Rabu, 3 Jumadil Awwal 1446 H / 11 Juni 2014 17:46 wib
43.230 views
MUI: Simpan Jenglot, Masyarakat Bisa Cabut Gelar Ustadz Pada Guntur Bumi
JAKARTA (voa-islam.com) - Polisi berhasil menyita jenglot dari tempat praktik pengobatan Guntur Bumi alias UGB. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai makhluk yang dekat dengan dunia mistis itu melanggar syariah. Tapi gelar ustad bagi Guntur Bumi tak bisa dicabut begitu saja.
Menurut Wakil Ketua Komisi Pengkajian MUI, Cholil Nafis, gelar ustad tidak seperti titel akademik. Ia menjelaskan, ustad berasal dari sebutan masyarakat. Oleh karena itu, hanya masyarakat yang bisa mencabut gelar tersebut.
"Itu kan masyarakat yang menyebutnya ustad. Atau masyarakat juga yang bisa mencabutnya sendiri," ungkapnya saat dihubungi detikHot, Rabu (11/6/2014).
Cholil mengatakan, ustad adalah panggilan dari seorang murid kepada guru yang mengamalkan ilmu agama. Jadi, ia melanjutkan, orang yang hanya mempunyai ilmu agama tetapi tidak mengamalkannya, tidak bisa dipanggil ustad.
"Itu kembali ke masyarakat, siapa yang layak dipanggil ustad," tegasnya.
Melihat perkara yang saat ini menerpa UGB, Cholil juga tak bisa menghakimi. Menurutnya MUI hanya bisa mendukung proses yang telah dilakukan pihak kepolisian.
Warga Mengadu ke MUI Karena Merasa Ditipu Ustad Guntur Bumi (Peruqyah Palsu)
Wakil Sekjen MUI Amirsyah yang didampingi staf MUI Bidang Pendidikan Arief, menjanjikan kepada pasien dan para lawyer pendamping yang juga dikawal oleh Forum Umat Islam Peduli Korban UGB, Nur Hidayat dkk.
Amirsyah menjelaskan, bahwa MUI memang tidak bersifat aktif, namun pasif sehingga menunggu dulu keluhan dari masyarakat sebelum melakukan tindakan. Oleh karena itu ia berjanji akan memasukkan pengaduan korban praktik UGB ke dalam materi Rapim, Selasa, 18 Pebruari mendatang di Kantor MUI.
Salah satu korban penipuan mendapatkan perlakuan pengobatan yang tidak wajar dari Ustad Guntur Bumi (UGB), Hj. Yanelly (74) mendatangi Sekretariat Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menyampaikan apa yang dialami ketika dia dan ibunya Nurcayati (94) berobat ke ustad yang sering tampil di salah satu stasiun TV ini.
Atas penipuan ini Yarnelly mengalami kerugian 32 gram plus pembayaran 1 juta rupiah (uang pendaftaran Rp500.000 perorang).
Karena itu, Hj Yarnelly yang didampingi sejumlah lawyer yang tergabung dalam Law Emporcement Watch (LEW) pimpinan Denny Ardiansyah Lubis SH MH diterima oleh Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) DR.H.Amirsyah Tambunan, pada Sabtu (14/2) siang di kantor MUI, Jakarta.
Di sekretariat MUI Yarnelly menjelaskan kronologis kejadiannya. Menurutnya pada Jumat (7/2) siang saat Hj.Yarnelly dan Nurcayati selaku orang tuanya yang ditemani oleh anaknya Suta, dan menantunya Mamik berobat ke Padepokan Silaturahmi Ustad Susilo Wibowo alias Ustad Guntur Bumi (UGB).
Tetapi setelah mendengar keterangan dari Staf UGB, dia merasakan keheranan, mengapa keluhan sakit di kaki yang telah dirasakan 2 tahun belakangan ini dianggap seakan terkena “kiriman” orang jahat berupa santet.
“Mengapa keluhan kaki yang menurut dokter karena “bergeser” hanya diolesi balsem Rhemason,” kata Yarnelly.
Selain itu, yang lebih membuatnya heran adalah staf UGB mengeluarkan sejenis kawat-kawat halus dari atas kepalanya. Hal yang sama juga dialami oleh ibunya, Nurcayati dan pendamping mereka, Suta, selaku anak atau cucu mengeluarkan kawat-kawat kecil dan halus di atas kepalanya.
Pada saat giliran dipanggil, bukan lagi perasaan heran yang dialami Hj.Yarnelly, namun telah berganti takut, sebab UGB mengeluarkan belatung dari kepalanya, kepala Nurcayati, anaknya Suta, dan menantunya, Mamik juga keluar belatung.
Dilanjutkan Yarnelly, setelah mendengar penjelasan UGB selepas Magrib, dia semakin terseret dalam arus pikiran sang ustad yang menjelaskan kepada semua pasien dan pendamping dalam ruang praktik sang ustad, bahwa penyakit itu dapat dibagi 2 kategori, yaitu penyakit fisik dan non fisik. Jenis penyakit fisik dapat diobati oleh dokter dan tabib lainnya, namun penyakit non fisik berasal dari “kiriman” orang yang iri dan jahat pada seseorang alias santet atau teluh yang dilakukan seseorang untuk mencelakakan orang tidak disukai.
Mendengar penjelasan UGB bahwa satu dari keempat orang yang sedang menjalani pengobatan ini akan menjadi “korban” santet, maka ketakutan Yarnelly semakin menjadi. Lalu Yarnelly menanyakan solusinya kepada UGB.
UGB mengatakan akan memagari mereka. “Insya Allah, kami akan menjaga ibu dan bapak sekalian, yaitu akan kami “pagari”, namun dengan syarat mengqhatam-kan 30 juz Al-Quran sebelum bedug Subuh Sabtu terdengar,” kata Yarnelis menirukan UGB.
Kalau tidak bisa, sambung UGB kepada Yarnelis, maka dibadalkan (diwakili) saja oleh para santri UGB di Ponpes Assidiqie, Desa Cijeruk, Bogor. Untuk semua itu, UGB meminta sejumlah uang senilai 25 juta (setelah tawar-menawar) sebagai biaya badal sekaligus memotong hewan kerbau Mina.
Lalu, Hj. Yarnelly mencopot 3 bentuk cincin emas yang dikenakannya dan dengan segera ditimbang UGB, hanya 7 gram totalnya. Karena tidak mencukupi dengan nominal yang diminta UGB, maka diputuskan agar pasien segera melunasi dengan cara mengirim staf-nya untuk mengambil kekurangannya di rumah pasien. Praktis, usai pengobatan pasien diikuti oleh 3 orang staf UGB ke rumah Hj.Yarnelly di Tangerang.
Seluruh emas yang ada di rumah pun dikumpulkan dan disetor (tanpa tanda terima) kepada staf utusan UGB. Sayangnya, hanya ada 25 gram emas. Total semua yang telah disetor Jumat itu hanya 32 gram plus pembayaran 1 juta rupiah uang pendaftaran (per orang Rp.500.000).
Setelah kejadian ini, sadarlah Yarnelis bahwa ia dan keluarganya telah tertipu dengan praktik pengobatan yang ganjil ini. Mengapa kesembuhan harus dibayar dengan melakukan sedekah? Dan mengapa sedekah itu terjadi setelah dirinya “diintimidasi” bahwa telah terkena santet dari orang iri dan jahat. [dbs/dtk/abdullah/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!