Senin, 21 Jumadil Awwal 1446 H / 1 Desember 2014 07:35 wib
12.687 views
Dulu Saat PDIP Berkuasa, Munir Dibunuh; PDIP Berkuasa Lagi, Pembunuh Munir Dibebaskan
JAKARTA (voa-islam.com) - Pejuang hak asasi manusia Munir Said Thalib dibunuh ketika PDIP menjadi partai berkuasa dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri masih menjadi presiden, September 2004. Ketika itu, Badan Intelijen Negara (BIN) dikepalai Hendropriyono.
Ketika PDIP memenangkan pemilihan umum lagi dan kadernya menjadi preisden serta Hendropriyono menjadi salah satu motor penggerak kemenangan itu, pelaku pembunuh Munir, Pollycarpus Budihari Prijanto, diberi pembebasan bersyarat.
“Kasus ini terjadi pada pilpres putaran kedua pada September 2004, pada waktu itu Ibu Mega masih menjadi presiden, Hendropriyono masih menjadi Kepala BIN,” kata Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Chrisbiantoro di Kantor Kontras, Menteng, Jakarta Pusat, Ahad (30/11).
Menurut Chris, bukti di pengadilan persidangan Pollycarpus sudah mengarah kepada keterlibatan oknum BIN, yang di dalamnya termasuk Kepala BIN saat itu Hedropriyono. Buktinya adalah surat tugas yang diakui Pollycarpus ketika menjadi terdakwa, bahwa terdapat penugasan dari BIN untuk Pollycarpus ke kantor Garuda. Namun, belakangan, surat itu dinyatakan hilang.
“Nah kemudian dari situ sudah tidak bisa dimungkiri lagi ada sosok yang terlibat. Salah satunya Pak Hendropriyono, setidak-tidaknya dia mengetahui BIN mengeluarkan surat untuk Garuda,” ujar Chris.
Lalu, dengan adanya pembebasan bersyarat Pollycarpus sebagai terpidana pembunuh Munir saat ini, tambah Chris, semakin terlihat kasus ini muncul di era PDIP sedang berkuasa. “Nah, Pak Hendropiryono dengan PDIP dekat dengan Ibu Mega dan belakangan dia menjadi tim Jokowi. Maka sulit dihindari untuk kemudian mengarah ke PDIP. Mengapa ketika peristiwa ini terjadi ada di era PDIP? Kemudian Pollycarpus bebas juga di era PDIP, padahal Pollycarpus itu bisa bebas dua tahun lalu karena sudah menjalani enam tahun, ini diakui sendiri oleh kuasa hukum Pollycarpus,” tuturnya.
Dulu saat PDIP berkuasa, Munir dibunuh; kini ketika PDIP berkuasa Lagi, pembunuh Munir dibebaskan.
Kontras: Mahkamah Agung Cenderung Jadi Mesin Penghapus Dosa Pollycarpus
Mahkamah Agung dalam kasus Pollycarpus dinilai Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) cenderung sebagai mesin penghapus dosa melalui dua kali putusan peninjauan kembali (PK). Ada sesuatu yang salah, kata Kepala Divisi Pembelaan Hak Sipil dan Politik Kontras Putri Kanesia, sehingga putusan tersebut diajukan dua kali.
“Ini menunjukan kamar pidana Mahkamah Agung tidak jeli melihat kasus Munir dan asal proses. Antar-hakim tidak ada posisi yang jelas dalam kasus Munir. Putusan-putusan PK Polly pun juga tidak ada dalam website mereka. Ini indikasi ada yang disembunyikan,” ujar Putri di kantor Kontras, Jakarta Pusat, Ahad (30/11).
Padahal, berdasatkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 10 Tahun 2009, Mahkamah Agung melarang pengajuan PK lebih dari satu kali dalam kasus yang sama, baik pidana maupun perdata. Namun, ada pengecualian dalam SEMA, yaitu khusus untuk PK yang didasarkan pada alasan pertentangan putusan, MA masih memberi kesempatan untuk menerima berkas PK itu.
Kendati begitu, Deputy Strategy and Mobilization DepartmentKontras Chrisbiantoro mengatakan, novum atau bukti baru yang diajukan Pollycarpus untuk PK tidak ada yang baru. “Locus [delicti], tempus [delicti]-nya yang menjadi masalah. Itu kan sudah dibuktikan bahwa pemberian racun kepada Munir itu bukan dari Singapura ke Belanda. Saat sudah di Bandara Changi, Munir sudah terlihat lemas karena mengonsumsi mi goreng yang telah diberi racun, bukan orange juice,” ungkap Chris.
Pramugari Yetty sebagai saksi kunci, tambah Chris, juga telah menerangkan memberikan mi goreng saat penerbangan dari Jakarta ke Singapura. “Di sana bisa dilihat indikasinya Munir diracuni ” katanya. [tyo/ahmed/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!