Ahad, 3 Jumadil Awwal 1446 H / 25 Agutus 2013 22:48 wib
14.701 views
Ketika Pengamat Pesanan & Televisi Jadi Corong Provokatif BNPT
Catatan dan Analisa Terkait Penggrebekan para Terduga “Teroris” dalam Dua Bulan Terakhir
Oleh: Harits Abu Ulya
Direktur CIIA
(The Community of Ideological Islamic Analyst)
VOA-ISLAM.COM - Saya berharap aparat kepolisian dalam menghadapi teror Pondok Aren tidak banyak mengumbar spekulasi dihadapan media tentang siapa pelakunya. Apalagi sibuk membangun opini dan menggiring persepsi masyarakat kepada kesimpulan tertentu, sementara pelaku teror juga belum terungkap siapa mereka dan dalang intelektual di belakang mereka.
Yang terbaik adalah tingkatkan profesionalisme aparat, tangkap hidup-hidup mereka dan ajukan ke pengadilan dan biarkan mekanisme hukum berjalan secara transparan tanpa rekayasa. Hindari "hukum jalanan" seperti yang selama ini didemonstrasikan oleh aparat Densus 88. Misalkan 2 orang tewas di awal Ramadhan kemarin di Tulungagung (Dayat dan Rizal) oleh Densus 88, dan sampai sekarang tidak ada penjelasan yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum sejauh apa keterlibatan keduanya dengan aksi terorisme, kenapa mereka harus dibunuh?
Saya melihat dari petinggi Polri (misal; Wakapolri) sudah cukup berhati-hati untuk menyikapi teror. Karena pelakunya bisa siapa saja dan tidak melulu teroris. Namun di sisi lain pihak BNPT bersama para pengamat pesanan dan TV yang jadi corongnya sangat provokatif menjustifikasi aksi teror itu dengan label teroris dan bahasa-bahasa yang cenderung didramatisir.
Sekarang ini teroris menjadi label yang tidak ada ukuran/parameter jelas. Semua tergantung kepentingan politik dari pihak pelaksana kontra terorisme. Padahal faktanya banyak orang yang ditangkap lebih tepat mereka korban istilah teroris dan kalimat "terkait", "terduga" sementara level keterlibatan mereka terhadap aksi terorisme juga masih perlu diteliti.
Penangkapan di Yogyakarta, Banyumas,kemudian berlanjut di Margayu bekasi bahkan masih akan berlanjut paska teror "petasan" di Vihara Ekayana dan teror Pondok Aren sudah terduga sebelumnya akan dilakukan. Disamping Karena kasus Vihara dan Pondok Aren menjadi momentum dan legitimasi perburuan harus dilakukan. Disamping itu aparat Densus juga butuh pendalaman terkait kasus teror tersebut. Dan sejak dua bulan lalu orang-orang yang ditangkap datanya juga sudah dikantongi oleh aparat. Jadi tinggal menunggu momentum.
Namun menurut analisa saya, orang-orang yang ditangkap juga belum tentu dan tidak otomatis terkait aksi teror Vihara dan Pondok Aren. Jikapun mereka harus ditangkap maka biarkan pengadilan membuktikan layakkah mereka divonis hukuman sebagai teroris. Apakah mereka hanya karena melakukan i'dad atau hanya karena satu pertemanan dengan orang yang ditangkap sebelumnya dengan tuduhan terorisme (Sigit Indrajit Cs.) layak juga disebut teroris? Semua perlu transparasi.
Saya himbau kita perlu mewaspadai pihak-pihak yang gemar/hobi mengumbar label teroris dan drama terorisme, karena bukan tidak mungkin merekalah yang ikut bermain dalam beragam aksi kekerasan. Dan polanya dengan melakukan inflitrasi kepada kelompok potensial, indoktrinasi, agitasi dan provokasi kemudian dijebak dalam sebuah aksi. Kemudian “digoreng" dalam isu terorisme, targetnya kelompok semacam ini untuk meraih kepentingan pragmatis dan ideologis kedepan. [Ahmed Widad]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!