Senin, 3 Jumadil Awwal 1446 H / 9 Juni 2014 09:02 wib
62.115 views
Perang Tim Sukses Jokowi-JK Dengan Jenderal Moeldoko
JAKARTA (voa-islam.com) - Nampaknya telah terjadi 'perang' antara Panglima TNI Jenderal Moeldoko dengan Tim Kampanye Jokowi-JK. Pasalnya, kalangan Tim Kampanye Jokowi-JK terus melontarkan tuduhan, bahwa seakan adanya kesengajaaan dari fihak TNI, mengarahkan rakyat memilih Prabowo. Ini merupakna 'black campaign' yang sengaja dihembuskan mereka.
Sekarang, Tim Kampanye Jokowi-JK menyesalkan pernyataan Panglima TNI Jenderal Moeldoko yang dinilai terlalu dini menganulir pernyataan TNI AD perihal adanya oknum Bintara Pembina Desa (Babinsa) yang mengarahkan warga untuk memilih capres nomor urut tertentu.
Bagi Tim Kampanye Jokowi-JK, justru apa yang telah disampaikan pihak KSAD Jenderal Budiman, bahwa TNI AD sudah cepat mengusut dan menjatuhkan hukuman terhadap para oknum TNI, termasuk Babinsa yang bersalah, haruslah diapresiasi. Sikap KSAD tersebut merupakan pelaksanakan instruksi Presiden SBY agar TNI bersikap netral, dan bagi yang melanggar harus diambil tindakan tegas.
"Sayang sikap kesatria sebagai tentara Saptamargais ini dianulir oleh Panglima TNI. Bahkan Panglima TNI malah menyangkal adanya kesalahan tersebut," kata Juru Bicara Jokowi-JK, Hasto Kristiyanto, di Jakarta, Senin (9/6).
Pernyataan Hasto itu untuk menanggapi pernyataan Moeldoko, Minggu (8/6), bahwa berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), apa yang disampaikan terlapor dalam kasus Babinsa, secara pelaksanaan pemilu, tidak terbukti.
"Ketua Bawaslu telah nelepon kepada saya, saya (Bawaslu) serahkan kepada panglima untuk selesaikan semua itu," kata Moeldoko, sembari menyatakan bahwa netralitas TNI akan dipertanggungjawabkannya kepada Tuhan dan Negara.
Pernyataan Moeldoko itu berbeda jauh dengan sikap TNI AD yang disampaikan melalui Kadispenad Brigjen Andika Perkasa. Bahwa KSAD Jenderal Budiman telah memerintahkan Pangdam Jaya Mayjen Mulyono untuk mengusut tuntas adanya tuduhan tersebut.
Menurut Tim Pemenangan Jokowi-JK, berbagai bentuk alasan untuk pendataan pemilih yang dilakukan Babinsa, untuk menangkal berbagai bentuk ancaman dalam pemilu, sebaiknya tidak dilakukan. Karena dengan cepat hal itu bisa berubah menjadi tindakan politik bahkan intimidasi untuk mendukung calon-calon tertentu.
Hasto melanjutkan, Panglima TNI harusnya menyadari bahwa netralitas TNI adalah syarat mutlak bagi transisi kepemimpinan secara damai dan demokratis. TNI harus diperkuat menjadi alat negara yang profesional, dan bahkan paling disegani di Asean dan regional.
"Membiarkan Babinsa dalam gerakan politik untuk mendukung capres tertentu adalah cacat demokrasi. Karena itulah harus dihindari," tandasnya.
Hasto menegaskan Jokowi-JK akan mendukung sepenuhnya sikap TNI yang tidak menolerir sedikitpun upaya-upaya yang berlawanan dengan prinsip demokrasi. "Marilah kita jadikan TNI sebagai alat pertahanan dan pembela negara yang kita banggakan. TNI harus menjadi prajurit saptamargais yang profesional, terpercaya, dan memiliki ruh kerakyatan," kata Hasto.
"Itulah seharusnya masa depan TNI, dan bukannya tunduk pada kepentingan politik praktis," tegasnya.
Justru kubu Jokowi didukung puluhan jenderal, terutama kalangan intelijen, seperti mantan Kepala BIN (Badan Intelijen Negara), Jenderal Hendropriyono, mantan Kepala BAIS (Badan IntelijenStrategis) Letjen Farid Zainuddin, Marssekal Madya Ian Santoso, yang juga mantan Kepala BAIS, dan Wakil Kepala BIN As'at, yang menjadi tulang punggung Jokowi. (jj/dbs/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!