Jum'at, 12 Jumadil Awwal 1446 H / 24 Januari 2014 13:39 wib
13.462 views
Soal Somasi SBY: Timbulkan Serangan Somasi Balik dari Masyarakat Madani
JAKARTA (voa-islam.com) - Para analis menilai,semakin banyak orang disomasi oleh SBY lewat pengacaranya, semakin jelas betapa rapuh, naif dan ambigu jiwa SBY sebagai sang demokrat.
Berbeda dengan sikap Presiden BJ Habibie ketika dicela, dihujat, didemo dengan kata-kata amat kasar sekalipun, tak pernah mensomasi. Demikian halnya Soeharto, Megawati dan Gus Dur ketika jadi presiden.
Somasi adalah koersi istana lewat pengacara, hukum dijadikan alat represi dan koersi yang merusak dan mendistorsi demokrasi. Padahal kalau SBY diam dan tak mensomasi, tudingan apapun dan hujatan apapun tidak akan dipercaya publik. Rakyat malah menjadi yakin akan tudingan pada SBY adalah benar
SBY nampaknya mengkerdilkan diri dengan somasi. Maka, publik pun percaya kalau SBY mudah sensitif dan berkuping tipis.
Dalam beberapa waktu terakhir, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan keluarganya dituding terlibat sejumlah skandal kasus dugaan korupsi yang saat ini tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Ketua tim advokat dan konsultan hukum keluarga Susilo Bambang Yudhoyono, Palmer Situmorang, menyatakan, setidaknya ada tiga tudingan tak mendasar yang telah dilancarkan kepada SBY.
Apa sajakah tudingan tersebut?
1) Tudingan pertama dilontarkan aktivis Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), Sri Mulyono, melalui situs microblogging Kompasiana. Di dalam situs tersebut, Sri Mulyono membuat tulisan berjudul "Kejarlah Daku, Kau Terungkap" untuk menanggapi permintaan SBY kepada KPK untuk segera menetapkan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka dalam kasus Hambalang.
"Di dalam dialog terbuka di salah satu media televisi, Sri Mulyono mengakui bahwa tulisan tersebut merupakan kesimpulan dan penafsiran politis pribadinya," kata Palmer di dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (23/1/2014).
2) Tudingan selanjutnya terkait adanya gratifikasi jabatan Wakil Presiden Boediono dengan kasus bail out Bank Century. Tudingan tersebut disampaikan oleh mantan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli. Palmer menjelaskan, pengambilan keputusan bail out Century oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan terjadi pada 20-21 November 2008, sedangkan survei terkait cawapres yang bakal mendampingi SBY pada Pemilu 2009 dilakukan pada kurun waktu 27 April–4 Mei 2009.
Survei yang dilakukan sebanyak dua kali itu memunculkan nama Boediono sebagai nama yang paling diinginkan publik untuk mendampingi SBY. "Kami sudah melayangkan somasi kepada saudara Rizal Ramli yang menuding gratifikasi jabatan wapres pada pernyataannya di salah satu media televisi nasional," ujarnya.
3) Terakhir, kata Palmer, ia meminta klarifikasi kepada Wakil Sekjen PKS Fahri Hamzah terkait artikel di sebuah media nasional pada 15 Januari 2014. Di dalam artikel yang berjudul "Segera Periksa Ibas" itu Fahri menyatakan bahwa dalam kasus Hambalang, sudah jelas banyak terdakwa yang menyebutkan Ibas menerima uang dari proyek tersebut. Namun, hingga saat ini, tidak ada pemanggilan dari KPK.
Pernyataan Fahri itu dilontarkan setelah pemberitaan yang menyebutkan anak kedua SBY, Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas, diduga menerima uang 200 ribu dollar AS terkait proyek Hambalang dari Yulianis.
"Perlu kami tegaskan, bahwa sampai saat ini tidak ada bukti pernyataan terdakwa yang mengatakan bahwa Ibas menerima dana dari proyek Hambalang. Bahkan, saksi Yulianis dalam persidangan terdakwa Nazaruddin mengatakan bahwa dirinya tidak pernah memberikan uang kepada Ibas," katanya.
Palmer mengatakan, tudingan yang disampaikan oleh ketiga orang tersebut berpotensi menimbulkan fitnah jika tidak dilampirkan bukti yang cukup kuat. "Kami pastikan bahwa ketiga tudingan itu sama sekali tidak benar dan tidak mendasar. Kami minta para pihak yang melontarkan pernyataan tersebut melakukan klarifikasi dan menyerahkan bukti," tegasnya.
Somasi SBY lewat pengacaranya kepada berbagai pihak, bakal jadi kontroversi yang bisa mengundang somasi balik dari kalangan ulama, rohaniwan dan masyarakat madani (civil society) yang kecewa pada kepemimpinan SBY.
SBY dianggap gagal karena menambah beban utang lebih Rp 1000 trilyun, gagal mengentaskan kemiskinan, gagal mencegah korupsi dan mencegah melebarnya kesenjangan dan jurang kaya miskin.
Dia mengaku selama ini pihaknya telah menjalin komunikasi dengan kuasa hukum Rizal Ramli dan pihak kuasa hukum Rizal telah mempertanyakan kemungkinan penyelesaian kasus tudingan ini secara kekeluargaan.
"Kami telah menjawab bahwa tujuan tim advokat tidak lain mencari penyelesaian secara baik-baik, sedangkan tindakan hukum baru diambil apabila pihak yang menuduh memperlihatkan gelagat terus-menerus dan mengambil sikap bermusuhan," katanya.
Adnan Buyung: Tebar Somasi, SBY Melakukan Tindakan Otoriter
Tugas perdana Tim kuasa hukum keluarga Susilo Bambang Yudhoyono, Palmer and Associate mensomasi tulisan salah satu loyalis Anas Urbaningrum, Sri Mulyono. Dia siap menghadapi somasi Presiden RI tersebut.
Sri Mulyono mengaku telah menerima surat somasi tersebut. Surat itu dialamatkan langsung ke kediaman Anas Urbaningrum atau Rumah Pergerakan Indonesia, Jalan Teluk Langsa Raya C9 No.1 Kavling AL Kelurahan Duren Sawit, Jakarta Timur.
Dalam Kop surat itu, tertulis "Tim Advokat & Konsultan Hukum Presiden RI Dr. H.Susilo Bambang Yudhoyono & Keluarga".
"Sebagai penulis, saya siap mempertanggungjawabkan hasil karya tulis saya sampai kemanapun dan kapanpun, serta harus berhadapan dengan siapapun termasuk Presiden RI," kata Sri Mulyono, Rabu (25/12/2013).
Tulisan Sri Mulyono yang digugat berjudul “Anas: Kejarlah Daku Kau Terungkap”. Tulisan ini diunggahnya melalui media Kompasiana. Sri Mulyono mengaku siap berdebat dengan tim ketua umum DPP Partai Demokrat tersebut. Termasuk kalau SBY membawa masalah ini ke pengadilan.
"Tentunya yang saya inginkan pertama kali adalah debat ilmiah walaupun saya juga siap jika 'dimejahijaukan'," imbuh Sri Mulyono aktor dibelakang terbentuknya Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) kubu Anas Urbaningrum.
Pihak lain yang sudah 'ditebarkan' somasi adalah teknokrat Rizal Ramli.
Para aktivis menilai tebar somasi sebagai bentuk otoriterisme, itu Orbarian karakternya. ‘’SBY tanpa sadar menjadi seorang otoriter, tindakan SBY akan dinila otoriter,’’ kata mantan anggota Wantimpres Dr Adnan Buyung Nasution.
Kriminalisasi oleh istana SBY terhadap tokoh oposisi ini memang tindakan gegabah di era demokrasi, namun nampaknya para pengacara itu berhasil meyakinkan SBY untuk mengambil langkah dramatis yang justru mengundang antipati rakyat pada SBY dan keluarganya karena kriminalisasi adalah inkonsistensi terhadap koreksi dari civil society dan media massa.
Kini rencana pengacara istana untuk melakukan kriminalisasi atas RRI ini sudah beredar di ruang publik, meski tindakan tersebut bersifat negatif dan kontraproduktif yang merugikan bagi SBY dan advokatnya.
Skandal Century jelas merugikan negara, menurut BPK negara dirugikan Rp7,4 trilyun, lalu Boediono melepas tanggung jawab kepada anakbuahnya, lantas SBY membentengi Boediono dengan sedemikian rupa, termasuk rencana somasi sebagai kriminalisasi oleh pengacara SBY terhadap para tokoh yang berseberangan, termasuk Rizal Ramli
"Somasi itu akan menguntungkan publik. Sebab nanti akan terbuka secara transparan dimana posisi SBY dan Boediono saat pencalonan sebagai capres dan cawapres tahun 2009," ujar Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane kepada pers (Selasa, 24/12).
Neta mengatakan pilihan menjadikan Boediono sebagai cawapres SBY secara tiba-tiba jelang Pemilu 2009 memang cukup aneh dan menimbulkan tanya. Boediono bukanlah kader Partai Demokrat dan tidak masuk daftar sembilan Cawapres yang diumumkan SBY, namun kemudian dialah yang diusung jadi cawapres SBY. Ada apa di balik keanehan dan keganjilan terpilihnya Boediono secara mendadak untuk berduet dengan SBY ini?
"Pertanyaannya, mengapa Boediono tiba-tiba menjadi cawapres SBY, padahal sebelumnya tidak pernah muncul? Ada apa di balik ini semua? Lalu, apa peran dan kontribusi konkrit Boediono dalam pencalonan pilpres 2009? Semuanya harus dibuka terang benderang di ruang publik jika kriminalisasi atas Rizal Ramli dilakukan kubu istana, sebab korbannya adalah Rizal Ramli, mantan menko ekuin dan demonstran mahasiswa ITB yang menentang kebijakan Orde Baru," imbuh aktivis ITB 1977/78 Ir S. Indro Cahyono. Kriminalisasi itu jelas blunder bagi Cikeas, namun mungkin Cikeas justru merasa lega, puas dan sangat puas ?
Adnan Buyung: Tebar Somasi, SBY Melakukan Tindakan Otoriter
JAKARTA (voa-islam.com) - Tak lama berselang setelah Tim Pembela Keluarga Susilo Bambang Yudhoyono dibentuk, kini beberapa pihak mulai di somasi oleh tim pengacara SBY.
Tugas perdana Tim kuasa hukum keluarga Susilo Bambang Yudhoyono, Palmer and Associate mensomasi tulisan salah satu loyalis Anas Urbaningrum, Sri Mulyono. Dia siap menghadapi somasi Presiden RI tersebut.
Sri Mulyono mengaku telah menerima surat somasi tersebut. Surat itu dialamatkan langsung ke kediaman Anas Urbaningrum atau Rumah Pergerakan Indonesia, Jalan Teluk Langsa Raya C9 No.1 Kavling AL Kelurahan Duren Sawit, Jakarta Timur.
Dalam Kop surat itu, tertulis "Tim Advokat & Konsultan Hukum Presiden RI Dr. H.Susilo Bambang Yudhoyono & Keluarga".
"Sebagai penulis, saya siap mempertanggungjawabkan hasil karya tulis saya sampai kemanapun dan kapanpun, serta harus berhadapan dengan siapapun termasuk Presiden RI," kata Sri Mulyono, Rabu (25/12/2013).
Tulisan Sri Mulyono yang digugat berjudul “Anas: Kejarlah Daku Kau Terungkap”. Tulisan ini diunggahnya melalui media Kompasiana. Sri Mulyono mengaku siap berdebat dengan tim ketua umum DPP Partai Demokrat tersebut. Termasuk kalau SBY membawa masalah ini ke pengadilan.
"Tentunya yang saya inginkan pertama kali adalah debat ilmiah walaupun saya juga siap jika 'dimejahijaukan'," imbuh Sri Mulyono aktor dibelakang terbentuknya Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) kubu Anas Urbaningrum.
Pihak lain yang sudah 'ditebarkan' somasi adalah teknokrat Rizal Ramli.
Para aktivis menilai tebar somasi sebagai bentuk otoriterisme, itu Orbarian karakternya. ‘’SBY tanpa sadar menjadi seorang otoriter, tindakan SBY akan dinila otoriter,’’ kata mantan anggota Wantimpres Dr Adnan Buyung Nasution.
Kriminalisasi oleh istana SBY terhadap tokoh oposisi ini memang tindakan gegabah di era demokrasi, namun nampaknya para pengacara itu berhasil meyakinkan SBY untuk mengambil langkah dramatis yang justru mengundang antipati rakyat pada SBY dan keluarganya karena kriminalisasi adalah inkonsistensi terhadap koreksi dari civil society dan media massa.
Kini rencana pengacara istana untuk melakukan kriminalisasi atas RRI ini sudah beredar di ruang publik, meski tindakan tersebut bersifat negatif dan kontraproduktif yang merugikan bagi SBY dan advokatnya.
Skandal Century jelas merugikan negara, menurut BPK negara dirugikan Rp7,4 trilyun, lalu Boediono melepas tanggung jawab kepada anakbuahnya, lantas SBY membentengi Boediono dengan sedemikian rupa, termasuk rencana somasi sebagai kriminalisasi oleh pengacara SBY terhadap para tokoh yang berseberangan, termasuk Rizal Ramli
"Somasi itu akan menguntungkan publik. Sebab nanti akan terbuka secara transparan dimana posisi SBY dan Boediono saat pencalonan sebagai capres dan cawapres tahun 2009," ujar Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane kepada pers (Selasa, 24/12).
Neta mengatakan pilihan menjadikan Boediono sebagai cawapres SBY secara tiba-tiba jelang Pemilu 2009 memang cukup aneh dan menimbulkan tanya. Boediono bukanlah kader Partai Demokrat dan tidak masuk daftar sembilan Cawapres yang diumumkan SBY, namun kemudian dialah yang diusung jadi cawapres SBY. Ada apa di balik keanehan dan keganjilan terpilihnya Boediono secara mendadak untuk berduet dengan SBY ini?
"Pertanyaannya, mengapa Boediono tiba-tiba menjadi cawapres SBY, padahal sebelumnya tidak pernah muncul? Ada apa di balik ini semua? Lalu, apa peran dan kontribusi konkrit Boediono dalam pencalonan pilpres 2009? Semuanya harus dibuka terang benderang di ruang publik jika kriminalisasi atas Rizal Ramli dilakukan kubu istana, sebab korbannya adalah Rizal Ramli, mantan menko ekuin dan demonstran mahasiswa ITB yang menentang kebijakan Orde Baru," imbuh aktivis ITB 1977/78 Ir S. Indro Cahyono. Kriminalisasi itu jelas blunder bagi Cikeas, namun mungkin Cikeas justru merasa lega, puas dan sangat puas ?
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2013/12/26/28334/adnan-buyung-tebar-somasi-sby-melakukan-tindakan-otoriter/#sthash.yg2v9W0C.dpuf
[kcm/rima/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!