Ahad, 27 Jumadil Akhir 1446 H / 2 November 2014 22:50 wib
29.774 views
Diduga Ungkap Korupsi TBIG - Telkom, Raden Nuh Dilaporkan Ke Polda
JAKARTA (voa-islam.com) - Seakan-akan tidak ada lagi hukum di negeri ini. Tidak puas melakukan rekayasa kasus dan fitnah, kali ini terdengar informasi bahwa Raden Nuh telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya.
Hal ini akibat aksi pelapor Abdul Satar/Wahyu Sakti Trenggono yang tak lain bosnya sendiri di Asatunews dan menurut narasumber yang tak ingin disebutkan namanya, dan konon Satar dan Trenggono adalah timses Arief Yahya.
Junaidi SH salah satu tim hukum Edi Syahputra, yang telah lebih dulu itu menyatakan kasus ini di kriminalisasi dan direkayasa kasusnya oleh Abdul Satar, Arief Yahya, Wahyu Sakti Trenggono dan Arief Prabowo Cs.
Junaidi mengatakan, ia mendengar informasi bahwa Saudara Raden Nuh, telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh Abdul Satar dan Trenggono. Tuduhan yang dilaporkan adalah tindak pidana pemerasana yang sama sekali tidak pernah ada atau fiktif.
Raden Nuh yang mendengar rencana krimnalisasi dirinya itu mengatakan, pihaknya sudah menunjuk kantor advokat Noegroho Djajoesman sebagai Tim Pembelanya.
Endi salah satu tim hukum dari LawFirm Noegroho Djajusman mengatakan bahwa kliennya, Raden Nuh tidak pernah sekalipun melakukan tindak pidana pemerasan sebagaimana dituduhkan kepadanya oleh pelapor Abdul Satar dan atau Wahyu Sakti Trenggono.
“Bahwa klien kami dilaporkan oleh Abdul Satar dan atau Wahyu Sakti Trenggono semata –mata diduga hanya untuk bertujuan melakukan kriminalisasi terhadap klien kami Raden Nuh, yang menurut dugaan pelapor, Klien kami Raden Nuh turut andil dalam menyebarluaskan pemberitaan mengenai dugaan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) PT Telkom Indonesia Tbk dengan modus akuisisi PT Tower Bersama Infrastruktur Tbk (TBIG) yang pembayaran akuisisi 13,7% sahamTBIG oleh PT Telkom Indonesia Tbk dilakukan dengan pola tukar saham atau swap 100% saham anak perusahaan PT Telkom Indonesia Tbk yaitu PT Dayamitra Telekomunikasi atau dikenal dengan nama Mitratel,” ungkap Endi, Jumat, 31 Oktober 2014 kepada Asatunews, di Jakarta.
Ditambahkannya, berdasarkan keterangan Raden Nuh, ternyata Abdul Satar, pelapor dalam kasus ini pernah mengancam klien kami, Raden Nuh agar tidak lagi ikut-ikutan menyebarluasakan dugaan korupsi yang merugikan Negara puluhan triliun rupiah dan membahayakan ketahanan nasional serta keselamatan negara pada akusisi 13.7% saham TBIG oleh Telkom yang dibayar dengan 100% saham Mitratel.
Abdul Satar melalui Ibnu Misbakhul Hayat dan Hari Koes Hardjono, yang sekarang juga sedang dikriminalisasi pelapor, telah menyampaikan ancaman secara terbuka dan terang-terangan, di mana Abdul Satar mengatakan kepada Ibnu dan Hari, “Bilang sama Raden, dia mau bersaudara atau mau jadi musuh. Kenapa dia terus mengungkap korupsi Telkom dan TBIG?” ancam Abdul Satar, salah satu pemegang saham TBIG kepada Hari dan Ibnu sebagaimana mereka teruskan ancaman dari Abdul Satar kepada Raden Nuh, yang pada Kamis dan Jumat (23-24 Oktober 2014) sedang berada di Medan guna menghadiri pelantikan Advokat KAI (Kongres Advokat Indonesia) dan memberi ceramah sebagai narasumber di LBH Medan.
Menurut Endi, laporan Abdul Satar itu tanpa dasar dan sama sekali tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Pihaknya akan melaporkan balik ke Polda Metro Jaya atau Bareskrim Mabes Polri atas tindakan Abdul Satar dan atau Wahyu Sakti Trenggono, pemegang saham mayoritas PT Tower Bersama Infrastruktur Tbk (TBIG) yang diduga telah KKN bersama PT Telkom selama tiga tahun terkhir ini dan pada tanggal 10 Oktober 2014 lalu telah menandatangani kesepakatan akuisisi dengan PT Telkom Indonesia Tbk.
Akibat penandatanganan kesepakatan akuisisi 13,7% saham TBIG oleh PT Telkom yang dibayar dengan swap atau tukar 100% saham Mitratel, Negara Republik Indonesia dipastikan mengalami kerugian triliunan rupiah. Harga saham Telkom langsung anjlok ke Rp. 2,600 dari Rp. 2,900 per saham. Sebaliknya harga saham yang semula di kisaran Rp 5,800 langsung melonjak naik menjadi Rp. 9,000 per lembar saham.
Bantahan Raden Nuh Terkait Laporan Bertujuan Fitnah Abdul Satar dan Wahyu Sakti Trenggono
Melalui pernyataan tertulis, Raden Nuh menyampaikan klarifikasi terkait laporan Abdul Satar ke Polda Metro Jaya terhadap Raden Nuh, sebagai berikut :
Dengan hormat,
Sehubungan dengan informasi yang saya terima mengenai tuduhan kepada saya yang disebutkan telah melakukan tindak pidana pemerasan terhadap Abdul Satar atau dan Wahyu Sakti Trenggono dengan ini disampaikan klarifkasi sebagai berikut :
1. Saya tidak pernah dan tak akan pernah melakukan pemerasan terhadap abdul satar atau Wahyu Sakti Trenggono atau siapa pun juga, baik pada masa lalu, sekarang atau masa akan datang karena tindakan itu jauh dari sifat dan karakter saya. Jangankan berbuat pemerasan, memikirkannya saja saya tak pernah.
2. Apalagi jika disebutkan saya memeras Abdul Satar atau biasa saya panggil Abangda Satar atau WS Trenggono, bahkan UNTUK MEMINTA UANG kepada Satar atau Trenggono, saya tidak pernah, meski Satar dan Trenggono kerap menawarkan bantuan uang atau lainnya kepada saya. Karena secara ekonomi, saya cukup mampu dan ketika ditawarkan bantuan uang dengan berbagai alasan, saya selalu menolak.
3. Benar bahwa saya ada menerima sejumlah uang, kalau tidak salah sebesar Rp. 50 juta dan Rp. 275 juta pada pertengahan oktober 2014 lalu, terhadap pemberian uang tersebut saya sampaikan sebagai berikut :
Uang tersebut adalah untuk penggantian biaya operasional perusahaan/ kantor PT Asatu Media Perdana Bangsa yang merupakan milik Abdul Satar dan Wahyu Sakti Trenggono, saya dan Hari Koeshardjono. Di mana kepemilikan saham PT Asatu Media Perdana Bangsa sebesar 51% adalah milik Abdul Satar dan Trenggono, 35% milik saya dan Abadullah Rasyid, serta 14% milik Hari Koeshardjono. Namun, dalam akte perusahaan, saham milik Satar dan Trenggono dititipkan atas nama Hari Koes Hardjono.
Penyerahan uang sebanyak dua kali dilakukan di restoran Larazeta Jalan Tebet Barat Raya 17 Tebet, Jakarta selatan.Penyerahan kedua pada tanggal 16 Oktober 2014 sekitar pukul 13.30 WIB di restoran Larazeta Jalan Tebet Barat Raya No. 17 lantai 2. Di mana pertemuan itu adalah inisiatif dari Satar setelah pertemuan pertama beberapa hari sebelumnya yang mana juga merupakan inisiatif dari Satar melalui ajakan pertemuan kepada saya melalui pesan bbm (blackberry messenger)
Pada pertemuan pertama, Abdul Satar mengundang bertemu dan mengajak makan siang saya tanpa menyebutkan alasan dan maksud pertemuan. Setelah makan siang, barulah Abdul Satar menanyakan mengenai kondisi perusahaan PT Asatu Media Perdana Bangsa yang mengelola media online Asatunews.com. Saya jelaskan bahwa sejak Abdul Satar dan Trenggono tidak lagi atau menghentikan transfer biaya operasional kepada Asatunews sejak sekitar bulan Juni 2014 lalu, Asatunews memliki hutang di mana-mana, termasuk pada karyawan sendiri.
Asatunews didirikan atas inisiatif Wahyu Sakti Trenggono pasca pertemuan dengan saya, Hari Koeshadjono, Abdullah Rasyid dan Wahyu Sakti Trenggono pada hari Senin, tanggal 17 Juni 2013, sekitar pukul 18.30 hingga pukul 21.30 di Opal Cafe, Tebet Green Jalan MT Haryono Jakarta Selatan.
Sebelumnya, Abdullah Rasyid yang pada saat itu adalah Staf Khusus Menko Hatta Rajasa pada hari Senin siang sekitar pukul 15.00 Wib bertemu dengan saya di Aceh Corner Bidakara, Jl.MT Haryono Jakarta Selatan. Menurut Abdul Rasyid, ia ketika itu ditugaskan Menko Hatta Rajasa untuk menemui saya. Pada saat pertemuan itu juga hadir M Fahrudin (mantan sekjen KNPI) yang juga Sekretaris Polkam DPP Partai Demokrat.
Pada saat pertemuan itu, Abdullah Rasyid menerima Telepon dari seseorang yang kemudian baru diketahui orang itu adalah Wahyu Sakti Trenggono, Wakil Bendahara Partai Amanat Nasional (PAN) yang juga pengusaha nasional tangan kanan Menko Hatta Rajasa.
Di sela-sela pembicaraan telpon Rasyid dengan Wahyu Sakti Trenggono, tiba-tiba Abdullah Rasyid mengatakan Trenggono ingn bertemu saya, yang saya tolak karena saya tidak mengenalnya sama sekali. Menanggapi penolakan saya, Rasyid memberikan handphone-nya dan meminta saya sampaikan penolakan langsung kepada Wahyu Sakti Trenggono yang terus mendesaknya untuk bisa bicara langsung kepada saya.
Melalui pembicaraan via handphone Rasyid itu, Trenggono mendesak saya agar bersedia bertemu dengannya hari itu juga. Akhirnya pertemuan pertama saya dengan Wahyu Sakti Trenggono (mitra Abdul Satar) terjadi juga di Opal Cafe, Pukul 18.30 sampai 21.30 Wib Senin 17 Juni 2013.
Pada saat pertemuan itu, Wahyu Sakti Trenggono meminta kami (Rasyid, Hari dan Saya) untuk membantu "mengamankan" PT Telkom, yang saat itu sedang disorot publik karena banyak dugaan korupsi, di antaranya korupsi proyek MPLIK di PT Telkom dan penjualan PT. Telkom Vision kepada Chairul Tandjung/ Trans Corp Grup, yang dinilai rakyat dilakukan Telkom secara melanggar hukum dan merugikan negara USD 150 juta atau Rp. 1.8 Triliun.
Pada saat itu, Trenggono menawarkan sejumlah uang agar kami mau membantu mengamankan berbagai dugaan korupsi di Telkom yang telah merugikan negara sangat besar.
"Abang, mau apa? Sebut saja. Saya punya uang lebih Rp. 4 triliun, cash! Saya juga punya credit line lebih USD 4 miliar. Abang mau apa saja, saya bisa berikan," kata Trenggono kepada saya malam itu untuk membujuk saya membantu mengamankan korupsi-korupsi di PT Telkom Indonesia Tbk.
Menanggapi penawaran Trengono itu, saya menjawab "Saya punya uang Rp 4 juta di ATM BCA. Saya tidak punya credit line miliaran dollar Amerika seperti Mas Trenggono, tapi maaf, saya tidak butuh apa-apa".
Mendengar jawaban saya, Trenggono langsung berdiri sambil memekikan "Allahu Akbar!" sambil memeluk saya, Mas Trenggono mengatakan "Inilah Saudara saya yang saya cari-cari selama ini".
Itulah sekelumit fakta awal pertemuan saya dengan Trenggono dan tak lama kemudian dengan Abdul Satar, yang merupakan mitra Trenggono. Dari pertemuan di Opal Cafe, Tebet Green, Jakarta Selatan, terjadilah hubungan 'persaudaraan' antara saya dengan Mas Trenggono dan Abdul Satar, hingga hari ini.
Pertemuan berikutnya intens terjadi, di mana dari puluhan kali pertemuan kami terutama di kantor Mas Trenggono dan Satar MT Building Jl.MT Haryono, Trenggono dan Satar mengajak kami untuk mendirikan media online ASATUNEWS yang pada awalnya direncanakan Trenggono dan Satar harus dapat mengaahkan kompetitor seperti Detik.news, Vivanews dan lain-lain. Saya, Hari dan Abdullah Rasyid diminta untuk membantu terwujudnya rencana itu.
Satar dan Trenggono berulang kali mengatakan bahwa mereka ingin membesarkan Asatunews yang baru berdiri itu. Berapapun biayanya akan mereka siapkan. Dalam dua tahun Asatunews harus mampu mengalahkan detik.news dan dalam 5 tahun akan mengalahkan Vivanews.
Dalam berbagai meeting mengenai perusahaan PT Asatu Media Perdana Bangsa, Trenggono dan Satar selalu mengulangi ambisi mereka tersebut. "Asatunews harus bisa menjadi holding company di mana berbagai perusahaan media dan media content berada di dalamnya". Kalimat ini selalu diulang-ulang oleh Trenggono dan Satar. Termasuk rencana pendirian media televisi nasional yang nantinya berada di dalan Holding Company Asatunews.
Konsekuensinya, kami diminta untuk mencari staf redaksi terbaik di Indonesia. Kami diminta untuk membentuk organisasi perusahaan yang lengkap secepatnya. Untuk kantor asatunews, Trenggono dan Satar menyewakan sebuah rumah berlantai dua di Jalan Tebet Barat Dalam V Nomor 26 Tebet Jakarta Selatan. (Tempat Kejadian Perkara/ TKP rekayasa kasus "pemerasan' oleh Edi Syahputra terhadap PT Telkom disebutkan terjadi. Sebuah kasus yang saya tahu persis adalah rekayasa dari pihak Telkom sendiri, dengan memberikan laporan palsu atau keterangan tak benar kepada Polda Metro Jaya.
Atas permintaan Trenggono dan Satar yang berulang-ulang ditekannya, organisasi Asatunews yang baru berdiri menjadi gemuk. Susunan organisasi redaksi dan perushaan hampir sempurna. Namun, konskuensinya, biaya operasional menjadi besar sedangkan pendapatan terutama iklan belum ada. Trenggono dan Satar selalu menekankan biaya tidak menjadi masalah. Berapapun akan disiapkan, yang penting rencana menjadikan Asatunews terbesar dapat terwujud.
Namun, kenyataannya pada bulan ketiga dan seterusnya, Trenggono dan Satar selalu mentransfer atau memberikan biaya operasional kurang dari seharusnya, juga sering terlambat yang mengakibatkan karyawan tidak nyaman bekerja dan satu per satu keluar dari Asatunews karena gaji sering terlambat. Meski begitu, kami dipaksa untuk merekrut staf baru lagi.
Kondisi ini berlangsug terus-menerus hingga utang perusahaan kepada banyak pihak menumpuk termasuk kepada karyawan sendiri seperti Santika , yang mencapai Rp. 50 juta dan kepada karywan lain (utang gaji dll ratusan juta rupiah).
Puncaknya pada Mei - Juni 2014 di mana para karyawan asatunews tidak lagi gajian dan untuk mengatasinya, terpaksa harus meminjam uang kemana-mana. Trenggono dan Satar tidak lagi mentransfer uang operasional. Pada Juli - Agustus - September 2014 perusahaan terpaksa gadaikan mobil operasional. Hingga akhirnya sebagian karyawan di rumahkan dan tidak mendapat gaji dan THR. sebagian malah diberhentikan.
Pada awal Oktober 2014 tiba, Satar kirim sms mengajak bertemu dan menyerahkan sebagian uang untuk yang menjadi komitmen Trenggono dan Satar sejak pertama kali berniat mendirikan asatunews.
Penyerahan uang dua kali yang dilakukan Satar melalui saya untuk Asatunews masing-masing Rp 50 juta dan Rp 275 juta.
Saya tahu skenario rekayasa kasus pidana atau kriminalisasi terhadap saya. Ada informasi, nasib saya juga akan dijadikan seperti Edi Syahputra, Ibnu Misbakhul Hayat, Hari Koeshardjono atau bahkan seperti Anas Urbaningrum dan Antasari Azhar, di mana opini palsu diciptakan secara masif dan terus menerus tanpa ada perimbangan berita yang sebenarnya.
Seiring dengan itu, kesalahan saya selaku manusia biasa akan dikorek-korek, dicari-dicari sampai ketemu dan jika tak ketemu maka akan diciptakan kejahatan fiktif di mana saya harus dihukum penjara atau dimatikan di penjara atas perintah orang-orang tertentu.
Alangkah malangnya nasib Bangsa dan Negara Indonesia yang tercinta, di mana konstitusi dan mukaddimah UUD 1945 tegas menyatakan Indonesia adalah negara berdasarkan hukum, bukan kekuasaan.
Demikian disampaikan.
Semarang, 01 Nopember 2014
Semoga Allah SWT senantiasa bersama kita. Amiin YRA
ttd.
Raden Nuh
Raden Bersumpah Membongkar Korupsi Telkom – TBIG Hingga Para Pelaku Dipenjara
Selain menyampaikan bantahan dan klarifikasi tertulis, mantan aktifis mahasiswa era Orde Baru yang penah ditahan empat kali karena menyuarakan anti korupsi, penindasan dan kesewenangan itu juga bersumpah akan membongkar semua konpirasi di balik kriminalisasi dan ftnah terhadap dirinya.
"Jika mereka tidak hentikan semua fitnah dan rekayasa kasus ini, saya bersumpah atas nama Allah SWT dan demi kehormatan almarhumah ibu saya, akan membongkar semuanya sampai semua pelaku diseret ke penjara. Mereka atau saya yang akan hancur. Silahkan saja,' ujar Raden, Jumat (31/10).
Raden Nuh mengatakan pihaknya sudah membentuk tim untuk mengungkap dugaan korupsi Telkom – TBIG melalui swap Mitratel, termasuk menghubungi jaringan media dan aktivis anti korupsi Internasional. Hal ini dilakukannya karena investor PT Telkom Indonesia juga banyak di luar negeri sehhubungan dengan dual listing saham Telkom (TLKM) yakni di BEI Jakarta dan New York Stock Exchange (NYSE), Amerika Serikat.
Semakin rumit negeri ini, bagaimana menurut pendapat Anda?[asatu/ahmed/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!