Selasa, 12 Jumadil Awwal 1446 H / 24 Juni 2014 09:15 wib
19.628 views
Kemdikbud: Siswa SD - SMA Harus Sesuaikan Seragam Baru, Boleh Berjilbab
JAKARTA (Voa Islam) - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mengharuskan para siswa SD hingga SMA/SMK untuk menyesuaikan seragam lama dengan seragam baru, dengan menambahkan badge merah putih 5 cm x 3 cm di dada sebelah kiri (di atas saku baju). Namun pihak sekolah dihimbau untuk memberi waktu kepada para siswa mempersiapkan kelengkapan seragam.
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemdikbud Ibnu Hamad mengatakaj, sesuai dengan Permendikbud No. 45 tahun 2014 yang berlaku nasional untuk jenjang SD hingga SMA/SMK, salah satu perubahan seragam lama ke seragam baru adalah penambahan badge merah putih ukuran 5 cm x 3 cm di dada sebelah kiri (di atas saku baju). Sedangkan untuk badge nama siswa dan nama sekolah sama seperti sebelumnya. “Di Permendikbud ini diatur semangat nasionalisme dengan ditambah lambang merah putih.
Dengan lambang merah putih siswa menjadi sadar bahwa dia warga negara yang semangatnya merah putih, sehingga ada ikatan persaudaraan selaku warga negara,” kata Ibnu Hamad, di kantor Kemdikbud, Jakarta, Senin (23/6). Ibnu Hamad menambahkan bahwa peraturan baru tentang seragam ini merupakan penyempurnaan peraturan seragam sekolah sebelumnya, yaitu SK Dirjen Dikdasmen No. 100 tahun 1991.
Boleh Berjilbab
Menurut Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemdikbud itu, selain badge merah putih, yang dimaksud dalam Permendikbud Nomor 45 ini adalah hak penggunaan kerudung (jilbab) atas dasar keberagamaan bagi para siswi. Ibnu Hamad menyebutkan, dalam Permendikbud ini diatur bagaimana siswi bisa mendapatkan haknya sebagai warga negara untuk mengekspresikan keagamanannya.
“Siswi yang ingin memakai kerudung dibolehkan, dan yang tidak ingin tidak boleh dipaksakan,” terangnya. Ibnu mengatakan, dengan keluarnya Permendikbud tentang seragam ini siswa harus menyesuaikan seragam lama dengan menambahkan badge merah putih tersebut. Namun demikian, bagi siswa baru Ibnu mengimbau sekolah untuk memberi waktu untuk mempersiapkan kelengkapan seragam.
“Jangan sampai ketika siswa dinyatakan diterima di sekolah tersebut langsung diwajibkan membeli seragam, sesuaikan dengan kemampuan, beri mereka waktu untuk mempersiapkan,” katanya.
Meskipun hanya penambahan badge merah putih, kata Ibnu, sekolah tetap tidak boleh memaksa siswa memakai seragam lengkap di hari pertama sekolah. Ia mencontohkan, di SMA Negeri 70 Jakarta, siswa diberi waktu untuk melengkapi seragamnya hingga awal September. Bahkan, bagi siswa yang betul-betul tidak mampu bisa lapor ke kepala sekolah untuk dibantu pengadaan seragamnya.
Kepala SMA Negeri 70, Endang Hidayat, mengatakan di sekolah yang ia pimpin tidak mewajibkan siswa memakai seragam baru ketika hari pertama masuk. Siswa diberi waktu yang cukup panjang untuk melengkapi seragamnya.
“Permendikbud ini hanya menguatkan apa yang sudah kami lakukan selama ini. Didalamnya, seragam nasional hanya diberlakukan dua hari. Karena juga harus mengakomodir kepentingan yang lain,” kata Endang.
Evaluasi Internal Ummat
Inilah salah satu resiko sekaligus tantangan ummat Islam yang hidup di sebuah negara yang menganut falsafah Pancasila yang dibuat-buat manusia dalam ikatan sistim demokrasi dan ideologi nasionalis. Dimana aturan Alloh Subhanahu wa Ta'ala harus diatur lagi dalam aturan yang dibuat makhluqNya.
Dalam perspektif Tauhid RubbubiyatuLloh, sikap individu maupun kolektif semacam diatas, yakni mengatur Aturan Alloh, adalah sebuah penyekutuan dan menandingi kekuasaan Alloh Azza wa Jalla, dalam bahasa arab disebut Syirkul Arbaab.
Secara tegas Rasululloh sholallohu 'alaihi wa sallam saat menjelaskan Qur-an Surat At Taubah ayat ke-31, bahwa kaum Yahudi dan Nasrani telah mempertuhankan dan beribadah kepada kaum cendekia dan pendeta-pendeta mereka. Mereka mematuhi aturan apa saja yang dibuat-buat kaum cendekia dan pendeta-pendetanya sekalipun menyelisihi dan menandingi Aturan yang diturunkan oleh Alloh Azza wa Jalla. Na'udzubillahi min dzalika!
Fitnah kebodohan (jahil) seolah telah merata di negri yang konon dihuni mayoritas beragama Islam, padahal ribuan pondok pesantren, kiyai, Asatidz, santri, da'i dan muballigh bertebaran di bumi Khattul Istiwa' ini, apa yang salah sebenarnya? (humas_kemdikbud/setkab/AF)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!