Rabu, 23 Jumadil Awwal 1446 H / 22 Oktober 2014 17:38 wib
14.477 views
Umar Mukhtar: Detik-detik Terakhir Sang Mujahid (2)
Setelah tertawan oleh pasukan kafir Italia, Umar Mukhtar diperintahkan untuk menulis surat kepada para mujahidin agar mereka menghentikan peperangan dan meminta mereka menyerahkan diri. Namun ia menolak perintah itu dengan tegas. Umar Muktar pun mengalami siksaan yang di luar batas perikemanusiaan.
Setelah itu akhirnya ia dibawa ke ruang mahkamah pengadilan, dibelenggu dengan borgol besi dan dijaga ketat. Hampir semua pejabat tinggi Italia datang untuk menyaksikan pengadilan atas diri Umar.
Sebenarnya pengadilan itu hanyalah pengadilan dagelan, dan sudah bisa ditebak keputusannya.
Sebelum persidangan, terjadi dialog antara panglima perang Italia dan Umar Mukhtar.
“Kenapa Anda memerangi Italia?”
“Itu demi agama dan tanah air saya.”
“Bagaimana keyakinan Anda sehingga sampai berkata seperti itu?”
“Karena kalian adalah penjajah, dalam hal ini perang diwajibkan kepada kami. Dankemenangan hanya dari Tuhan.”
“Apa yang membuat Anda punya kekuasaan dan massa. Berapa lama Anda dapat memerintahkan pasukan Anda agar tunduk kepada kami dan menyerahkan senjata mereka?”
“Tidak mungkin saya melakukan hal itu. Kami pejuang yang sudah berniat dan bersumpah demi Allah bahwa semua kami akan mati satu per satu. Kami tidak akan menyerah....”
Pada 15 September 1931 Umar Mukhtar pun diputuskan bersalah dan dijatuhi hukuman mati di tiang gantungan.
Mendengar putusan hukuman tersebut, Umar Mukhtar berkata, “Sesungguhnya keputusan hanyalah milik Allah.... Inna lillahi wainna ilaihi rajiun.”
Kabar dijatuhkannya hukuman mati kepadanya pun menyebar ke seluruh dunia. Berbagai ungkapan simpati dan dukungan pun berdatangan. Khusus di Libya, banyak pria, wanita, dan anak-anak yang ikhlas siap menebus dengan nyawa mereka menggantikan hukuman mati sang mujahid agung ini. Namun Italia menganggap Umar Mukhtar begitu berharga dan tidak terpengaruh semua itu.
Pada hari Rabu pagi, 16 September 1931 (1 Jumadil Awwal 1350 H), di kota Saluq, pelaksanaan hukuman gantung sudah disiapkan. Dipanggillah 20.000 keluarga dan tahanan politik dari berbagai wilayah untuk melihat prosesi penggantungan pemimpin mereka. Lapangan itu dipenuhi tentara dengan persenjataan lengkap.
Umar Mukhtar dibawa dengan tangan diborgol, tapi wajahnya menampakkan senyum, ia ridha dengan ketentuan Tuhan untuk dirinya. Tepat pada jam 09.00 pagi ia diserahkan kepada algojo. Tidak ada gurat sedih dan gulana pada dirinya. Ia tampak begitu bahagia dengan kesyahidannya. Ia menatap para pengecut yang tak mampu menggulingkannya di medan pertempuran, mereka hanya berani saat ia tak bersenjata.
Sebelum tali gantungan dikalungkan ke lehernya, ia mengarahkan pandangannya kepada kaumnya seraya berkata, "Wahai para mujahidin, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah, karena Allah akan menolong kalian dari penjajah dan perampas ini, dan Allah akan menolong agama-Nya, Islam, untuk kalian. Kami tidak akan menyerah. Kami hanya punya dua pilihan: menang, atau mati. Ini bukan akhir perjuangan kami. Generasi berikutnya akan mengikuti jejak kami. Sedangkan saya, sesungguhnya umur saya lebih panjang dari umur mereka yang menggantung saya.”
Ketika tali gantungan sudah melilit di lehernya, dengan tenang ia mengumandangkan adzan dan membaca bagian terakhir surah Al-Fajr. “Hai jiwa nan tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.”
Sekian detik kemudian, ruh pejuang dan mujahid tersebut telah kembali kepada Sang Pencipta, Allah SWT.
Penguasa Italia mengancam, siapa saja yang menampakkan kesedihan dengan digantungnya Umar Mukhtar akan disiksa oleh pasukan penjajah. Tapi nyatanya banyak warga yang sedih dan rela disiksa.
Kilas Balik
Umar Mukhtar berasal dari Kabilah Quraisy Manaf Al-Kabir di Makkah. Ia lahir pada tahun 1858 di Desa Janzour Al-Syarqiyah, daerah Bir Al-Asyhab, Tubruq, Badiyah Al-Buthnan, sebelah timur Burgah, Libya. Ia menjadi yatim setelah ayahnya, Al-Mukhtar, meninggal dunia dalam perjalanan menuju Makkah bersama istrinya, Aisyah.
Umar kecilmendapat anugerah Allah talenta yang luar biasa dengan suarayangbagus dan kepemimpinan yang menarik simpati massa.
Umar Mukhtar terlibat dalam perang kemerdekaan dan jihad sejak awal, ketika Italia mengumumkan perang kepada Turki pada 29 September 1911. Dimulai dari perang di daerah pesisir Libya, seperti kota-kota Darnah, Tripoli, Tubruq, Benghazi, dan Al-Khams. Ketika mengetahui diumumkannya perang itu, ia bergegas ke pusat konsentrasi mujahidin dan ikut andil dalam pembentukan tentara jihad dengan nama Tanzim Jihad.
Setelah Turki mundur dari Libya pada 1912, praktis perlawanan terhadap Italia dilakukan oleh seluruh penduduk Libya. Peperangan yang paling sengit terjadi pada hari Jum’at 16 Mei 1913 di Darnah. Di pihak Italia terbunuh 10 orang komandan, 40 tentara, 400 orang cedera dan hilang. Tentara Italia mundur dan meninggalkan peralatan perang mereka.
Umar Mukhtar juga terlibat dalam peperangan Bou Syamal di Ain Marah pada 6 Oktober 1913 dan beberapa peperangan lainnya. Perjuangan tanpa kenal lelah melawan kafir Italia terus berlangsung sampai akhir 1929.
Bulan Januari dan Februari 1930 Italia berhasil menduduki Murzuk dan Ghat, daerah selatan Libya yang berbatasan dengan Al-Jazair, kemudian mereka menyerang berbagai basis mujahidin di berbagai wilayah.
Pada 26 Agustus 1930 Italia menjatuhkan bom seberat setengah ton di kota Juf dan Taj. Pada November tahun yang sama panglima Italia di Libya menyetujui penyerangan dari Agdabia lalu ke Bir Zigen dan Juf.
Pada Perang As-Saniyah, yang terjadi pada bulan Oktober 1930, kacamata umar Mukhtar jatuh dan tertinggal, kemudian ditemukan oleh salah seorang tentara Italia, lalu dia berikan kepada komandannya. Komandan tersebut berkata, “Sekarang kita dapatkan kacamatanya, nanti kita dapatkan lehernya.”
Pada 28 Januari 1931, Kufrah, salah satu basis terpenting, dikuasai penjajah. Jatuhnya Kufrah sangat mempengaruhi gerakan jihad dan perlawanan pejuang Libya.
Pada 11 September 1931, ketika Umar Mukhtar meninjau dan memantau wilayah Salnathah dengan beberapa pasukan berkudanya, pasukan Italia mengetahui hal tersebut dan mengirim pasukan untuk mengepungnya. Maka terjadilah pertempuran sengit di Wadi Bou Thaqah.
Karena pasukan Italia berjumlah lebih besar dan pasukan Umar sudah terkepung, Umar Mukhtar memerintahkan pasukannya untuk menyebar dan menyelamatkan diri. Tapi kuda yang ditungganginya tertembak dan ia tertangkap. Selanjutnya ia dikirim ke Musa Sousah dan kemudian dipindahkan ke Benghazi, dipenjara di daerah Sidi Akhribis dan akhirnya dihukum mati di kota Saluq.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!