun 2002, adalah seorang target operasi BIN, dan operasi terhadapnya melibatkan teror yang kemudian memuncak pada upaya pembunuhan (paragraf 117, 118, 146, 147).
Pada tanggal 27 Mei 2010 As’ad Said Ali bertestimoni kepada saya bahwa dia dan BIN bekerja sama dengan seorang dokter bernama Irawan (dia juga memberikan kontak nomor Irawan, dan alamat tinggalnya sekarang di Aceh), yang ternyata merupakan seorang mantan anggota Kopassus berpangkat letnan kolonel yang memiliki keahlian soal racun. Laporan rahasia tersebut menyatakan Irawan bersamaan dengan Hendropriyono terlibat dalam konspirasi pembunuhan Munir (paragraf 167, 82, 83).
Jaringan telegram Amerika Serikat mengindikasikan penyidik Polri telah menemukan petunjuk bahwa Irawan adalah sosok yang “diduga mengembangkan arsenik” yang akan digunakan untuk membunuh Munir (Telegram 07JAKARTA1223_ dirilis oleh Wikileaks). Lalu dokumen BIN menunjukkan bahwa seorang dokter Kopassus/BIN yang ciri-cirinya sesuai dengan fisik Irawan telah mengikuti sesi rencana pembunuhan BIN yang dipimpin rapatnya oleh Hendropriyono, yang akhirnya membuat kesepakatan untuk membunuh Munir dengan meracuni makanan atau minumannya (telegram 08JAKARTA1825_a). Pada tahun 2010, penyidik resmi kematian Munir mengatakan kepada saya bahwa Irawan adalah sosok yang menyediakan racun.
Hendro mengatakan kepada saya pada tanggal 16 Oktober 2014, bahwa dia bertanggung jawab secara komando untuk pembunuhan Munir, namun dia berusaha untuk menyangkal bahwa ia telah memerintahkan pembunuhan itu atau bahwa ia atau BIN telah peduli tentang Munir. Laporan rahasia tersebut, walaupun begitu, membantah klaim ini dengan panjang lebar. Laporan tersebut menjelaskan bagaimana BIN memberikan perhatian khusus kepada Munir, karena Munir dianggap telah mengganggu agenda dan kepentingan BIN (paragraf 115). Laporan tersebut mengatakan bahwa Munir secara khusus mengganggu kepentingan Hendropriyono dengan sejumlah tindakan, seperti menggugat pengangkatan Hendro sebagai kepala BIN (karena komandonya di masa lalu pada kasus pembantaian Talangsari) dan mencoba untuk menghentikan legislasi intelijen yang memberi Hendro kekuatan untuk memanfaatkan senjata dan penculikan (paragraf 114). Ketika saya bertanya kepada Hendropriyono apakah ia selama ini mengikuti gerak gerik Munir atau apakah ia pernah membahas nama Munir dengan orang-orang BIN ia dengan tegas membantah keduanya, tapi laporan rahasia menunjukkan bahwa dokumen BIN dan kesaksian membantah ini. Laporan itu mengatakan bahwa Hendropriyono dan Jenderal Komando Ketiga BIN, Muchdi mendekati dua rekan senior Munir dalam usaha yang sia-sia untuk menghentikan intervensi Munir (paragraf 115).
Hasil dari kegagalan ini, menurut laporan tersebut adalah proses hati-hati atas rencana pembunuhan yang terdiri dari penggunaan racun yang“tidak berwarna, tidak terdeteksi, tidak berbau, cepat-terlarutkan”, lalu “menghilangkan” tangan-si-pembunuh, dan memilih waktu dan lokasi pembunuhan dengan cara yang akan membuat sulit – atau tidak mungkin sama sekali – untuk menyelamatkan Munir dan untuk memastikan bahwa para pembunuh akan mampu “menghapus jejak mereka” (paragraf 119, 118-120, 137-145).
Setelah dibubuhkan arsenik di sebuah kedai kopi saat transit di bandara Singapura, Munir meninggal, didahului dengan muntah-muntah, di udara. Mereka mengatakan dia wafat di suatu titik terbang di atas Rumania. Tangannya mulai membiru. Hendropriyono juga mengaku kepada saya bahwa – seperti laporan yang dibuat Washington Post – “ia bekerja sangat baik dengan CIA, melaksanakan penculikan / penafsiran bagi mereka dan bahkan menjalin hubungan dekat dengan kepala CIA, George Tenet.”
Baik Hendropriyono maupun As’ad mengatakan kepada saya bahwa CIA dan BIN memiliki hubungan erat khususnya dalam pertukaran dan pembagian informasi rahasia. Hubungan tersebut, terjalin dengan baik pada saat pembunuhan, dan kemungkinan besar masih bertahan hingga sekarang. Hendro bertemu dengan CIA sebelum dan sesudah pembunuhan, namun menariknya, Hendro mengatakan kepada saya bahwa CIA tidak pernah bertanya sosok orang yang membunuh Munir dan tidak pernah dengan cara apa pun menegurnya. Hendro juga mengatakan, sebagai tanggapan pertanyaan saya, bahwa meskipun BIN adalah badan intelijen nasional, mereka tidak pernah melakukan penyelidikan mereka sendiri atas kasus pembunuhan Munir yang menjadi isu global.
Sebagai sponsor utama kelembagaan BIN, Pemerintah Amerika Serikat dengan tegas mengutuk pembunuhan Munir di depan publik dan media. Tapi mereka (pemerintah Amerika Serikat) tidak pernah menyebutkan bahwa BIN, badan yang dilaporkan sebagai dalang pembunuhan Munir, menerima “gaji” dari pemerintah Amerika Serikat selama bertahun-tahun.***
Terjemahan dan saduran oleh Fathur R.A dari Allan Nairn.org [amedita/pribumi]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!