Nawaf Zouro
46 tahun berlalu Al-Quds (Jerusalem) timur dicaplok oleh penjajah zionis. Selama itu pula tak pernah henti serangan, tindakan permusuhan, pelanggaran, penggerebekan dan aksi-aksi zionis dengan jargon yang mereka umumkan “Jerusalem hanya satu sebagai ibukota ‘Israel’ selamanya” “ibukota nenek moyang yahudi”. Berbagai proyek, undang-undang, perang penyitaan tanah warga, yahudisasi, manipulasi symbol-simbol Arab di kota it uterus gencar dilakukan. Sementara itu, bangsa Arab justru hanya diam atau melepaskan diri dari Palestina dan Al-Quds secara utuh; kecuali hanya statemen dan kecaman.
Setiap tahun, penjajah zionis ‘Israel’ memperingati pencaplokan Jerusalem dan penegasan bahwa wilayah itu bagian dari milik mereka. Potensi media massa, politik, dan perluasan pemukiman dikerahkan agar kota itu “berbaju yahudi seutuhnya” sebab bagi mereka Al-Quds adalah ibukota satu bagi Israel selamanya. Dalam kesempatan itu Netenyahu dan elit Likud serta ‘Israel’ secara umum menyatakan tegas “Jerusalem tidak akan dibagi” “Israel tanpa Jerusalem ibarat jasad tanpa jantung dan jantung Israel tidak akan dibagi menjadi dua” “kami tak akan melepaskan Jerusalem yang satu termasuk Masjid Al-Aqsha” “jika Jerusalem berada dalam kekuasaan ‘Israel’ maka agama-agama akan tenang, perdamaian permanen akan terwujud”.
Ini bukan masalah opini public lagi tapi ideology strategi hakiki. Sebab aktifitas yahudisasi dan penghapusan symbol-simbol Arab di Al-Quds sudah menjadi fakta. Setiap tahun mereka sudah secara resmi mengkampanyekan “hari Jerusalem” di depan mata dunia Arab dan internasional atau hari pencaplokan Jerusalem oleh Israel.
Peringatan itu digelar hingga sepekan dengan diisi dengan berbagai acara yang bertajuk yahudisasi. Mereka juga melakukan aksi longmarch hingga menembus kota tua Al-Quds dan sekitar Masjid Al-Aqsha dengan diikuti oleh puluhan warga ‘Israel’ termasuk politisinya yang utama dan tokoh agamanya. “Kita naik ke Jerusalem” begitu jargon mereka ketika melakukan kunjungan-kunjungan ke tempat-tempat bersejarah dengan diikuti oleh 12 ribu pelajar Yahudi dari seluruh wilayah Palestina terjajah. Kemudian acara itu ditutup dengan festival “berkah raja Solomon” di depan pagar kota lama Jerusalem.
Apa fakta sebenarnya yang terjadi di Al-Quds di “hari Jerusalem” yang digelar Israel? Pengamat zionis Ishak Leur mengatakan di harian Haaretz dengan judul “Hari Jerusalem Bukan Hari Raya” bahwa “aksi yang dilakukan yahudi itu bukan segalanya. Peringatan itu akan diikuti dengan penghancuran bertahap bagi Jerusalem timur. Jerusalem akan berubah menjadi Desain Land zionis dan petaka bagi warga Palestina. Rasisme sangat kentara. Yahudi akan kembali ke kampung Syekh Jarrah dan warga Palestina dilarang ke wilayah Jerusalem barat. Selain itu rasisme dan diskriminasi dalam pendidikan, kesehatan, di fasilitas pertamanan, jalan-jalan juga akan dipraktikkan.”
Tak berlebihan jika dikatakan ada pembantaian terhadap peradaban, agama, warisan, politik, geografi, dan demograsi terbuka yang dilakukan penjajah zionis. Inilah wajah Al-Quds yang dinamai Jerusalem timur oleh zionis penjajah ‘Israel’ setelah 46 tahun mencaploknya dan setelah 65 tahun menjajah Palestina. Siapa lantas yang ikut bertanggungjawab menyelamatkan kota suci itu? (bsyr)
|