Ahad, 20 Jumadil Akhir 1446 H / 1 Juni 2014 19:32 wib
50.778 views
Prabowo Vs Jokowi, Siapa Terpercik Black Campaign & Negative Campaign?
Sahabat Voa Islam,
Pada musim pemilu capres 2014 ini banyak berseliweran kata-kata 'black campaign' jika dibandingkan 'negative campaign'.
Apa beda black campaign dan negative campaign? Siapkah yang terciprat fitnah black campaign dan negative campaign? Apakah Jokowi dan Prabowo terpercik keduanya?? Mari kita simak
1) BLACK CAMPAIGN: Perbedaan mendasar black dan negative campaign adalah pada kontennya atau materi kampanyenya. Sementara, kampanye negatif adalah kampanye yang materinya nyata adanya atau pernah terjadinya.
Black Campaign atau kampanye negatif adalah jenis aktivitas seruan berupa dengan materi kampanye tidak sesuai dengan kenyataan atau mengada-ada. Kampanye hitam di sini mewakili sebuah istilah yang buruk, jelek, intinya patut dijauhi. Selanjutnya di dalam penggunaannya diartikan kampanye menjelekkan lawan politik. Namun, sebenarnya juga dapat diartikan sebagai kampanye yang buruk. Isi kampanye cenderung mengandung fitnah dan tidak bisa dibuktikan kebenarannya.
2) NEGATIVE CAMPAIGN: Jika materinya sahih dan benar, maka namanya kampanye kampanye negatif, dan ini masuk ghibah yang dibolehkan karena adanya maslahat yang besar bagi Islam dan kaum muslimin ketika menjelaskan kebobrokan dan kejelekan salah satu calon.
Kuncinya, Jika beritanya bohong maka disebut black campaign, sementara kampanye negatif apabila kampanye yang materinya nyata adanya atau pernah terjadinya (fakta riil).
Jokowi & Prabowo, Lebih Banyak siapa terciprat Black & Negative Campaign?
Berdasarkan survei piktochart, 80% Black Campaign serangan media pada capres Prabowo Subianto adalah black campaign. Karena Prabowo menerima serangan dengan materi terkait isu HAM dan rencana kudeta. 20% Negative Campaign yang memang secara fakta telah terjadi dengan isu pada keluarga yang tidak harmonis.
Capres Jokowi, 90% serangan berupa Negative Campaign artinya memang fakta yang ada pada Jokowi, misalnya terungkap fakta setelah media melakukan investigasi dan ternyata ditemukan kebohongan dan pencitraan didalamnya, seperti kasus mobil ESEMKA, Pasar Tanah Abang, MRT, Busway Transjakarta yang gagal, Jokowi didukung aliran sesat syiah katholik Vatikan dan protestan James Riady, Mafia hitam koruptor BLBI dan mantan Jenderal yang terlibat kerusuhan Mei 1998 adalah fakta riil dilapangan. 10% sisanya adalah black campaign
6 Ghibah atau Negative Campaign yang diperbolehkan Untuk Tujuan Syar'i
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ ». قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ ». قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ قَالَ « إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya, “Tahukah kamu, apa itu ghibah?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu tentang dirinya, maka berarti kamu telah menggibahnya (menggunjingnya). Namun apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah menfitnahnya (menuduh tanpa bukti).” (HR. Muslim no. 2589, Bab Diharamkannya Ghibah)
Contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keras kampanye hitam, menuduh tanpa bukti alias menfitnah. Ini jelas suatu kebohongan. Namun jika yang dilakukan adalah kejelekan yang benar nyata ada pada orang lain, itu disebut ghibah. Ghibah itu dibolehkan kala ada maslahat.
Imam Nawawi telah menjelaskan haramnya ghibah berdasarkan hadits yang penulis bawakan di atas. Begitu juga menfitnah juga diharamkan. Namun kata beliau, ghibah (menggunjing) dibolehkan jika ada tujuan syar’i di dalamnya. Misalnya kata beliau, boleh mengghibah kala mengingatkan suatu kejelekan. Seperti halnya yang dilakukan oleh para ulama pengkritik perawi hadits. Seperti ini dibolehkan menurut ijma’, kata sepakat para ulama.
Dalam kitab Riyadhushsholihin karya Imam Abu Zakariya An-Nawawi atau yang dikenal Imam Nawawi, menjelaskan pengecualian ghibah dalam enam perkara:
1.Mengadukan kezaliman seseorang kepada hakim.
2. Untuk membantu menghilangkan kemungkaran. Seperti halnya orang yang berkata "Diharapkan bagi yang mempunyai kemampuan untuk melenyapkan kemungkaran ini. fulan telah berbuat demikian"
3. Meminta fatwa kepada mufti. Seperti ayah, saudara atau siapa yang telah menganiayanya kemudian meminta pendapat dan solusi dari seorang mufti. atau kasus yang lain yang berhubungan dengan ahkam syar'iyyah.
4. Memperingatkan muslimin dari kejelekannya. Di antaranya menyingkap aib para perawi yang bermasalah. Bahkan ini bisa wajib.
5.Seseorang melakukan kesyirikan, kemaksiatan, kefasikan atau bid'ah SECARA TERANG-TERANGAN, maka dibolehkan mengungkapnya.
6. Untuk mengenalnya. Karena mungkin julukan seperti Al-A'raj (pincang), Al-A'ma. Diharamkan jika hal itu dimaksudkan untuk merendahkan.
Dan semua itu dijelaskan oleh Imam An-Nawawi dengan dalil. Silahkan merujuk ke Riyadhush shalihin. [adivammar/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!