Senin, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 12 Mei 2014 18:42 wib
69.995 views
Lelucon Jokowi & Romo Benny, Siapa Plagiat 'Revolusi Mental' di Kompas & Sindo
JAKARTA (voa-islam) - Lelucon demi lelucon terus diperagakan Jokowi, tak hanya gaya berpakaian yang terkesan merakyat tapi hatinya diselimuti kepentingan asing dan 'aseng'.
Seperti ramai diberitakan media-media, artikel opini berjudul sama 'Revolusi mental' ramai dibicarakan karena dimuat di dua media koran nasional yakni Kompas dan Sindo dengan judul yang sama yakni “Revolusi Mental” yang diterbitkan pada edisi Sabtu (10/5).
Bahkan di kaskus di komentari 'revolusi mental' ala Jokowi ini ketinggian,"
Ngajari rakyat dengan konsep "Revolusi Mental" ... itu ketinggian, bapak! Kasus ini saja, kalau ternyata merupakan sebuah plagiat, itu saja sudah menunjukkan bahwa pelakunya bermental maling, mengambil atau meng-'copy paste' idea orang lain, lalui diakui sebagai miliknya atau ideanya, tentu dengan merubah sedikit disana-sini biar kagak kelihatan betul seni tepu-menipunya!"
Sumber: http://www.kaskus.co.id/thread/536f7169ac07e72d7e8b4570/artikel-quotrevolusi-mentalquot-jokowi-amp-benny-susetyo-di-kompas-amp-sindo-siapa-plagiat/
Benny sendiri menulis artikelnya di koran Sindo. Sementara, Jokowi menulis artikelnya di koran Kompas. Keduanya, menulis dengan judul yang sama yaitu “Revolusi Mental”.
Menurut pastor dan aktivis pendiri Setara Institute ini menjelaskan, bahwa artikel “Revolusi Mental” yang ditulisnya sudah dikirim tiga minggu sebelum diterbitkan.
“Tulisan saya sudah dikirim tiga minggu sebelumnya. Tidak tahu, kok baru keluar Sabtu kemarin, dan berbarengan dengan tulisan Jokowi di Kompas,” tegasnya.
Beny juga menekankan, bahwa penulisan dengan judul “Revolusi Mental” di Sindo merupakan ide gagasan dari Romo Mangun.
“Coba di cek lagi. Ide saya itu dengan tulisan Jokowi, kan berbeda,” ungkap Beny sembari tergesa-gesa pergi.
Plagiarisme Jokowi, siapa nyontek siapa ?
'Tulisan Capres PDIP Joko Widodo berjudul Revolusi Mental yang dimuat di halaman opini Kompas (Hal. 6), Sabtu (10/5/2014), ternyata berujung polemik. Bukan pada materi tulisannya, namun justru pada sisi orisinalitasnya.
Hal ini terungkap dalam postingan di dinding Facebook wartawati senior Nanik S Deyang hari ini.
Nanik mengaku terhenyak lantaran kawannya yang juga Gubernur DKI Jakarta itu sedemikian cepat belajar menulis. 'Jokowi ini yang saya kenal beberapa waktu lalu rasanya saya kok dulu belum pernah lihat dia ngetik di laptop atau kompiuter apalagi sampai begitu panjangnya.
Dulu kalau kita rapat program yang mau diomongkan untuk membenahi Jakarta saja dia paling bawa buku kecil terus mencoret-coret pakai tulisan tangan,' tulis Nanik.
Nanik menegaskan dirinya belum pernah lihat Jokowi menulis di laptop atau komputer. 'Selain waktunya tidak ada, rasanya dia bukan orang yang pandai menyusun kalimat. Tapi entahlah, mungkin setelah sy tdk bertemu 8 bulan ini, pak Gubernur yg sekarang Capres ini bisa jadi sudah lihai menulis.
Tapi sudahlah soal menulis kan bisa saja dituliskan oleh orang di sekitarnya termasuk Anggit, kawan karibnya yg jadi think tank-nya selama ini. Seperti dulu kalau menjawab pertanyaan wartawan secara tertulis,' bebernya lagi.
Nanik pun lebih kaget lagi ketika dirinya membaca koran Sindo di halaman opini juga (hal. 10). Di situ dia melihat tulisan opini dengan judul yang sama dengan yang ditulis Jokowi di Kompas, yaitu 'Revolusi Mental'. Hanya saja tulisan opini yang di Koran Sindo ditulis oleh Sekretaris Komisi HAK KWI Romo Benny Susetyo.
Menurut Nanik, memang kedua tulisan ini tidak sama persis, tapi esensinya sebetulnya sama.
'Saya iseng telepon kawan yang masih ada di seputar Jokowi dan dapat kabar ternyata Romo Benny Susetyo itu Tim Sukses Jokowi.Lantas saya berfikir jadi siapa sebenarnya yang mempunyai konsep visi -misi 'Revolusi Mental' ini?????'
Romo Benny Susetyo Bantah Plagiat Jokowi
Romo Beny Susetyo akhirnya membantah ada kesamaan dalam tulisan artikelnya yang disebut-sebut plagiat artikel Jokowi. Sebelumnya dua artikel tersebut ramai dibicarakan karena dimuat di dua media koran nasional Kompas dan Sindo dengan judul yang sama yakni "Revolusi Mental" yang diterbitkan pada edisi Sabtu (10/5/2014).
Pendiri Setara Institute itu menulis artikelnya di koran Sindo, sementara Calon Presiden Jokowi menulis artikelnya di koran Kompas. Keduanya menulis dengan Judul yang sama yaitu 'Revolusi Mental'.
Namun hal ini dibantah oleh Romo Beny Susetyo yang menyatakan ada upaya yang mengkait-kaitkan dengan Teori konspirasi.
"Jangan dikait-kaitkan, jelas subtansi berbeda dalam tulisan saya cenderung sisi pendidikan sementara Jowowi sisi politik," ujar Beny Susetyo pada wartawan usai diskusi Gerakan Dikrit Rakyat Indonesia dengan tema Mencegah Platform Tipu-tipu Capres" kata dia di Warung Dapur Selera Jl Supomo No 45 Tebet Jakarta Selatan, Minggu, (11/5/2014).
Lebih lanjut Romo Beny Susetyo menjelaskan. Menurutnya, tulisan Revolusi Mental yang ia tulisnya sudah dikirim tiga minggu sebelum diterbitkan. "Tulisan saya sudah dikirim tiga minggu sebelumnya, tidak tahu kok baru keluar Sabtu kemarin dan berbarengan dengan tulisan Jokowi di Kompas," tegas Romo Beny.
Beny juga menekankan bahwa penulisan dengan judul revolusi mental di Sindo merupakan ide gagasan dari Romo Mangun.
Fakta Dibalik 'Revolusi Mental' Jokowi, Tokoh Asing dan Aseng
“Revolusi Mental” ala Joko Wi tidak mencakup penjelasan perihal eksistensi klas-klas sosial dalam masyrakat. “Revolusi” yang jenis ini tidak mengemukakan relasi penindasan.
Sehingga dalam “Revolusi Mental”, kaum tani harus tetap optimistik menyaksikan tanahnya diserobot perkebunan besar dan Brimob meletuskan tembakan demi melindungi tuannya.
Pun saat menyimak pernyataan Joyo Winoto (mantan Kepala BPN); 56% asset nasional dikuasai hanya oleh 0,2% penduduk dan dari asset tersebut 87%-nya berupa tanah, kaum tani pun wajib optimis menerima praktek monopoli tanah ini.
Dalam “revolusi” genre ini tiada juga relasi penghisapan, tidak ada nilai lebih. Maka kaum buruh harus terus optimistik dan giat bekerja walau ada kebijakan upah murah, PHK atau outsourcing. Pedagang bermodal cekak juga harus pandai memotivasi diri mereka guna menghadapi hyper market yang terus menjamur dimana-mana.
Mungkin “Revolus Mental” model ini akan lebih cocok buat Dedy Corbuzier, yang tak lain merupakan seorang “mentalist”.
“Revolusi Mental” juga tidak menyinggung masalah dunia yang didominasi Imperialis, sehingga lahir negeri-negeri semi kolonial layaknya Indoensia. “Revolusi Mental” tak segan memalingkan muka dari skema Neoliberal yang mendikte kehidupan ekonomi negeri ini.
Sehingga “revolusi” ini kiranya juga akan menganjurkan seluruh penduduk negeri untuk haram berfikir pesimistik, biarpun Freeport, Chevron dan korporasi pertambangan Imperialis lainnya, menguras habis kekayaan perut bumi Nusantara.
Dalam “Revolusi Mental” ini pula, walau komersialisasi pendidikan terus saja menggila, anak-anak keluarga melarat wajib sepenuh-penuhnya optimis akan memenuhi bangku-bangku perkuliahan di kampus-kampus besar. “Revolusi Mental” yang baru saja didengungkan itu, bagusnya dilengkapi pula dengan slogan panjang pembakar semangat.
Slogannya bisa berbunyi: “Hancurkan Neo Pesimisme dan Neo Sinisme. Optimis Sampai Mati!”.
Andai Vicky Prasetyo yang pernah kondang itu boleh ikutan mereka-reka, mungkin dia akan berujar: “Revolusi Mental adalah jalan stabilisasi kemakmuran demi mengatasi labil ekonomi agar tak terjadi kontroversi hati untuk bangsa ini.”
Dan pastinya untuk jenis “Revolusi” yang macam ini, jangankan berusaha untuk menghentikannya, Washington mungkin akan ikut terkekeh mendengar celoteh konyol dari salah satu abdi dalem yang sedang berkompetisi menjadi presiden dengan para abdi dalem lainnya.
Jokowi Harusnya Revolusi Mental Sendiri Supaya Jujur
Bakal calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Joko Widodo, kembali dikritik terkait tulisan mengenai Revolusi Mental. Belakangan diakui yang bersangkutan, bahwa tulisan itu bukan karangannya sendiri.
Tulisan berjudul "Revolusi Mental" yang diterbitkan di kolom opini Harian Kompas pada Sabtu (10/5/2014) lalu, diakui Jokowi bahwa tulisan tersebut bukan hasil karyanya sendiri meski hanya mencantumkan namanya. Kepada wartawan di bandara Sultan Hasanudin, Jokowi mengakui tulisan tersebut merupakan buah karya dirinya dan tim yang ia bentuk.
"Saya kan membuat strukturnya, poin-poinnya, kemudian kita rembuk dalam tim, baru kita buat," katanya.
Mengenai hal tersebut, pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Zaki Mubarak, mengatakan seharusnya tidak hanya nama Jokowi yang dicantumkan dalam tulisan tersebut.
"Harusnya penulisnya Jokowi dan tim. Kalau dia mengklaim tulisannya sendiri, itu pelanggaran akademik. Tidak etis. Dia menulis kan bukan gagasannya sendiri. Dia tulis garis besar, yang menulis orang lain," ujar Zaki saat dikonfirmasi, Minggu (11/5/2014).
"Kalau judulnya Revolusi Mental tapi modelnya sudah melanggar seperti itu, jadi bertanya-tanya. Retorika atau apa. Jokowi harusnya revolusi mentalnya sendiri supaya jujur," tuturnya.
Zaki menambahkan, seharusnya diakui saja bahwa Jokowi hanya sedikit berkontribusi dalam penulisan Revolusi Mental. Menurutnya hal itu lebih baik ketimbang mengklaim tulisan tim suksesnya sebagai tulisannya sendiri.
"Kalau yang menulis beberapa orang, tulis saja. Atau tulis tim Jokowi. Klaim seolah-olah itu tulisan dia semua, patut dipersoalkan. Hanya menulis poin-poin dan yang menulis orang lain, dia hanya sedikit berkontribusi," imbuhnya.
Sebelumnya, saat bertandang ke kantor Tribun Timur di Makassar, Jokowi kembali ditanyakan soal revolusi mental. Dalam kesempatan itu ia menyinggung soal kurangnya kurikulum pembentukan karakter di sekolah-sekolah, salah satunya adalah agar seluruh warga negara memiliki ideologi yang sama soal kemajuan bangsa.
Lebih lanjut ia menjelaskan, Jika karakter seorang anak hingga dewasa belum juga terbentuk, kata dia bisa saja anak itu dikirim untuk menjalani pendidikan bela negara. "Bisa saja masukin pulau, (dididik bela negara) kalau dirasa masih kurang," tuturnya.[ibrahim/berbagaisumber/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!