Selasa, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 9 Mei 2017 06:16 wib
7.276 views
Pelapor: Sangat Mungkin Hakim Hukum Ahok dengan Vonis Berat sebagai Penista Agama
JAKARTA (voa-islam.com)--Jelang persidangan terakhir kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Selasa 9 Mei 2017 beragendakan pembacaan vonis oleh Majelis hakim.
Selaku Pelapor, Pedri Kasman mengaku menyerahkan semua proses hukum kepada Majelis Hakim.
"Sebagai Pelapor dan masyarakat pencari keadilan kami sepenuhnya mempercayakan kepada Majelis hakim. Di tangan hakimlah rasa keadilan masyarakat dititipkan, pada ketukan palu hakimlah hukum akan dipertaruhkan. Karenanya nurani dan keyakinan hakim harus betul-betul memperhatikan keadilan publik," katanya kepada Voa Islam, Senin (8/5/2017).
Sekalipun tuntutan JPU sangat lemah, lanjut Pedri, tetapi hakim dengan kewenangannya sangat mungkin dan dibolehkan secara hukum untuk memutus lebih berat.
Pasal penodaan agama, pasal 156a huruf a KUHP yang sudah dihilangkan JPU dalam tuntutan bisa saja dihidupkan kembali oleh Majelis hakim.
"Karena hakim punya kemerdekaan dalam menentukan putusan. Dalam prakteknya hakim boleh melakukan Ultra Petitum yaitu penjatuhan putusan melebihi tuntutan JPU," jelas Sekjen PP Pemuda Muhammadiyah itu.
Menurut Pedri, publik pencari keadilan sangat mengharapkan Majelis Hakim agar Ahok divonis maksimal berdasar pasal 156a huruf a KUHP. Karena Majelis Hakim tidak terikat dengan tuntutan Jaksa. Vonis Hakim juga sangat berarti bagi keberagaman bangsa dan keberlangsungan harmonisasi umat beragama. Sekaligus sebagai dasar pijakan bagi peradilan yang terkait dengan perkara Penodaan agama.
"Jangan sampai kasus Ahok ini jadi preseden buruk di masa depan. Penista agama dihukum ringan. Itu sangat berbahaya bagi negeri ini," tegasnya.
Pedri mengingatkan, pendapat MUI, Muhammadiyah dan NU bahwa Terdakwa Ahok telah menodai agama dan menghinakan ulama agar menjadi pertimbangan penting bagi Keputusan Hakim dalam perkara ini.
Faktanya selama ini MUI, Muhammadiyah dan NU selalu menjadi rujukan dalam perkara yang berkaitan dengan agama. Jangan sampai pada kasus Ahok terkesan ada pengecualian.
"Hakim wajib menjaga kemandirian peradilan, yakni bebas dari campur tangan pihak luar dan bebas dari segala bentuk tekanan, baik fisik maupun psikis," katanya.
Selain independensi, sambung Pedri, hakim harus juga memiliki akuntabilitas, sehingga dapat menjalankan peradilan yang bersih, dipercaya oleh masyarakat dan menjadi kekuasaan kehakiman yang berwibawa.
"Semoga melalui kasus Ahok ini memperlihatkan hukum kita memang berwibawa dan berdaulat. Bukan sebaliknya," pungkas Pedri. * [Bilal/Syaf/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!