Rabu, 4 Jumadil Awwal 1446 H / 4 November 2015 23:54 wib
15.762 views
Hentikan Dosa Politik Agar Tidak Diazab Allah SWT
JAKARTA (voa-islam.com) - Terpilihnya Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta dan kemudian Presiden Indonesia, yang membuat Surakarta dan Jakarta dipimpin kepala daerah nonmuslim, adalah kesalahan sejarah.
Dosa politik kolektif ini turut mengundang azab yang menimpa Bangsa Indonesia seperti bencana kemarau panjang, kekeringan, kebakaran, kabut asap, dan sebagainya.
Demikian disampaikan Syafirul Hamdi Naumin, senior trainer pada Lembaga Kubik Training, dalam khutbah Jumát di Masjid Babussalam Rawamangun, Jakarta Timur, 30 Oktober 2015.
Mantan profesional di City Bank itu menjelaskan, setiap musibah bisa dimaknai sebagai ujian, peringatan, atau hukuman.
''Musibah sebagai ujian adalah cara Allah SWT menjajal kadar keimanan hamba-Nya. Jika lulus, maka derajat ketaqwaan hamba itu meningkat,'' terang Syaiful.
Kita jangan hanya sholat dan berdoa minta hujan (istisqa). Tapi juga bertaubat dengan sebenar-benarnya
Musibah juga menjadi peringatan ketika hamba Allah SWT mulai menyimpang dari jalan-Nya.
''Musibah sebagai peringatan ini semacam jeweran atau cubitan, agar kita segera kembali hidup sesuai dengan aturan Allah,'' mantan komisaris Olympic Group memaparkan.
Bila penyimpangan terhadap syariat Islam berlangsung secara kolektif, terstruktur, sistematis, dan masif, maka musibah akan datang beruntun sebagai azab atau hukuman.
''Bagaimana kita tidak diazab, karena memilih dan membiarkan seorang gubernur yang melegalkan penjualan minuman keras di swalayan, melegalkan diskotek 24 jam, menghina umat Islam, dan seterusnya,'' gugat Syaiful.
Pengelola Pondok Yatim Dhuafa ''Yatamasakin'' Bogor ini kemudian mengajak Bangsa Indonesia untuk bertaubat secara komprehensif.
''Kita jangan hanya sholat dan berdoa minta hujan (istisqa). Tapi juga bertaubat dengan sebenar-benarnya,'' ujar Syaiful.
Taubat nasuha itu harus diikuti dengan taubat di segala bidang, termasuk politik.
''Taubat di bidang politik misalnya jangan lagi memilih pemimpin yang nonmuslim dalam pilkada nanti. Jangan lagi memihak pemimpin yang korup, dan seterusnya,'' urai Syaiful Naumin, yang di era Presiden Soeharto sempat disensor materi khutbah Jumát yang akan dibawakannya. [nurbowo/voa-islam.com]
Editor: Syahid
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!