Senin, 20 Rajab 1446 H / 20 Januari 2025 17:12 wib
785 views
Pemandangan Indah Di Hari Pertama
Oleh: Ust. Budi Ashari, Lc.
Dua puluh empat jam sudah usia kesepakatan damai antara Palestina dan Israel. Gaza tanpa suara bising peluru, kendaraan militer dan pesawat serta drone mata-mata. Pemandangan hari pertama di Gaza sungguh mengaduk semua rasa kemanusiaan dan perjuangan.
Kita sulit menebak apa yang dominan menguasai perasaan masyarakat Gaza saat mereka bergerak pulang ke rumah masing-masing yang telah berubah menjadi tumpukan puing. Jika berhenti di suasana itu saja, mungkin lebih ringan. Tapi di bawah reruntuhan itu ada sebagian hati mereka; orangtua, anak, pasangan, kerabat dan teman.
Tapi memang sudah pernah kita bahas bahwa mereka adalah bangsa pilihan. Entah dari apa terbuatnya hati mereka. Karena gambaran kesedihan dan tangis itu hampir tidak kita jumpai pada hari pertama kemarin.
Suasana kemarin dipenuhi kebahagiaan yang membuncah, semangat yang menyala-nyala dan dengarkan kalimat-kalimat yang keluar dari lisan mereka. Lisan mereka dipenuhi oleh pujian kepada Allah; ucapan hamdalah (segala puji bagi Allah), takbir (Allah Maha Besar) dan hasbiyallah wa ni'mal wakil (Cukuplah Allah dan Dia sebaik-baik pelindung).
Mereka memang menyebut tentang orang-orang yang mereka cintai yang telah syahid. Tapi yang keluar hanya doa dan doa; semoga Allah merahmati syuhada' kami.
Suasana itu rata di sepanjang Jalur Gaza. Masyarakat yang bergerak pulang ke arah utara ataupun mereka yang bergerak pulang ke arah selatan:
Ragam ekspresi kecintaan dan perayaan mereka pun terlihat, hingga ada yang mencium tanah mereka dan berteriak tentang kotanya: "Rafah, tak sama dengan kota manapun!"
Dan inilah salah satu kalimat terbaik yang diucapkan oleh seorang warga Gaza di hadapan rumahnya yang sudah rata dengan tanah berikut orang-orang dicintainya yang ikut syahid:
"Sepanjang manusia masih ada, maka semua bisa dibangun kembali. Sepanjang kami ada di sini, kami bisa membangun diri kami sendiri, mampu mengubah semua perhitungan, menghentikan pengusiran dan menghentikan penguasaan penjajah terhadap wilayah kami. Sepanjang penjajah terus ada, maka perjuangan tak akan henti!"
Ah..
Optimisme jenis apa ini. Mereka seperti tak kenal lemah. Mereka seperti tak kenal lelah. Tak ada tangis yang melemahkan. Dan tak ada senyum yang melalaikan.
Pemandangan lain yang sangat membahagiakan siapa pun yang masih punya hati adalah masuknya ratusan Kontainer ke dalam Gaza melalui perbatasan Rafah. Sebagaimana yang disebutkan dalam perjanjian bahwa setiap hari setidaknya 600 kontainer harus diizinkan masuk, 300 di antaranya untuk Gaza bagian utara. Kontainer tersebut berisi berbagai macam kebutuhan hidup seperti makanan, minuman, energi, obat, peralatan medis, bahan untuk tempat tinggal dan sebagainya.
Tengah kota Gaza juga langsung bersih-bersih jalanan kota tersebut yang sebelumnya dipenuhi puing-puing dan besi-besi.
Dan ternyata baru diketahui pada sore harinya jelang Maghrib kalau tempat tersebut adalah merupakan tempat para mujahid Hamas menyerahkan sandera Israel.
Dari semua pemandangan tersebut, teradapat pemandangan terindah. Yaitu:
Saat ratusan mujahid Hamas melakukan konvoi mobil bersih tak berdebu, lengkap dengan tegapnya badan seakan tak tersentuh beratnya pertempuran dan senjata-senjata yang siap menyalak kapan pun diperlukan, di tengah kerumunan masa banyak yang meneriakkan kebanggaan dan berloncatan gembira karena kemenangan seakan mereka tidak pernah kehilangan apapun. Bidikan kamera canggih media Hamas juga selalu sigap menangkap semua momentum. Dan ini wajib menjadi film terbaik abad ini, apalagi setelah holywood hangus.
Cara Hamas menyerahkan tawanan Israel kepada Palang Merah Internasional memunculkan banyak analisa; kesemuanya memotret betapa cerdasnya Hamas dengan sekali pertunjukan, mematahkan sekian banyak kedustaan Israel yang dipasarkan oleh hampir seluruh media dunia.
Menteri komunikasi Israel membuat status di medsos mengomentari suasana Hamas di tengah kerumunan masa Palestina: "Kami akan kembali kepada kalian."
Rasa ini sebenarnya adalah rasa mengenaskan atas semua informasi para pemimpin Israel yang selama ini memberitakan kemenangan, tapi ternyata pemadangan pertama yang didapat justru kekalahan nyata Israel dan kemenangan telak para pejuang Gaza. Karena semestinya daerah tempat penyerahan tawanan tersebut merupakan tempat yang paling hancur, bersih dari penduduk dan tentunya bersih dari Hamas.
Tapi apa nyatanya, masyarakat masih berkurumun banyak dan para mujahid melakukan konvoi.
Jenis mobil yang dipakai untuk menyerang Israel di hari pertama Thufan Al Aqsha 7 Oktober masih terlihat. Ditambah dengan berbagai jenis mobil yang terlihat mulus sekali tak tersentuh debu dan bekas perang. Pertanyaan seriusnya adalah: di manakah semua itu disembunyikan. Karena mestinya masyarakat sudah bubar dan mengungsi ke selatan, para pejuang juga pasti sudah hancur lebur, apalagi hanya mobil; di mana disembunyikan?
Mereka semua berikut kendaraan tersebut tidak mungkin didatangkan dari tempat lain, karena Gaza telah dibelah menjadi dua oleh Israel dan daerah Kota Gaza adalah salah satu tempat yang paling hancur dan tak mungkin ada tempat yang terlewat dari pengamatan militer Israel.
Pun seragam yang dipakai para mujahid Hamas bertuliskan قوات النخبة (Pasukan Khusus), yang mengingatkan kita pada pasukan yang melakukan penyerangan di awal perang ini. Ternyata mereka masih ada dan di tempat yang sama; Gaza Utara. Padahal klaim pemerintah Israel di hadapan masyarakatnya adalah: Hamas telah hancur dan lumpuh secara militer ataupun politik.
Hamas pun terlambat mengirimkan nama-nama tawanan yang akan dibebaskan, juga terlambat dalam hal penyerahan tawanan sampai lebih dari satu jam. Dengan peristiwa ini, menjadi terlihat siapa yang berkuasa dan siapa yang menjadi penentu.
Ditambah lagi semua tawanan dalam keadaan sehat. Bukan hanya itu, Hamas melepas mereka dengan senyum rekah dan wajah santai dari tiga wanita Israel yang ditawan. Dan Hamas memberi mereka oleh-oleh dalam tas yang menurut sumber Al Jazeera berisi peta Jalur Gaza dan foto-foto mereka selama berada di tawanan. Ajaib!
Ketika malam di Palestina mulai larut, pemandangan indah ini dilengkapi dengan berkumpulnya kembali 90 tawanan Palestina ke rumah masing-masing dengan diiringi kembang api dan sambutan hangat keluarga mereka. Dan mereka mengabaikan ancaman Israel bagi yang merayakan kedatangan para tawanan. Ternyata kebahagiaan pun menakutkan Israel.
Dan akhirnya, semua pemandangan indah di hari pertama ini diiringi oleh kekuatan kalimat 'menteri kabar gembira' untuk umat ini; Abu Ubaidah yang memulai kalimatnya begitu kuat:
"471 hari setelah dimulainya Thufan Al Aqsha yang bersejarah; yang telah menyalakan percikan pembebasan Palestina dan ketukan paku terakhir untuk keranda mayat zionis penjajah."
Semua ini bukan saja pelajaran bagi Palestina. Tetapi mulailah anda semua mengingat-ingat dan mengoreksi semua analisa, keyakinan dan posisi diri anda sejak awal perang ini berlangsung. Agar anda tahu siapa anda sebenarnya!
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!