Senin, 27 Jumadil Akhir 1446 H / 29 Desember 2014 12:19 wib
12.559 views
Kebakaran Pasar Klewer, Tragedi yang Menantang Kepedulian untuk Solusi Islami
SOLO (Voa Islam) – Peran dan keberadaan profesi pedagang dalam perspektif perjuangan Islam amat lekat dan bernilai penting. Bahkan Nabi Akhir Zaman dan penutup jajaran Nabi serta Rasul adalah mantan Pedagang, begitu pula profesi Shahabat Muhajirin kebanyakan.
Dalam konteks modern dan lokal, Organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) sejak awalnya merupakan perkumpulan pedagang-pedagang pribumi yang beragama Islam. Organisasi ini dirintis oleh Haji Samanhudi di Surakarta pada tahun 1905, dengan tujuan awal untuk menghimpun para pedagang pribumi Muslim (khususnya pedagang batik) agar dapat bersaing dengan pedagang-pedagang besar Tionghoa.
Memang sebagaimana juga yang terjadi sekarang, pada saat itu, pedagang-pedagang keturunan Tionghoa tersebut telah lebih maju usahanya dan memiliki hak dan status yang lebih tinggi dari pada penduduk Hindia Belanda lainnya. Kebijakan yang sengaja diciptakan oleh pemerintah Hindia Belanda tersebut kemudian menimbulkan perubahan sosial karena timbulnya kesadaran di antara kaum pribumi yang biasa disebut sebagai Inlanders.
SDI juga dimaksudkan untuk lebih memperkuat golongan-golongan pedagang Indonesia terhadap pedagang-pedagang China yang saat itu memegang peranan sebagai leveransian bahan-bahan yang diperuntukan oleh perusahaan yakni kain moni putih, bahan pembuat batik dan alat-alat untuk memberi warna dalam proses pembuatan.
Haji Samanhudi merasa dipermainkan oleh leveransin-leveransin China, sehingga timbul keinginan untuk memperkuat diri dalam menghadapi leveransin China tersebut dengan mendirikan perkumpulan yang semula bersifat ekonomi dengan nama Sarekat Dagang Islam.
Haji Samanhudi meminta bantuan seorang terpelajar yang bekerja pada sebuah perusahaan dagang di Surabaya, yakni Haji Oemar Said Tjokroaminoto. Selanjutnya Tjokroaminoto menyarankan agar perkumpulan tersebut tidak membatasi dirinya hanya untuk golongan pedagang saja, tetapi diperluas jangkauannya maka nama SDI diganti menjadi SI.
Tujuan organisasi SI didalam akta notaris tanggal 10 september 1911 yang memuat anggaran dasar SI di tetapkan tujuan organisasi sebagai berikut:
1. Mengembangkan jiwa dagang.
2. Membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha.
3. Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat.
4. Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.
Kecurangan Nasionalis Sekuler Memarginalkan Peran Pribumi Muslim
Setahun yang lalu tepatnya 12/10/2014 sebagaimana diberitakan Republika Online, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Syarikat Islam Rahardjo Tjakraningrat mengatakan, apabila melihat fakta sejarah, kehadiran SI lebih dahulu ketimbang lahirnya Boedi Oetomo yang saat ini diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
“SI hadir pada 1905, pada waktu itu bernama Sarekat Dagang Islam (SDI). Sedangkan, Boedi Oetomo pada 1908. Selain itu, SI merupakan organisasi pribumi yang berjuang melawan penjajah. Sedangkan, Boedi Oetomo hanya terdiri dari kaum priyayi Jawa, yang kompromi dengan kolonial,” ujarnya pada perayaan ke-108 Milad Syarikat Islam di Jakarta, Kamis (10/10).
Rahardjo menerangkan, dalam sejarah awal berdirinya SI atau SDI, organisasi ini adalah organisasi politik. Organisasi tersebut terdiri atas beberapa pedagang pribumi yang kemudian berkembang menjadi perjuangan melawan penjajah. Haji Samanhudi sebagai pendiri saat itu berjuang meningkatkan kesejahteraan pedagang pribumi yang dirugikan atas kebijakan kolonial.
Perjuangan ini kemudian menyebar ke seluruh pelosok Nusantara. Perlu diingat, katanya, dari SI inilah lahir tokoh-tokoh besar perjuangan Indonesia, seperti HOS Tjokroaminoto yang kemudian dari asuhannyalah muncul berbagai aliran perjuangan bangsa Indonesia.
“Contoh, Sukarno yang nasionalis, Semaun dan Muso yang komunis, dan Kartosuwirjo yang Islamis. Kiprah ini jauh bila dibandingkan jasa Boedi Oetomo,” katanya.
Karenanya, Rahardjo mengingatkan, sudah seharusnya pemerintah kembali meluruskan sejarah bangsa. Khususnya, meluruskan kembali bagaimana peran para pedagang pribumi di seluruh Indonesia yang telah berjuang.
Perdagangan dan Dakwah Islam di Nusantara
Perdagangan merupakan metode penetrasi Islam paling kentara. Dalam proses ini, pedagang nusantara dan Islam asing bertemu dan saling bertukar pengaruh. Pedagang asing umumnya berasal dari Gujarat dan Timur Tengah (Arab dan Persia). Mereka melakukan kontak dengan para adipati wilayah pesisir yang hendak melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.Sebagian dari para pedagang asing ini menetap di wilayah yang berdekatan dengan pantai dan mendifusikan Islam mereka.
UKM dan Pedagang Muslim di Pasar Klewer
Para pedagang di Pasar Klewer yang sabtu malam ahad (27/12/2014) lalu terbakar, tergolong pengusaha UKM dimana menurut penelitian telah dibuktikan, bahwa UKM memiliki ketahanan dan kinerja luar biasa bahkan pada saat krisis.
Karakteristik UKM di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh AKATIGA, the Center for Micro and Small Enterprise Dynamic (CEMSED), dan the Center for Economic and Social Studies (CESS) pada tahun 2000, adalah mempunyai daya tahan untuk hidup dan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kinerjanya selama krisis ekonomi.
Hal ini disebabkan oleh fleksibilitas UKM dalam melakukan penyesuaian proses produksinya, mampu berkembang dengan modal sendiri, mampu mengembalikan pinjaman dengan bunga tinggi dan tidak terlalu terlibat dalam hal birokrasi.
Maka terbakar dan musnahnya 2.300 kios yang terbakar di Pasar Klewer dalam penghujung tahun menjelang AFTA (Asean Free Trade Area) 2015 beberapa hari lagi tersebut, dapatlah kita sebuat sebagai sebuah tragedy.
Tragedi Solo Akhir Tahun 2014. Tragedi ekonomi sekaligus peluputan jejak kesejarahan pergerakan Muslim Nusantara.
Gugat Kepedulian Muslim se-Nusantara
Kerugian yang ditaksir tidak kurang 5 Trilyun rupiah pada tragedi Pasar Klewer Solo akan menjadi berlipat-lipat dengan semakin tidak menentunya nasib pedagang pribumi muslim kedepan. Akses perolehan kembali usaha di Pasar Klewer yang memang sejak lama hendak direnovasi oleh Pemkot Solo tidak begitu diyakini oleh para pedagang.
Oleh karena itu, Asosiasi Pedagang Pasar Klewer terus menolak adanya renovasi pasar. Kekhawatiran para pedagang jelas semakin membesar dengan adanya musibah kebakaran ini.
Dampak sosial—psikologis-ekonomis bahkan politik bisa jadi muncul dan berkembang tanpa bisa diantisipasi jika kaum muslimin secara umum tidak mau tahu dan peduli akan nasib para pedagang pribumi muslim tersebut.
Karena itu, melalui media ini, voa-islam.com mengajak semua elemen dan komponen kaum muslimin, baik di Soloraya maupun se-Nusantara pada umumnya, untuk melakukan penggalangan kepedulian bersama terhadap masa depan pedagang pribumi muslim tersebut.
Baik mereka yang sesama pedagang, pengusaha, advokat, jurnalis, birokrat hingga elemen-elemen ormas dan kelasykaran Islam. Jika kita biarkan maka tragedy ini akan berefek domino bagi perjuangan Islam di Solo dan Nusantara pada umumnya, wallohu a’lamu bishowwab. (Abu Fatih/dbs/Voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!