Jakarta (voa-islam.com) Penonton sudah seperti tak sabar lagi, segera ingin melihat aktor pemain yang mereka idamkan, ketika berlangsung komedi di sebuah teater.
Aktor yang diidamkan itu, tak lain, bernama Jokowi. Gubernur DKI Jakarta ini, sekarang bagaikan meteor di langit yang berkelebat dengan cepat.
Bagaimana berbagai media, para aktivis, sukarelawan, dan buzzers, yang sekarang siang dan malam, terus-menerus mengkampanyekan "wong Solo", agar menjadi di "The Winner" di pilpres, di tahun 2014.
Rating Jokowi ini terus digelembungkan, mengalahkan siapapun yang sekarang ini menjadi kandidat Capres mendatang.
Sebuah rekayasa yang sangat sistematis dijalankan melalui media massa, media sosial, dan kegiatan sosial, dan terus berusaha mendongkrak Jokowi, sampai klimaknya nanti di tahun 2014.
Sekarang rakyat dan bangsa Indonesia, seperti sudah terpojok, dan terduduk, tidak bisa berpikir, dan tidak melihat pilihan apapun, kecuali harus memilih dan menerima Jokowi sebagai kemestian. Seakan Jokowi itu sudah ditakdirkan dari langit, bahwa dia harus menjadi presiden Indonesia.
Para aktivis, sukarelawan, dan buzzers yang menjadi tulang punggung gerakan "Jokowi for President", terus bergiat siang-malam. Menulis, membuat opini, membuat berita, membuat analisa, dan berbagai prediksi, dan kayalan, bahwa satu-satunya manusia yang paling layak memimpin Indonesia hanyalah Jokowi. Tidak ada yang lain.
Bayangkan. Tidak ada media sekarang yang tidak mengagungkan Jokowi. Para aktivis, sukarelawan, dan buzzers Jokowi, sehari paling sedikit mereka menulis hampir 20 artikel yang mereka sebar di berbagai media, kemudian mereka share di berbagai akun, dan fazebook banjir dengan cerita tentang sukses Jokowi.
Tak kurang 2000 aktivis, sukarelawan, dan buzzers, yang terus mengkampanyekan Jokowi secara massif. Mulai dari kisah "blusukan" Jokowi, sampai Jokowi nonton konser Metal, Jokowi nonton konser Slank, dan seterusnya.
Jokowi mau membuat pesta Betawi di Mons, Jokowi mau memindahkan Jakarta Fairs (JF) ke Monas, semuanya menjadi bahan kicauan para aktivis, sukarelawan, dan buzzzers, yang begitu semangat terus mengangkat sang-Jokowi.
Kisah sukses Jokowi menggusur para pedagang K5 di seantero Jakarta, kian menaikkan pamor Jokowi, dan sekaligus kisah legendaris bagi Jokowi yang akan terus di nyanyikan sepanjang waktu. Begitulah Jokowi.
Makanya, sekarang sudah ada media yang dibawah Kompas, yang berbicara Jokowi sebagai, "Satrio Piningit", bahkan sudah mulai di rekayasa, seakan daerah-daerah meminta kepada PDIP, agar sang tokoh, Jokowi dijadikan Capres oleh PDIP, saat berlangsung Rakernas PDIP belum lama ini di Jakarta.
Jokowi juga di rekayasa membacakan "Dedication of Live" Bung Karno yang mendedikasikan hidupnya untuk rakyat. Semua penuh dengan rekayasa, saat PDIP sudah kehilangan tokoh, dan ruh emosi yang bisa menggerakkan rakyat menjadi panutan sudah pupus, maka dimunculkan tokoh baru, yaitu Jokowi.
Sekarang yang disebut "The Invissible Hand" (Kekuatan tak nampak), terus memainkan skenarionya, guna menyelesaikan sebuah "game" (permainan) yang akan menentukan nasib 250 juta bangsa Indonesia dengan Jokowi sebagai nakoda baru.
Tak heran, sekarang ini, gelembung "busa" Jokowi itu terus diangkat melalui media massa, dan sebagai tulang punggung utamanya, tak lain, Kompas, yang sudah mengerahkan berbagai media, lembaga-lembaga jadi-jadian, yang menggunakan nama sebagai lembaga riset dan suvey, guna meligitimasi Jokowi.
Misalnya, ada lembaga yang namanya Prapanca, kemudian mengeluarkan hasil surveynya, dan mengatakan, bahwa Jokowi melampui kandidat lainnya.
Seperti dikisahkan, tentang fenomena keunggulan Jokowi dalam berbagai survei juga terjadi di jejaring sosial Twitter. Dalam rentang hanya setahun, yaitu 8 September 2012--8 September 2013, terdapat tak kurang dari 6,9 juta kicauan tentang Jokowi.
Katanya, "Hasilnya mengejutkan. Sesudah dijumlahkan sekalipun, total perbincangan tentang Prabowo, Megawati, Wiranto, dan Aburizal Bakrie baru mencapai 1,3 juta. Jumlah ini tak sampai seperlima jumlah perbincangan tentang Jokowi," jelas Prapanca riset.
Bahkan ketika ditambah dengan jumlah mention nama-nama tokoh alternatif seperti Dahlan Iskan, Mahfud MD, dan Jusuf Kalla, total celotehan baru mencapai 3,4 juta.
Begitulah hasil kerja para aktivis, sukarelawan, dan para buzzers, yang begitu luar biasa mengelembungkan nama Jokowi, dan tentu saja nama Jokowi terus nangkring diurutan paling atas. Tak akan dapat disaingi oleh siapapun, karena memang sebuah rekasaya sedang berjalan, yang tujuannya ingin memenangkan pertarungan tokoh Jokowi dalam blantika politik Indonesia, pasca 2014.
Tetapi, pemenang yang sejati bukanlah Jokowi. Tetapi Jokowi hanyalah sebagai "wayang" yang dimainkan oleh dalang. Di mana mereka memiliki perspektif politik Indonesia, seperti yang mereka kehendaki.
Sesuai dengan keinginan George Soros, yaitu di Indonesia lahir sebuahh masyarakat terbuka, "The Open Society", yang pluralis (majemuk), toleran, tidak ada lagi sekat agama, dan pada akhirnya Indonesia akan menjadi tanah jajahan asing.
Asset ekonomi, sumber daya alam, budaya, dan nilai-nilai agama (Islam) menjadi tergerus habis, tak tersisa lagi. Apalagi, sejatinya Jokowi, tak lain anggota Freemanson yang sekarang sedang berakting menjalankan sebuah skenario seperti yang diinginkan oleh mereka, yaitu, "The Invissible Hand". af/hh