Survei: 37 Persen remaja Yahudi AS Bersimpati Pada HamasSabtu, 23 Nov 2024 20:25 |
INGIN DAMAI SIAPLAH BERPERANG
Refleksi atas Slogan Damai yang Menipu dan dari Realitas Suriah dimana layak kita berguru
Oleh: Abu Fatih Abdurrahman S.
Imam Bukhori dan Imam Muslim sebagai ulama periwayat hadits terpercaya yang Allah Subhanahu wa Ta’ala anugerahkan kepada kaum muslimin, meriwayatkan sebuah hadits yang berbunyi :
عن ابن عمر رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال ( أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله ويقيموا الصلاة ويؤتوا الزكاة فإذا فعلوا ذلك عصموا مني دمائهم وأموالهم إلا بحق الإسلام وحسابهم على الله تعالى ) متفق عليه
Dari Ibnu Umar semoga Allah meridhoi keduanya, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “ Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Ilah melainkan Allah dan Muhammad Utusan Allah, menegakkan sholat, menunaikan zakat jika mereka melakukan hal yang demikian maka terjagalah dariku akan darah dan harta mereka kecuali dengan haq Islam dan perhitungannya terserah Allah.” (muttafaqun ‘alaihi)
Hadits ini merupakan tafsir fi’liyah yang dipraktekkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dari perintah Allah Azza wa Jalla dalam Al Qur-an surah Al Baqoroh ayat 193 yang berbunyi:
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ
“ Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.”
Dan surah Al Anfaal ayat 39:
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah jika mereka berhenti (dari kekafiran), Maka Sesungguhnya Allah Maha melihat apa yang mereka kerjakan.”
Dalil-dalil kebenaran di atas dapat kita sebut sebagai perintah yang sah bagi kaum muslimin akan keharusan berperang melawan kekufuran dengan segenap pendukungnya secara total dan global, namun faktanya kita dibenturkan dengan slogan-slogan yang memutar-balikkan kenyataan. Yang intinya adalah menghambat bahkan memusnahkan niatan kaum muslimin untuk berperang bahkan walau hanya sekedar mempersiapkan diri saja.[1]
Di mana dengan pembohongan publik tersebut diharapkan kaum muslimin hanya hidup berfokus pada upaya menikmati fasilitas duniawi bahkan berpasrah diri atas penderitaan yang mereka alami. Dalam benak kaum muslimin ditanamkan bahwa suka maupun derita dalam realita hanyalah bagian taqdir yang cukup diterima tanpa boleh ada daya untuk merubahnya. Disisi lain, kaum muslimin disesatkan dengan mitos sekuler bahwa segala kenikmatan yang didapatkan adalah semata-mata hasil dari jerih payah dirinya sendiri tanpa ada izin apalagi campur tangan Allah Yang Maha Kuasa.
Praktek keyakinan bathil mazhab sesat pecinta ilmu kalam dari kaum Jabariyah dan Qodariyah itulah yang hendak ditimbuh-suburkan para penguasa zhalim terhadap kaum muslimin. Sedangkan keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang menyatakan bahwa Jihad (dalam makna syar’i sebagai berperang dijalan Allah) akan senantiasa berlangsung hingga Yaumil Qiyyamah, berusaha digantikan dengan paham Aswaja palsu yang bukan saja mendiamkan kezhaliman namun ikut foya-foya dan rela menikmati hasil kezhaliman bersama para thughyaan.
Sementara itu, dakwah para penyeru kepada pintu-pintu jahannam membuat silau sebagian kalangan menengah baik bawah maupun atas dengan menutup ayat-ayat jihad qitaliyah melalui kebodohan mereka akan pengertian Islam sebagai rahmatan lil ‘alamiin berdasarkan Qur’an surah Al Anbiyaa ayat ke 107. Padahal Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri sebagai manusia pilihan yang dipercaya Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang sebagai RasulNya, mempraktekkan ayat tersebut dengan melakukan peperangan selama 8 atau 9 tahun terakhir kehidupan beliau, yakni tidak kurang dari 60 kali perang kecil maupun besar.
Yang paling menggelikan lagi adalah pernyataan bahwa bagi kaum muslimin hari ini tidak lagi berlaku jihad qitaliyah karena tidak lagi ada perang pasca penjajahan kafir bule’ (londo ireng, bhs. Jawa). Bukan saja ini perkataan bodoh yang seperti katak didalam ‘tempurung’ nasionalisme bahkan chauvinistik rendah namun perkataan ini telah membabat universalitas Islam secara jahat. Perhatikan hadits di bawah ini:
Artinya: ”Dari Salamah bin Nafil Al Kindi berkata: adalah aku duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu ada seorang lak-laki berkata: ‘Wahai Rasulullah! Manusia telah meremehkan kuda, mereka telah meletakkan senjata dan mereka berkata: Tidak ada jihad, perang telah usai.’ Maka Rasulullah menghadapkan wajahnya (kepadanya) seraya berkata: ‘Mereka telah dusta, sekarang telah tiba giliran perang dan senantiasa akan ada dari ummatku, satu ummat yang berperang membela kebenaran dan Allah menjadikan condong kepada kesesatan untuk mereka (para mujahidin) hati-hati kaum (kuffar) dan memberi rizki kepada mereka (para mujahidin) dari mereka (harta benda orang-orang kafir) hingga hari kiamat dan sehingga datang janji Allah. Dan kuda telah terikat pada ubun-ubunnya ada kebaikan sampai hari kiamat. Dan sesungguhnya Ia telah mewahyukan kepadaku bahwasanya sebentarlagi aku akan diwafatkan, dan kamu akan menyusulku kelompok demi kelompok, yang mana sebagian kamu akan memukul tengkuk-tengkuk sebagian yang lain, dan tempat tingggal negeri kaum muslimin di Syam…” (H.R. Imam An-Nasa’I dan yang lainnya dengan sanad yang shahih)
Bahkan dalam hadits lain, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam jelas menuturkan:
مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ وَلَمْ يُحَدِّثْ بِهِ نَفْسَهُ مَاتَ عَلَى شُعْبَةٍ مِنْ نِفَاقٍ
“Barang siapa yang mati tapi belum pernah berperang dan tidak terlintas dalam dirinya untuk berperang, maka dia mati dalam cabang kemunafikan”.(H.R. Muslim)
Soalnya ternyata bukan pada masalah ada atau tidak adanya legitimasi kebenaran akan keharusan perang untuk menegakkan kebenaran Islam, namun lebih dari itu adalah sikap ‘ijab binafsi (bangga diri) yang lahir dari kibir (sombong) yang telah menjadi karakter individu maupun kolektif sebagai bangsa yang telah berani mencoret kewajiban menjalankan Syari’at Islam, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَى اللهُ عَلَيهِ وَسَّلَم لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَفَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَة.قَالَ: إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
Dari ‘Abdullah ibnu Mas’ud Radhiyallahu Ta’ala ‘anhu berkata: bersabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam: “Tidak akan masuk surga orang-orang yang di dalam hatinya ada kesombongan, walaupun sekecil biji dzarah”. Kemudian berkata seorang laki-laki: ”Sesungguhnya ada seseorang yang menyukai supaya bajunya bagus dan sandalnya bagus.” (maksud lelaki ini mempertanyakan apakah yang demikian termasuk sombong). Maka bersabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam: “Sesungguhnya Allah Ta’ala Maha Indah dan mencintai keindahan. Yang sombong itu adalah menentang kebenaran serta merendahkan manusia.” (Dikeluarkan oleh Al-Imam Muslim Rahimahullahu Ta’ala).
Keyakinan logis dan legal akan keharusan perang sebagai bahagian dari peradaban manusia juga dibenarkan kaum Kristiani seperti yang termaktub dalam kitab suci mereka yakni:
"Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang. .... Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku. Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya." Injil Matius 10:34-37
Padahal mereka adalah kaum yang paling gemar berslogan dan mengklaim bahwa agama Kristen adalah agama kasih. Apalagi kalangan militer yang juga tidak mau kalah berslogan “Damai itu Indah”, mereka tentunya sangat akrab dengan doktrin seperti yang terurai dalam tulisan dibawah ini:
“Jika kita membaca baik-baik sejarah umat manusia, sukar bagi kita untuk mengambil kesimpulan, apakah keadaan normal itu adalah perdamaian dengan perang sebagai selingan dari keadaan damai itu, ataukah keadaan normal itu adalah perang dengan keadaan damai sebagai selingan dari peperangan. Perang dan damai merupakan suatu kenyataan riil yang tidak dapat dibantah atau dihindari, dan merupakan suatu fakta berganda yang terjadi silih berganti dan berlangsung secara terus menerus dalam suatu continuum, sehingga menimbulkan adagium yang bersifat paradox yang berbunyi: Si Vis Pacem Para Bellum, yang berarti siapa yang ingin damai, bersiaplah untuk perang. Oleh karena itulah, sambil melanjutkan usaha untuk hidup sejahtera dalam suasana damai, pimpinan suatu bangsa dan negara harus mempersiapkan diri secara terus menerus menghadapi kekerasan yang potensial akan dilancarkan oleh bangsa dan negara lain, karena hampir dapat dipastikan dalam damai ada bibit perang, sedangkan perang cepat atau lambat akan – atau harus – diakhiri dengan perdamaian.
Walaupun sejarah perang — dan sejarah damai — telah sama tuanya dengan sejarah kemanusiaan itu sendiri, namun perang sebagai fenomena kenegaraan baru dipelajari secara sistematik dan mendasar dari perspektif filsafat dan dari perspektif ilmu sejak abad ke 19, terutama di negara-negara Eropa Barat.[2]
Bagaimana dengan dunia Timur? Ternyata perang sebagai ilmu telah diperkenalkan jauh lebih dahulu daripada dunia Barat. "The Art Of War" atau "Seni Perang Sunzi" (Hanyu Pinyin: Sūnzĭ Bīngfǎ) adalah sebuah buku filsafat militer yang diperkirakan ditulis pada abad ke-6 oleh Sun Zi (juga di sebut sebagai Sun Tzu). Terdiri dari 13 bab di mana setiap bagian membahas strategi dan berbagai metode perang. Karya ini merupakan karya tulis militer Tiongkok yang paling dihormati dan paling terkenal di luar negeri Tiongkok. Siapa yang menulis buku ini sampai sekarang masih diperdebatkan oleh para pakar sejarah. Beberapa ahli berpendapat bahwa Sun Zi bukanlah nama asli penulis buku ini, melainkan julukan yang diberikan orang kepada penulis tersebut. Sebab, kata "Zi" pada nama Sun Zi sebenarnya digunakan untuk mengacu pada seorang filsuf sehingga Sun Zi diartikan sebagai "filsuf Sun."
Buku ini juga menjadi salah satu buku strategi militer tertua di dunia dan banyak memberikan pengaruh dalam perencanaan strategi militer baik Dunia Timur maupun Barat, taktik bisnis, dan banyak lagi. Buku yang ditulis sekitar tahun 400—320 SM ini pertama kali diperkenalkan di Jepang pada tahun 716—735 M. Sementara itu, di Eropa, buku ini diperkenalkan oleh pada tahun 1772 oleh Jesuit Jean Joseph Marie, yang menerjemahkannya ke dalam bahasa Perancis. Kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Kapten Everard Ferguson Calthrop pada tahun 1905, seorang kapten berkebangsaan Inggris. Pemimpin yang beragam seperti Mao Zedong, jendral Vo Nguyen Giap, Baron Antoine-Henri Jomini, jendral Douglas MacArthur, Napoleon, dan anggota tertentu dari komando tinggi Nazi mengklaim telah menarik inspirasi Seni perang Sun Tzu dari pekerjaannya.[3]
Jadi agenda pokok yang selalu direkayasa kaum kuffar kepada kaum muslimin adalah agar kaum muslimin tidak lagi memiliki ruhul jihad dan terus menerus memerangi kaum muslimin yang berjihad baik dengan hati (berupa kebencian abadi akan kekufuran mereka) atau dengan lisan (yakni dengan dakwah yang non diplomasi apalagi kompromi) apalagi dengan jiwa dan raga (yaitu mengangkat senjata dalam meninggikan kalimat Allah). Sebagaimana yang diungkapkan Allah Jalla wa ‘Alaa:
“.....dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus... (QS. An Nisaa’: 102)
Dan firmanNya juga:
“.....mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup... ” (QS. Al Baqoroh: 217)
Tragedi Suriah yang penuh Hikmah
Terbantainya ribuan kaum muslimin di Suriah semenjak pemerintahan Rezim Bath yang dipimpin Bani Asad sejak tahun delapan puluhan hingga sekarang dimana ironi yang nyata adalah bahwa ribuan nyawa dan kehormatan kaum muslimin tersebut hanyalah dipandang sebagai penghapusan angka statistik yang cukup disikapi dengan marah-marah dan paling tinggi hanyalah mengutuk tanpa aksi.
Ada kalangan yang berkeras untuk menetapkan keislaman secara abadi kepada para penguasa negri-negri muslim sekalipun para penguasa itu jelas-jelas mengangkangi Syari’at, tapi mereka juga diam terhadap pengkhianatan nyata para penguasa itu dengan tidak mengirimkan pasukan bersenjata atau menfasiltasi mujahidin Suriah padahal mereka mampu melakukan hal itu. Bahkan ada ulama kiwari yang mengharamkan kaum muslimin berjihad di Suriah tanpa sepengetahuan penguasa padahal jelas tidak mungkin para penguasa itu mengizinkan. Bukankah ulama itu mestinya paham bahwa dalam jihad difa’i (defensif) seperti di berbagai negri muslim yang dizhalimi kaum kuffar seperti Suriah hari ini tidak lagi membutuhkan izin? Dan ulama ini mestinya berhitung bahwa dengan fatwa haramnya jihad ke Suriah itu mendudukan para Mujahidin sebagai ahlul maksiat?
Hikmah yang dapat kita petik dari tragedi Suriah adalah bahwa kaum kuffar asli dan kafir murtad (seperti Syiah Rafidhoh Imamiyah maupun Nusairiyah) serta kalangan munafikin baik yang menyembunyikan kekufurannya ataupun ulam suu’ yang menyembunyikan keislamannya (kok?) akan bersatu padu dalam memerangi kaum muslimin ahlus Sunnah wal jama’ah. Yakni kaum muslimin yang selalu memelihara 5 hal sebagai berikut:
1. Ittiba’us Sunnah
2. Iltizamul Jama’ah
3. Imaratul Masjid
4. Tilawatul Qur’an dan
5. Selalu berjihad fii Sabilillah.
Jadi siapapun yang ingin hatinya menyatu bersama keberanian dan kedukaan kaum muslimin Suriah maka mereka hendaknya mengaktualisasikan 5 hal diatas. Sedangkan yang hanya berteriak dan mengutuk bahkan menangis saja, maka dikhawatirkan sikapnya tersebut hanyalah sisa nurani kemanusiaan dalam hati dan belum terbimbing oleh petunjuk-petunjuk syar’i. Maka segeralah kembali!
Yang parah lagi, adalah mereka yang mengambil peran mengombang-ambingkan kaum muslimin diberbagai negri dengan pernyataan dan tulisan yang mengarah pada pembentukan opini publik bahwa yang terjadi di Suriah merupakan konflik politik semata atau analisa mandul dan tidak bermutu yang menyebut perlawanan Mujahidin menghadapi kekejaman Bashar Al Assad adalah konspirasi Israel. Ndak mutu tenanan bung!
Kini, Amir Jama’ah Fatah Islam yang berkedudukan di Libanon telah syahid di Suriah. Syekh Abdul Mun’im Musthafa Halimah Abu Basher At Turthusy pun sedang merangkai jihad dan menyongsong syahid disana. Sedangkan kita wahai kaum muslimin, dimana posisi kita dihadapan Allah Azza wa Jalla?
Hamba-hamba Allah yang lemah dan kaum mujahidin yang berani sedang berperang disana adalah kelompok yang akan mendapat pertolongan Allah, Thoifah Manshuroh sejati. Sementara kita disini hanya sibuk menggelari diri dan kelompok serta berbagai majlis dan yayasan kita dengan nama dan gelaran terhormat itu. Malulah kita, malulah kita, malulah kita ...!
Seruan ‘Alim Mujahid
Perhatikan arahan seorang ‘alim yang sedang berjihad melawan makar kafir Amerika dan para sekutunya di sekitar bumi Afghanistan, yakni Syekh Abu Yahya Al Liby hafizhohulloh, berkaitan ‘tragedi’ revolusi Suriah beliau berseru:
“Kita juga tidak akan puas hanya membantu saudara-saudara kita dengan jeritan pilu, lelehan air mata belaka, dan membuat pernyataan-pernyataan sikap mengutuk dan mengecam belaka. Hal itu bukan urusan kami dan sekali-kali dengan izin Allah kami tidak akan begitu. Allah Ta’ala telah memberi arahan kepada kita cara menyelamatkan orang-orang yang tertindas, dengan firman-Nya,
“Mengapa kalian tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Rabb kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang lalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!" (QS. An-Nisa’ [4]: 75)
Allah Ta’ala menerangkan kepada kita cara untuk menghentikan kebiadaban orang-orang kafir dan memutus kejahatan mereka dengan firman-Nya,
“Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan (Nya).” (QS. An-Nisa’ [4]: 84)
Allah memberi petunjuk kepada kita cara untuk melemahkan, menghinakan, dan meraih kemenangan atas orang-orang kafir dengan firman-Nya,
“Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tangan kalian dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kalian terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman,” (QS. At-Taubah [9]: 14)
Kami mengetahui sepenuhnya bahwa jalan jihad dan berperang di jalan Allah tidaklah mudah, namun ia juga jalan yang mustahil ditempuh. Jika tidak, niscaya Allah tidak akan memberi perintah dan mewajibkannya kepada kita. Dahulu kebanyakan sahabat radhiyallahu ‘anhum menginginkan bertemu harta kafilah dagang musyrik Quraisy dan terhindar dari pasukan musyrik Quraisy. Namun Allah menginginkan hal yang tidak mereka inginkan. Hasilnya ternyata kebaikan di dunia dan akhirat untuk mereka. Allah berfirman,
“Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepada kalian bahwa salah satu dari dua golongan (yang kalian hadapi) adalah untuk kalian, sedang kalian menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang untuk kalian, dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir. “ (QS. Al-Anfal [8]: 7)
Jika kalian menginginkan revolusi kalian sebagai revolusi damai, boleh jadi Allah menghendaki lainnya. Kecenderungan kepada jalan damai setelah adanya pengorbanan yang begitu besar ini dan di hadapan musuh yang biadab ini hanyalah sebuah kelemahan, yang tidak layak bagi sebuah umat jihad, kesabaran, dan pengorbanan. Allah berfirman:
“Diwajibkan atas kalian berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci. Boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian, dan boleh jadi (pula) kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian. Allah mengetahui, sedang kalian tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 216)”[4]
Ayyuhal Ikhwah, hayya ‘alal jihad !
[1] Lihatlah bagaimana UU RI No 15 Tahun 2003 tentang tindak Pidana Terorisme yang digunakan untuk mengkriminalisasikan para pengamal I’dad di Aceh tempo lalu.
[2] http://serbasejarah.wordpress.com/2011/03/24/si-vis-pacem-para-bellum/
[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Sun_Zi_Bingfa
[4] arrahmah.com–Kamis, 14 Juni 2012
FREE ONGKIR. Belanja Gamis syari dan jilbab terbaru via online tanpa khawatir ongkos kirim. Siap kirim seluruh Indonesia. Model kekinian, warna beragam. Adem dan nyaman dipakai.
http://beautysyari.id
Di sini tempatnya-kiosherbalku.com. Melayani grosir & eceran herbal dari berbagai produsen dengan >1.500 jenis produk yang kami distribusikan dengan diskon sd 60% Hub: 0857-1024-0471
http://www.kiosherbalku.com
Mau penghasilan tambahan? Yuk jadi reseller tas TBMR. Tanpa modal, bisa dikerjakan siapa saja dari rumah atau di waktu senggang. Daftar sekarang dan dapatkan diskon khusus reseller
http://www.tasbrandedmurahriri.com
Suplier dan Distributor Aneka Obat Herbal & Pengobatan Islami. Melayani Eceran & Grosir Minimal 350,000 dengan diskon s.d 60%.
Pembelian bisa campur produk >1.300 jenis produk.
http://www.anekaobatherbal.com