Ahad, 17 Jumadil Akhir 1446 H / 14 Maret 2021 21:52 wib
5.705 views
KPIQP: Dukungan Indonesia untuk Kemerdekaan Palestina Perlu Ditingkatkan
JAKARTA (voa-islam.com)--Memperingati Isra Mi'raj, Koalisi Perempuan Indonesia untuk Al-Quds dan Palestina (KPIQP) selenggarakan webinar, Sabtu 13 Maret 2021.
Diskusi bertema “Duka Perempuan dan Anak Al Quds, Duka Kita” menampilkan narasumber Ketua KPIQP, Nurjanah Hulwani, Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Bunyan Saptomo, Pengajar Majelis Taklim Masjid Al-Aqsha Palestina, Zena Said dan Kepala Pusat Studi Gender UII, Trias Setiawati.
Dalam sambutannya Bunyan Saptomo mengajak masyarakat, khususnya umat Islam, untuk lebih meningkatkan kepedulian terhadap penderitaan rakyat Palestina.
Menurutnya, perjuangan membela rakyat Palestina merupakan perjuangan untuk menjaga nilai-nilai kemanusiaan sekaligus perjuangan menolak penjajahan. Hal tersebut merupakan amanah konstitusi yang perlu dilaksanakan secara konsekuen.
“Marilah kita memanfaatkan media yang ada untuk sama-sama menggalang persatuan dan kampanye terhadap dunia. Mari kita terus dengungkan upaya untuk mewujudkan perdamaian, melawan penjajahan dan ketidakadilan yang dilakukan oleh Israel,” ungkapnya kepada 1.000 orang peserta diskusi.
Sementara dalam paparannya Nurjanah Hulwani menegaskan bahwa apa yang dilakukan rakyat Palestina saat ini bukan semata menjaga negara mereka namun juga menjaga martabat umat Islam. Di sana terdapat Masjid Al Aqsha yang merupakan tempat bersejarah umat Islam yang perlu dijaga.
“Namun ironisnya, saat mereka menjaga kehormatan Al-Aqsha mereka harus kehilangan rumah serta dinistakan martabat mereka," ujar Nurjannah.
Untuk mengakhiri penderitaan tersebut, Nurjanah mengajak seluruh elemen bangsa, apapun agamanya, untuk bersatu menyelesaikan urusan Palestina ini. “Cukup menjadi manusia untuk menolong Palestina,” pesannya.
Sementara Trias Setiawati mengungkapkan bahwa penjajahan Israel terhadap rakyat Palestina sangat berdampak pada penderitaan perempuan dan anak Al Quds. Setiap hari mereka harus menghadapi tekanan tentara-tentara Israel yang tidak membedakan antara perempuan, anak-anak atau lelaki. Semua diperlakukan seperti menghadapi laki-laki dewasa.
Hal tersebut dibenarkan oleh Zena Said. Guru majelis taklim Mesjid Al Aqsha ini menceritakan bahwa Israel secara sengaja menyengsarakan perekonomian penduduk Al Quds hingga tingkat kemiskinan mencapai 82 persen. Kondisi ini makin parah dengan adanya upaya sistematis Zionis untuk menghancurkan moral anak Palestina dengan membagikan narkoba secara gratis.
Juga mengatakan tingkat kekerasan tentara terhadap perempuan dan anak juga tinggi. Ia sendiri mengalami dua kali kekerasan tentara penjajah zionis hingga rahangnya patah. Ini semua, kata Zena, membuat para ibu di Al Quds dihinggapi kekhawatiran yang sangat tinggi terhadap keselamatan keluarga mereka.
“Namun di atas itu semua, para perempuan Al Quds lebih mengkhawatirkan kondisi Masjid Al Aqsha dibawah penjajahan Zionis. Al Aqsha adalah titipan Nabi dan kompas perjuangan hidup Muslim,” kata Zena menutup pembicaraannya dalam webinar yang diselenggarakan sebagai bagian dari kegiatan Pekan Al Quds Internasional yang diinisiasi oleh Asosiasi Ulama Palestina. Di Indonesia acara diskusi ini diselenggarakan oleh KPIQ bekerja sama dengan Smart 171, Kulluna Maryam, KNRP TV, Radio Silaturahim, Khodijatee Foundation dan Akhwat Bergerak.
Seperti diketahui Palestina dan Al Quds dijajah Israel sejak 1967. Kota yang menurut kebijakan PBB seharusnya menjadi kota yang dikelola lembaga Internasional, telah dirampas Israel melalui invasi militer. Sejak saat itu, Israel menerapkan kebijakan yang menyengsarakan penduduk Al Quds, sehingga mereka terpaksa angkat kaki dari rumah mereka sendiri.
Kebijakan pajak yang tinggi sehingga penduduk Al Quds tidak bisa membayarnya. Lalu, sulitnya mendapatkan izin membangun rumah hingga penduduk sering terpaksa menambah bangunan rumah tanpa ijin.
Ujungnya, pemaksaan pembongkaran rumah. Berdasarkan data dari OCHA (United Nation Office for the Coordination of Humanitarian Affairs), sejak 2009 hingga saat ini, sebanyak 2.669 warga Al Quds terkena kebijakan pengusiran dan penghancuran rumah. Perempuan dan anak-anak merupakan korban mayoritas dari kebijakan ini.
Penderitaan mereka semakin bertambah dengan dibangunnya kebijakan tembok rasial yang membatasi gerak langkah warga Al Quds dengan tetangga terdekatnya. Warga Al Quds menjadi terisolasi satu sama lain. Untuk sekedar berangkat sekolah, seorang anak harus melewati berbagai pos penjagaan.*[Ril/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!