Senin, 3 Jumadil Awwal 1446 H / 15 Februari 2016 16:54 wib
10.002 views
Ustadz Abu Imam Rumbara: Fitnah Radikal Membahayakan Dakwah di Maluku
AMBON (voa-islam.com) - ‘’Masya Allah, fitnah ini bisa merugikan masa depan 300-an santri kami dan membahayakan dakwah di Maluku secara umum.’’
Demikian keprihatinan yang disampaikan Ustadz Abu Imam Abdurrahim Rumbara, tokoh dakwah di Ambon, Maluku, Sabtu (13/2).
Pendiri dan pengelola Pondok Pesantren Al Anshor Maluku itu mengungkapkan, pesantrennya difitnah sebagai salah satu dari 19 pesantren yang dicurigai BNPT.
Seperti diberitakan media massa, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Saud Usman Nasution mengatakan 19 pondok pesantren di Indonesia terindikasi mendukung kegiatan radikalisme dan terorisme.
"Dari hasil profiling tim di lapangan, ada 19 ponpes yang terindikasi mendukung radikalisme dan terorisme," kata Saud Usman dalam diskusi tentang tindak terorisme di kantor DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Jakarta, Selasa (2/2).
Beberapa di antaranya Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki Solo milik Abu Bakar Ba'asyir, Pondok Pesantren Darussaadah di Boyolali dan di sejumlah tempat lain termasuk di Ambon.
Menurut Saud, ke-19 pondok pesantren itu ditengarai memiliki pengajar yang masuk dalam jaringan terorisme. Untuk itu, pihaknya akan mendiskusikan indikasi ini dengan Kementerian Agama, Majelis Ulama Indonesia, serta sejumlah ormas Islam. "Kami akan membicarakan ini, apakah benar valid atau tidak," ujar Saud.
Ustadz Abu Imam sama sekali tak menyangka, ternyata pesantren di Ambon yang dimaksud adalah Al Anshor. Pondok yang menampung santri yatim, muallaf, dan dhuafa, ini selain berlokasi di Batumerah dan Liang Kota Ambon, juga ada di di Kecamatan Bula, Kab Seram Bagian Timur.
‘’Saya tahu fitnah itu dari kantor wilayah kementrian agama Maluku,’’ ungkap Ustadz asal Desa Geser, Pulau Seram, itu.
Ia menuturkan, beberapa waktu lalu Kepala Seksi Pesantren Kanwil Agama Maluku, menelepon pihaknya. Pejabat itu menanyakan kurikulum dan kitab apa saja yang diajarkan di Al Anshor.
‘’Karena ada info dari Kemenag Pusat bahwa Pesantren Al Anshor terindikasi terorisme,’’ kata Abu Imam menirukan pejabat tersebut.
Kaget bukan kepalang Ustadz Abu Imam. Ia kemudian mempertanyakan dasar tuduhan itu. Pasalnya, selama ini Abu Imam dan Al Anshor sudah sangat dikenal dekat oleh kantor agama maupun jajaran pemda setempat. Ustadz Abu Imam Rumbara menegaskan, tudingan BNPT tadi fitnah belaka.
‘’Kami tidak faham apa dasar tuduhan BNPT terhadap kami,’’ katanya seraya menandaskan bahwa ia juga menolak terorisme dan radikalisme yang bertentangan dengan ajaran agama.
Pemimpin Pesantran Al Anshor membeberkan, tepat pada 14 Februari 2016 ini pesantrennya berusia 12 tahun.
‘’Alhamdulillah anak-anak Maluku dari kalangan bawah yang sempat kami ragukan kemampuannya untuk nyantri, ternyata prestasinya lumayan,’’ ujar Abu Imam.
Hingga saat ini, sudah 3 santri Al Anshor yang hafal Quran 30 juz. Belasan lainnya hafal dari 1 hingga 16 juz.
‘’Satu santri kami insya Allah masuk nominasi untuk mendapat beasiswa belajar di Madinah Al Munawwarah,’’ ungkap Abu Imam.
Alumnus Al Anshor sebanyak 22 orang, kini melanjutkan kuliah di Makassar, Surabaya, Jakarta, dan Bandung.
Perkembangan Dakwah
Mayoritas (53%) penduduk Maluku menganut agama Islam, dan 46% menganut agama Kristen (mayoritas Kristen Protestan), dan sisanya menganut Hindu, Budha, serta Konghucu.
Sejak 2010, Dewan Dakwah menempatkan sejumlah dai sarjana Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) M Natsir Jakarta di sejumlah pedalaman Maluku seperti di Pulau Buru dan Seram.
Secara umum pertumbuhan jumlah Muslim Maluku cukup menggembirakan. Menurut catatan Dewan Dakwah Ambon, saat ini, jumlah muallaf sudah lebih dari tiga ribu jiwa. Mereka menyebar di berbagai dusun dan desa di beberapa Kabupaten di Maluku. Sebagian besar di Kabupaten Seram Bagian Timur yakni di Kecamatan Bula, Werinama, dan Kelimury. Lainnya di Kabupaten Buru.
Di Kabupaten SBT, tepatnya di Kecamatan Bula, para muallaf terdapat di beberapa desa seperti Salas Bawah, Salas Gunung, Dawang, Solang dan Bonvia Gunung. Sedangkan di Kecamatan Werinama, mereka tersebar di beberapa desa antara lain: Liliama, Lapela, Adabay, Balakeu, Nayaba, Funa Nayaba, Dak, dan Budi Mulia. Adapun di Kecataman Kelimury terdapat di Dusun Mising. Sementara di Kabupaten Buru, para muallaf tersebar di Waihotong, Waigapa, Wailahan, Baman, dan Wamlana.
Namun, banyak muallaf di Maluku yang kembali ke agama asal karena tidak memperoleh pembinaan keislaman yang intensif dan cukup. “Dalam catatan kami, jumlah muallaf se-Propinsi Maluku tahun ini 3000 orang. Namun, 150 orang di antaranya sudah murtad karena tidak mendapatkan pembinaan,” ungkap Ustadz Abu Imam Rumbara, Ketua Dewan Dakwah Ambon, dalam acara bertajuk ‘’Dauroh Tokoh Muallaf’’ yang digelar Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia di Pondok Pesantren Al Anshor Batu Merah, Ambon, 11 Juli 2013.
Misalnya muallaf warga Desa Liliama, Kecamatan Werinama, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) yang berjumlah sekitar 115 orang, sudah kembali ke agama asalnya.
Sanlat Mualaf
Untuk itu, Dewan Dakwah Ambon sejak tiga tahun terakhir menyelenggarakan ‘Dauroh Tokoh Muallaf’ guna mempersiapkan kader-kader dai muallaf lokal yang sudah terbina. Mereka nantinya diharapkan mampu membina kaum muallaf lainnya.
“Dai lokal insya Allah lebih efektif, karena mereka lebih memahami budaya dan bahasa kaum muallaf setempat,” ujar Ustadz Abu Imam yang pernah menjadi dai di Papua.
Selain mengajarkan dasar-dasar Islam, para muallaf juga diperkenalkan dan dibekali pelatihan usaha cocok tanam produktif.
Dauroh pertama yang berlangsung selama Ramadhan 1434 H/2013, diikuti 26 kader dai muallaf dari Pulau Buru, Seram, dan Ambon, di antaranya kepala Dusun Solan dan mahasiswa asal Pulau Seram.
Hadir dalam acara pembukaan dauroh tersebut antara lain Ketua MUI Maluku Idrus E Toekan, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Maluku H Mahyuddin Latuconsina MA, Ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Maluku DR Muspida Sayuti, dan Ketua Pengadilan Agama Ambon H Ilham Mushaddaq.
Tahun berikutnya, Sanlat Tokoh Muallaf berlangsung pada Juli 2014 yang bertepatan dengan Ramadhan 1435 H. Dauroh di Pesantren Al Anshor ini diikuti 40 tokoh muallaf dari Desa Solang, Dawang, dan Salas Kec Bula. Juga dari Desa Guslau Kecamatan Siwalalat, serta Desa Lapela, Adabai, dan Funa Kecamatan Werinama. Kemudian utusna dari Desa Mising, Kecamatan Kilmuri; Lalu dari Kecamatan Kesui dan Teor di Pulau Kesui Teor, serta dari Pulau Buru.
Pembukaan acara dihadiri oleh Ketua MUI Maluku Ustadz Dr. Abiding Wakam, dan dibuka oleh Kepala Kantor Wilayah Kementrian Agama Maluku Prof. Dr. Abdul Khaliq Latuconsina.
Para peserta selama sebulan penuh mendapat pembekalan ilmu keagamaan dan lifeskill. Ketrampilan yang diberikan antara lain: pelatihan ternak sapi, pembuatan pupuk organik/kandang, dan pelatihan pembuatan kue bagi putri dan ibu-ibu.
Safari Dakwah
Dewan Dakwah Ambon juga melakukan program-program pembinaan Muallaf seperti menampung dan menyekolahkan anak-anak para muallaf di Pondok Pesantren Al Anshor Ambon.
Bekerja sama dengan lembaga dakwah lainnya seperti AMCF (Asia Muslim Carity Fondation) dan Hidayatullah, menempatkan para da’i di daerah-daerah Muallaf, mengirimkan pemuda-pemuda muallaf untuk mengikuti kegiatan pembinaan muallaf di luar daerah (Makassar).
AMCF bekerjasama dengan PERSIS (Persatuan Islam) juga mengirimkan anak-anak muallaf yang telah tamat SMA untuk melanjutkan kuliah di Bandung Jawa Barat.
Pada 31 Juli 2014, Ustadz Abu Imam Abdurrahim Rambara, M Hanafi Rumatiga, dan Ustadz Ali Agus Syuaib yang tergabung dalam Tim Pembinaan Daerah Muallaf Maluku, melakukan perjalanan ke salah satu daerah Maullaf di Kecamatan Werinama, tepatnya di Desa Funa Nayaba.
Selama tiga hari di daerah itu, banyak hal yang mereka dapatkan. Sekitar 31 KK (kepala Keluarga) dengan jumlah jiwa di atas 200 orang, hidup secara tradisional di daerah yang cukup terisolir, yang diapit dua desa Muslim (Hatumeten dan Batuawasa).
‘’Untuk mencapai daerah tersebut, kami tempuh dengan berjalan kaki sekitar 2,5 jam dari desa Hatumeneten. Funa Nayaba belum ada listrik sehingga masyarakat menggunakan pelita. Di sana juga tidak punya air bersih sehingga untuk kebutuhan sehari-hari (mandi, minum dan nyuci) mereka harus menempuh jarak 3 km untuk memperoleh air bersih. Sedangkah buang hajat mereka di bibir pantai,’’ papar Hanafi.
Selama 13 tahun Muslim Funa belum memiliki masjid. Sehingga, untuk sholat 5 waktu, mereka gunakan sebuah rumah sebagai mushalla yang sekaligus digunakan buat pembinaan agama (mengaji dan belajar agama).
Sekolah pun tidak ada di sana, sehingga banyak anak usia sekolah terpaksa putus sekolah. ‘’Jika ada yang ingin untuk sekolah, maka harus berjalan kaki kurang lebih 8 km setiap hari untuk dapat belajar sebagaimana anak-anak di daerah lain,’’ Hanafi menjelaskan.
Umumnya warga Funa bercocok tanam. Dalam jual-beli mereka masih menggunakan sistem barter-komoditas. Misalnya ikan ditukar dengan sagu.
Selama bermukim di Funa, Tim menggelar beberapa program antara lain: menempatkan seorang da’i, membuat sumur dan MCK, menyeleksi 8 anak usia sekolah SMP dan SMA untuk ditampung di di Pondok Pesantren Al-Anshor Ambon, mengirim 4 remaja untuk mengikuti pembinaan mulaaf selama 6 bulan di Makassar, dan mengirim 3 orang anak Funa Nayaba lulusan SMA untuk kuliah di Bandung, Jawa Barat.
Pada medio April 2015, LAZIS Dewan Dakwah mengutus Mahmud Faaz untuk memulai pembangunan Masjid Funa. ‘’Alhamdulillah, donasi dari muhsinin lewat LAZIS Dewan Dakwah sudah mulai disalurkan untuk mewujudkan masjid bagi warga Funa,’’ lapor Mahmud, sambil mengajak kaum muslimin berjihad harta demi membina kaum muallaf yang tersebar di pedalaman ‘’Provinsi Seribu Pulau’’ itu. [nurbowo/voa-islam.com]
Editor: Syahid
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!