Feminisme dan Delusi Kesetaraan GenderRabu, 25 Dec 2024 20:55 |
SKB Dua Menteri dan Peraturan Daerah dilabrak. Berbagai modus dilakukan untuk mendapatkan dukungan dengan cara manipulasi. Ketika gereja mengepung pemukiman perumahan, perkampungan, mall, di wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jadebotabek), maka inilah awal para missionaris membuka pintu gerbang kegiatan Kristenisasi dengan pola yang semakin agresif. Umat Islam tak boleh diam.
Oleh: Desastian
Bak cendawan di musim penghujan, gereja tumbuh subur di republik ini. Data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2008 mengungkapkan, agama Kristen memiliki 47.106 gereja dengan persebaran pada sepuluh daerah terbesar, yakni Sumatera Utara (11.158 gereja), Papua (4.648 gereja), Sulawesi Utara (4.247 gereja), NTT (3.974 gereja) dan Jawa Tengah (2.519 gereja) sementara DKI Jakarta sebanyak 555 gereja. Lima lainya yaitu Kalimantan Barat (2.351 gereja), Sulawesi Selatan (2.302 gereja), Jawa Timur (1.947 gereja), Sulawesi Tengah (1.833 gereja) dan Kalimantan Tengah (1.487 gereja) sementara DKI Jakarta memiliki 555 gereja.
Sementara itu, jumlah gereja Katolik, masih menurut data BPS, memang tak sebanyak gereja Kristen, yakni berjumlah 12.242 gereja di seluruh Indonesia. Dengan persebaran di sepuluh daerah terbesar, antara lain Kalimantan Barat (2.245 gereja), Sumatera Utara (2.194 gereja), NTT (1.842 gereja), Papua (978 gereja) dan Jawa Tengah (569). Lima lainnya yakni, Sulawesi Selatan (439 gereja), Jawa Timur (415 gereja), Kalimantan Timur (412 gereja), Lampung (361 gereja), Kalimantan Tengah (346 gereja), sementara di DKI sebanyak 188 gereja.
Merujuk data BPS tadi, bila jumlah gereja Kristen dan Katolik ini digabung, ada sekitar 59.348 gereja yang ada di seluruh Indonesia. Jumlah ini belum termasuk gereja liar yang bertaburan di rumah-rumah penduduk dan rumah toko (ruko) yang marak terjadi beberapa tahun terakhir ini.
Jumlah yang tak proporsional itu, kata Ketua Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) Andreas A. Yewangoe, disebabkan oleh kelompok keagamaan (sekte), atau biasa disebut denominasi gereja. “Tak heran kalau di satu ruas jalan, bisa saja ada beberapa gereja. Itu karena denominasi,” tukas Andreas.
Bila merujuk data BPS di atas, terlihat persebaran gereja Kristen Katolik dan Protestan lebih banyak di daerah pedalaman dan Indonesia Timur. Seperti di Kalimantan, Sulawesi, NTT dan Papua. Pertumbuhan gereja di sejumlah wilayah itu menunjukkan gencarnya misi kristenisasi kaum misionaris sebagaimana yang termaktub dalam Kongres Penginjil di Jepang pada akhir Mei 2003 lalu.
Ketua PGI Andreas A Yewangoe membantah hipotesa yang mengungkapkan bahwa tingginya pertumbuhan gereja di suatu daerah menandakan tinggi pula tingkat kristenisasi di daerah tersebut. “Gereja itu tempat ibadah. Adanya gedung gereja bukan dimaksudkan untuk kristenisasi. Tidak mungkin mereka melakukan itu,” katanya.
Gereja di Jadebotabek
Front Anti Pemurtadan Bekasi (FAPB) mencatat, hampir di seluruh wilayah kota Bekasi saat ini marak pendirian gereja-gereja liar dengan statusnya yang ilegal. Proses pemenuhan persyaratan mendirikan rumah ibadah yang ditentukan dalam SKB Dua Menteri (Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri) Tahun 2006 ternyata sarat manipulasi, terutama saat mengantongi rekomendasi dan IMB yang dipaksakan oleh pemerintah setempat.
Masih segar dalam ingatan, di Bekasi Selatan, pendirian Gereja GPIB Galilea di Villa Galaxi, Jaka Setia, adalah gereja ketujuh yang terdapat dalam satu RT. Kemudian, di Bekasi Utara, pendirian Gereja HKBP di Villa Indah Permai, ruko dan rumah di Permata Hijau Permai yang beralih fungsi menjadi tempat ibadah. Selanjutnya di Pondok Gede, yakni di sebuah rumah di Jatibening Baru yang telah berubah fungsi menjadi gereja. Lalu di Pondok Timur Indah Kelurahan Mustika Jaya, sebuah rumah menjadi Gereja GPIB.
Menurut Aktivis Forum Umat Islam (FUI) Bekasi Ustadz Bernard Abdul Jabbar, ada sekitar 300 sekte Kristen yang ada Indonesia. Setiap sekte tidak mau beribadah ke gereja lain. Karenanya, mereka merasa perlu membangun rumah ibadah sendiri. Bernard membantah, jika kalangan Nasrani tidak diberi ruang untuk menjalankan ibadah. Hanya saja, pihak Kristen acapkali membuat pencitraan seolah komunitas yang dizalimi.
“Pencitraan ini kemudian di-blow up keluar. Persoalannya, adalah indikasi pemimpin daerah yang tidak tegas, begitu juga dengan peran FKUB yang terkesan plin-plan. Kita tahu FKUB adalah bentukan pemerintah, yang anggarannya diperoleh dari APBD. Sangat disesalkan, pendirian Gereja Galilea justru mendapat rekomendasi dari FKUB ketika itu. Akhirnya walikota pun memberi restu atas rekomendasi FKUB, padahal masyarakat setempat tegas menolak,” kata Bernard yang juga aktif di Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Bekasi.
Gereja tak hanya mengepung Bekasi, tapi juga wilayah lainnya, seperti Depok, Bogor, dan Tangerang. Bahkan di hampir seluruh kota dan pedesaan di Tanah Air. “Data Gereja di kecamatan Serpong-Tangerang yang dilaporkan ke Pemda Kabupaten Tangerang, disebutkan hanya satu buah, namun faktanya di lapangan ada 86 buah gereja,” kata Alfian Tanjung, seorang aktivis Islam yang tinggal di Tangerang.
Data di Polres Depok juga menyebutkan, di sepanjang jalur Jalan Raya antara Cinere Mall sampai Parung Bingung (sepanjang + 8 Km) sejak tahun 2000 telah berdiri 24 gereja, belum termasuk gereja tanpa izin, yang proses pendiriannya telah menuai protes masyarakat muslim di sekitarnya. Gereja HKBP yang berada di kawasan Cinere, misalnya, sempat mendapatkan perlawanan dari umat Islam.
Dalam laporannya kepada Komnas HAM tentang Penutupan Tempat-tempat Ibadah Sepanjang 2005-2007, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mencatat, ada 130 kasus penutupan gereja dan pelarangan melaksanakan ibadah di beberapa tempat di berbagai belahan Nusantara. Sebanyak 21 tempat ibadah dari berbagai denominasi dikepung massa dan dipaksa tutup. Itu terjadi pada bulan April-September 2005 di Jawa Barat.
Peristiwa yang sama terjadi pada bulan April 2006 atas dua tempat ibadah di Kompleks Seroja Bekasi dan empat rumah ibadah di Gunung Putri, Bogor. Sekitar 52 kasus umat Kristiani yang menggunakan tempat tinggal atau ruko sebagai tempat ibadah. PGI menuding, penutupan gereja dilakukan sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan Front Pembela Islam (FPI), Aliansi Gerakan Anti Pemurtadan (AGAP) dan Barisan Anti Pemurtadan (BAP).
Sekretaris Eksekutif Bidang Diakonia PGI Pdt Gomar Gultom berpandangan, gereja-gereja tersebut telah berupaya untuk memperoleh izin dari instansi yang berwenang, bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun. Namun izin yang diharapkan selalu tidak keluar, disebabkan persyaratan yang sangat sulit dicapai berdasarkan SKB 1969, ditambah lagi dengan aturan Perda di lokasi tersebut. Jika kesediaan sebagian warga masyarakat telah diperoleh, selalu muncul tandingan untuk menolak. Bahkan intimidasi kerap terjadi terhadap orang-orang yang telah bersedia menandatangani di beberapa tempat.
PGI menjelaskan, sejak diberlakukannya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri No 9/2006 dan No 8/2006, 21 Maret 2006, ada 28 rumah ibadah yang masih mengalami teror dan upaya penutupan. Sementara itu, ada 11 jamaat yang kini belum bisa melaksanakan ibadah di gereja yang ada, dengan alasan IMB rumah ibadah belum dikantongi. Selanjutnya, 23 jamaat yang terpaksa melaksanakan ibadah di rumah/ruko karena izin mendirikan gereja sulit diperoleh.
Menurut Kristologi dari Fakta Ustadz Abu Deedat, pendirian gereja acapkali tidak mengikuti Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 8 dan 9 tahun 2006. Hal inilah yang menjadi pemicu terjadinya gesekan kehidupan umat beragama. Bukan sekali-dua kali aturan itu dilanggar, ketika ruko, mall dan tempat tinggal telah beralih fungsi menjadi gereja. “Misi penginjilan yang efektif adalah pendirian gereja-gereja baru dengan cara yang tidak fair. Awalnya, mereka mengajukan izin untuk pabrik roti, tapi prakteknya malah membangun gereja,” kata Abu Deedat.
Senada dengan Ustadz Syamsudin Uba, Ketua Divisi Dakwah Forum Anti Pemurtadan Bekasi. Pihak gereja melakukan pendekatan dengan warga setempat, dengan pembagian sembako. “Nah, saat menerima sembako, warga harus membubuhkan tanda tangan. Kemudian tandatangan tersebut digunakan sebagai persetujuan pendirian gereja. Ini jelas penipuan. Itulah sebabnya, kami laporkan pada pihak berwajib untuk ditindak secara hukum. Kita prihatin, saat ini jumlah gereja di Bekasi, terdapat lebih dari 81 gereja Protestan dan 8 gereja Katolik,” jelas Syamsudin.
Bekasi Diusik
Masih segar dalam ingatan, pada 5 Desember 2007 bertempat di Gedung Dewan Dakwah Bekasi, umat Islam dan ormas Islam se-Bekasi menyatakan sikapnya, memprotes keras pendirian Gereja Galilea di Kelurahan Jakasetia Bekasi Selatan. Umat Islam juga meminta semua pihak yang berwenang untuk menutup lima dari enam gereja yang berada di Kampung Pulo Minas, Taman Galaksi.
Pada 26 Februari 2008, Gerakan Pemuda Islam (GPI) yang mendapatkan mandat dari ormas-ormas Islam se-Bekasi, kembali menyatakan protes kepada pihak Bekasi Cyber Park untuk menunjukkan surat izin tentang penggunaan tempat peribadatan (Gereja Tiberias Indonesia) yang berada di Cyber Park sebagaimana dilaporkan masyarakat. “Cyberpark jelas dibangun untuk lahan usaha atau berbisnis, tapi kenapa bisa ada gereja? Apakah mereka punya misi dengan pendirian gereja tersebut?” tanya Ketua FPAB Syamsudin Uba heran.
Ternyata bukan hanya pendirian gereja liar dan alih fungsi bangunan menjadi tempat ibadah, yang selalu menuai protes warga. Pihak Nasrani juga terus menerus melakukan pemurtadan dan provokasi dengan modus yang sama untuk memancing kemarahan umat Islam. Seperti diberitakan voa-islam sebelumnya, Bekasi dihebohkan dengan Bekasi Berbagi Bahagia (B3), aktivitas Kristenisasi berkedok kegiatan sosial. Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Yayasan Mahanaim. Disusul munculnya website blog dengan admin Yayasan Perguruan Santo Mellarminus (21/4) yang melecehkan agama Islam dan simbol-simbol Islam, baik berupa kartun, komik, film maupun tulisan bernuansa SARA. Dalam situs ada tulisan berjudul ”Habisi Islam di Indonesia”.
Usai menghina, pada hari Ahad (2/5) sekelompok pemuda-pemudi Nasrani yang menjadi peserta pawai peringatan Hardiknas, memasuki pelataran Masjid Agung al Barkah Kota Bekasi. Mereka berbaris menghadap pintu utama masjid, mengangkat replika mahkota Paus dan membentuk formasi salib, membagi-bagikan roti, dan memercikkan air seperti membastis di halaman Masjid Agung Al Barkah.
Bekasi tampaknya tak pernah habis dengan modus yang sama, selalu saja berulang-ulang. Kasus terakhir terjadi di Ciketing-Bekasi. Bukan tidak mungkin persoalan sensitif ini akan menjalar ke wilayah lain. Terlebih, jika pihak berwenang tidak menyelesaikan dengan bijak dan cepat. Ibarat bom waktu, hal yang tidak diinginkan bisa saja meledak seketika. Tentu semua pihak tak ingin konflik horizontal ini terjadi.■
FREE ONGKIR. Belanja Gamis syari dan jilbab terbaru via online tanpa khawatir ongkos kirim. Siap kirim seluruh Indonesia. Model kekinian, warna beragam. Adem dan nyaman dipakai.
http://beautysyari.id
Di sini tempatnya-kiosherbalku.com. Melayani grosir & eceran herbal dari berbagai produsen dengan >1.500 jenis produk yang kami distribusikan dengan diskon sd 60% Hub: 0857-1024-0471
http://www.kiosherbalku.com
Mau penghasilan tambahan? Yuk jadi reseller tas TBMR. Tanpa modal, bisa dikerjakan siapa saja dari rumah atau di waktu senggang. Daftar sekarang dan dapatkan diskon khusus reseller
http://www.tasbrandedmurahriri.com
Suplier dan Distributor Aneka Obat Herbal & Pengobatan Islami. Melayani Eceran & Grosir Minimal 350,000 dengan diskon s.d 60%.
Pembelian bisa campur produk >1.300 jenis produk.
http://www.anekaobatherbal.com