Selasa, 16 Jumadil Awwal 1446 H / 21 Oktober 2014 17:19 wib
36.794 views
Umar Mukhtar: Singa Padang Pasir (I)
Tahun 1911 kapal-kapal perang Italia berlabuh di pantai Tripoli, Libya. Mereka mengultimatum kepada Kekhalifahan Turki Utsmaniyah agar menyerahkan Tripoli kepada Italia. Kalau tidak, kota itu akan diratakan dengan tanah.
Tentu saja permintaan itu ditolak mentah-mentah. Akibatnya, titisan bangsa Romawi itu membom kota Tripoli tiga hari tiga malam.
Mujahidin Libya, bersama tentara Turki, melawan pasukan Italia. Salah seorang tokoh legendaris yang gigih melawan kafir Italia itu adalah Umar Mukhtar.
Dia sesungguhnya seorang alim yang lebih banyak mengajar. Namun melihat kezhaliman dan keangkaramurkaan di depan matanya, dia pun terjun ke medan perang.
Tahun 1912, Sultan Turki menandatangani perjanjian damai, sebagai simbol menyerahnya Turki kepada Italia. Perjanjian itu diadakan di kota Lausanne, Switzerland. Itulah awal pemerintahan kolonial Italia di Libya.
Namun, perjanjian ini ditolak rakyat Libya. Mereka tetap melanjutkan perang jihad. Di beberapa wilayah, mereka dibantu tentara Turki yang tidak mematuhi perintah dari pusat kekhalifahan, Istambul.
Penindasan yang menimpa muslim Libya membuat Umar Mukhtar meninggalkan semua pengajiannya. Ia adalah komandan perang yang juga master dalam strategi perang gerilya di padang pasir. Ia memanfaatkan pengetahuannya tentang peta geografi Libya. Sebaliknya, pasukan Italia buta dengan padang pasir.
Dengan 6.000 personel, ia membentuk pasukan elite yang mempunyai mobilitas dan keterampilan perang yang tinggi. Keistimewaanya, mereka berani mati menjemput syahid.
Tahun 1921 Umar Mukhtar tertangkap, karena pengkhianatan salah seorang tentaranya. Tetapi berkat kepiawaiannya berdiplomasi, ia dibebaskan. Di tahun yang sama, Libya diperintah oleh Gubernur Jenderal Guiseppe Volvi. Ia bertekad “memperjuangkan hak-hak Italia dengan darah”.
Sebanyak 15.000 pasukan Italia disebar di kota Libya untuk membunuh para pendukung Umar. Angkatan udara Italia pun ikut bicara. Kepala operasi dipegang Pietro Badoglio dan Rudolfo Graziani. Nama terakhir ini tidak mengecualikan seorang pun pendukung Umar yang tertangkap. Semuanya dibantai.
Ini mendorong Umar dan pasukannya kembali angkat senjata. Kemenangan demi kemenangan pun diperoleh.
Italia panik. Mereka menangkapi rakyat biasa.
Mujahidin Libya menjalani peperangan yang sangat panjang. Umar menjadi komandan perang untuk seluruh wilayah Libya.
Peperangan yang berkisar tahun 1923-1931 itu menyebabkan Italia menderita kerugian yang amat besar. Pasukannya kalah perang di banyak tempat.
Italia, yang kala itu diperintah diktator Benito Musollini, lalu mengirim 400.000 tentara. Mereka menghadapi pasukan Umar Mukhtar, yang hanya 10.000 orang. Akibatnya, kekalahan berada di pihak mujahidin Libya.
Tahun 1931 Umar Mukhtar tertangkap. Dan setelah melalui pengadilan, pada 16 September 1931, Umar Mukhtar dihukum mati di tiang gantungan.
Komandan Mujahidin
Nama lengkapnya adalah Umar Mukhtar bin Umar Al-Manfy, seorang yang paling terkenal sebagai mujahid di Tripoli Barat dalam menentang penjajah Italia. Ia terlahir di Al-Bathnan, wilayah Tripoli Barat, pada tahun 1862 M, dari kedua orangtua yang shalih. Ayahnya meninggal saat pergi ke Hijaz dalam perjalanan ibadah haji dan menitipkan Umar Mukhtar kepada adiknya, Muhammad.
Ketika umurnya belum genap 13 tahun, Umar Mukhtar telah hafal Al-Quran, lalu ia mendalami ilmu syari'ah.
Ia belajar di daerah Sanusiah (di Jaghbub) dengan Muhammad Al-Mahdi sebagai syaikhnya. Kemudian, bersama syaikhnya itu ia pergi ke Sudan tahun 1312 H dan tinggal di Kalak sampai tahun 1321 H. Kemudian ia tinggal di Barqoh di daerah Qusyur hingga tentara Italia merebut Ben Ghozi tahun 1329 H.
Pada tahun 1340 H, ketika terjadi perdamaian antara penguasa Italia dan penguasa Tripolis Barat, terjadilah perselisihan antara pemimpin Tripolis dan Burqah, dan mereka berlepas tangan dalam menghadapi tentara Italia. Mulailah Umar Mukhtar bangkit memimpin mujahidin. Semua kabilah sepakat untuk mengangkatnya sebagai pemimpin tertinggi bagi mujahidin yang bermarkas di Jabal Akhdhor.
Ketika mendengar armada Italia menggempur Ben Ghozi, ia tengah berada di Sudan dan segera meninggalkan negeri itu kembali ke Libya. Para pemimpin Libya yang berada di Sudan atau Mesir dimintanya agar bersatu untuk memenuhi kewajiban mereka terhadap tanah hak mereka.
Namun perjalanannya ke Libya mendapat rintangan dari pasukan Italia. Mereka mengirim pasukan dengan persenjataan lengkap untuk menghalangi rencana tersebut. Tapi itu bisa diatasi sehingga Umar Mukhtar dan jama’ahnya sampai dengan selamat di Libya.
Sebagian besar komandan dan mujahidin Libya kemudian sepakat memilih Umar Mukhtar sebagai pemimpin tertinggi. Dalam menghadapi pasukan Italia, ia memilih Jabal Akhdhor sebagai markas. Daerah ini dinilai sangat strategis bagi perjuangan gerilya, lantaran banyaknya gunung dan hutan, yang pasti menyulitkan tentara Italia.
Puluhan kali pasukan Italia menggempur markas mujahidin ini, tapi selalu gagal. Senjata mereka bisa direbut kaum mujahidin.
Ketuaan mulai menghinggapi Umar Mukhtar, namun dia tetap menjadi komandan dalam pertempuran. Ia tetap mempunyai andil yang besar dalam setiap pertempuran, dan kemenangan selalu menyertainya. Beberapa pertempuran yang terpenting adalah Pertempuran Bariqoh, Pertempuran Rahibah, Pertempuran Aqirah Al-Mathmurah, dan Pertempuran Karsah.
Kemudian Italia memobilisasi 5.000 tentara pilihan yang dilengkapi dengan persenjataan berat. Tujuan utamanya membawa kepala Umar Mukhtar, hidup atau mati.
Ketika berita ini sampai ke telinga komandan muslim ini, bukannya ia menjadi gentar, malah menambah mantap imannya
Dengan senjata apa adanya, Umar Muhtar membagi tentaranya menjadi dua kelompok. Yang satu tetap berjaga di puncak-puncak gunung, sedang kelompok kedua mengelabui pasukan Italia, dengan harapan mereka akan menyerang dari arah timur, karena bila itu terjadi posisi tentara Umar akan diuntungkan.
Skenario itu berjalan lancar, tentara Italia menyerang dari timur. Maka habislah mereka oleh serangan mujahidin dari berbagai penjuru. Tank-tank mereka dihujani dengan batu-batuan hingga tak berkutik. Mujahidin mendapat ghanimah yang banyak berupa senjata-senjata mutakhir.
Italia kembali gagal menangkap Umar Mukhtar bersama mujahidin yang dibantu oleh rakyat. Karena itu mulailah mereka membuat tipu daya, meyebarkan isu-isu bohong untuk menggerogoti kewibawaan Umar Mukhtar, tapi mereka gagal lagi.
Mereka mencoba cara lain. Yakni merayunya, akan dipilih sebagai wakil hakim Italia, akan diberi kedudukan yang tinggi, uang 100 lira, dan akan dibangunkan istana yang megah dikelilingi kebun yang luas. Namun komandan muslim ini telah memilih akhirat dibandingkan dunia, ia dengan tegas menolak semua tawaran tersebut.
Kemudian Italia mencoba cara yang lain lagi, dengan menawarkan perjanjian damai. Umar Mukhtar dan para mujahidin meminta tiga persyaratan: Itali harus mengakui bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara, mengakui Islam sebagai agama resmi negara, dan
komandan-komandan tentara Libya harus orang-orang Libya.
Italia menolak pesyaratan tersebut, dan gagallah cara yang ditempuh itu.
Berita tentang keberanian para mujahidin itu sampai ke media massa Eropa. Pemerintah Italia marah kepada pasukan Italia yang ada di Libya. Maka mereka mendatangkan bantuan tentara dari luar, untuk mencabut akar-akar perjuangan Islam dan menghabisinya.
Semata-mata Kehendak Allah
Pasukan Italia kembali melakukan serangan di sekitar Jabal Akhdhor dan mengepung daerah itu dengan rapat supaya tak ada hubungan apa pun yang dapat membantu mujahiddin.
Para mujahidin keluar secara berkelompok untuk menggempur pasukan Italia pada malam hari. Tiap malam Umar Mukhtar keluar bersama beberapa mujahidin untuk mempelajari medan tempur dan menyelidiki kekuatan musuh serta mencari celah-celah kelemahan mereka.
Pada suatu malam Umar Mukhtar bersama kelompok mujahidin keluar seperti biasa, namun gerak-geriknya diketahui oleh tentara Italia.
Saat mereka yakin sudah berada dalam posisi menguntungkan, diseranglah mujahidin.
Para mujahidin bertempur mati-matian, namun salah satu peluru lawan mengenai kepala kuda yang ditunggangi Umar Mukhtar. Ia terjatuh, kacamatanya lepas, hingga ia tak mampu melihat apa-apa. Pada saat itulah, tentara Italia langsung menangkapnya.
Ia lalu dikirim ke Sausah, dan ditawan selama empat hari.
Saat ditanya apa yang ia kerjakan, ia menjawab dengan tegar, "Penangkapan atas diri saya semata-mata kehendak Allah Azza Wajalla, dan saya telah menjadi tawanan kalian, maka Allah sajalah yang mengatur segala urusan, sedang kalian dengan posisi kalian itu berbuatlah semau kalian terhadap saya. Maka harus diketahui bagi kalian bahwa saya sekali-kali tidak akan pernah taat dan mengikuti kemauan kalian."
Selama dalam tawanan, ia dibujuk untuk menulis dan menandantangani seruan kepada mujahidin agar menghentikan peperangan dan meminta mereka untuk menyerahkan diri. Namun ia menolak dengan tegas, dan lebih memilih mati daripada menjadi penyebab berhentinya jihad.
Siksaan pun dialaminya selama ditawan, tapi semua itu dihadapinya dengan tegar.... (may/dbs/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!