Jakarta (voa-islam.com) Presiden SBY hidung "kembang-kempis" akibat nilai tukar rupiah terhadap dolar terus melorot, sampai menyentuh angka lebih dari Rp.11.000, dan ini tertinggi sejak zaman Reformasi.
Pasca lengsernya Soeharto, dan kekuasaan berada di tangan Presiden BJ. Habibi, rupiah yang pernah menyentuh angkat Rp 17.000 terhadap dollar, kemudian oleh Habibi distabilkan menjadi Rp 6.000, tetapi kini rupiah terhempas kembali era SBY.
Dampaknya, pertama-tama, pasti bebabn utang Indonesia bertambah menggunung, dan dunia usaha akan semakin klimpungan, terutama mereka yang menggunakan bahan baku industrinya dari import.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta jajaran pemerintah menjalankan paket kebijakan stabilisasi perekonomian. Ia juga meminta agar dunia usaha ikut serta di dalamnya.
Masih ditambah lagi, kebijakan Gubernur DKI, yang memutuskan UMP DKI menjadi Rp 2,250 perbulan bagi buruh, dan gagasan Jokowi yang ingin menjadikan DKI seperti Singapura menjadi kota jasa, maka ini akan menghapus pabrik-pabrik yang ada disekitar Jakarta.
Sekarang pun akibat keputusan UMP dari Pemda DKI itu, sudah banyak pengusaha yang klimpungan dan akan menutup pabrik mereka. Ini dampaknya pasti akan menambah deretan pengangguran di Indonesia.
Kemudian SBY menegaskan, “Saya minta ada desk yang bekerja 24 jam untuk memastikan bahwa semua kebijakan bisa dijalankan. Saya juga ingin interaksi antara dunia usaha dan pemerintah dijalankan. Jangan lupa para gubernur juga tolong diberitahu, dilibatkan, dengan demikian semua bekerja sama,” papar Presidene saat memberikan pengantar dalam rapat terbatas finalisasi paket kebijakan, Jumat (23/8).
Ia menekankan kepada para menteri agar kebijakan yang akan diambil tidak boleh terhambat. Karena itu, ia meminta agar jajarannya memberikan penjelasan kepada dirjen dan sekjen serta birokrasi di kementerian/lembaganya masing-masing. Dengan begitu diharapkan ada pemahaman terhadap kondisi ekonomi di tanah air, sehingga langkah dan tindakan yang diambil benar-benar tepat dan cepat.
Dijelaskan SBY secara singkat, kebijakan dan langkah yang diambil harus bisa mengatasi defisit neraca berjalan dan stabilisasi nilai tukar rupiah serta IHSG. Selain itu juga menjaga petumbuhan ekonomi utamanya melalui percepatan dan realisasi di investasi sekaligus menjaga daya beli masyarakat.
Terakhir, pemerintah menginginkan agar sektor riil terjaga dan bisa mencegah gelombang PHK. “Tentu masih ada lagi langkah-langkah yang intinya jangka dekat dan jangka menengah harus bisa kita rasakan,” katanya.
Justeru di akhir pemerintahan SBY yang selalu didengungkan dengan angka pertumbuhan ekonomi yang sangat fantastis, di atas rata-rata 6-7 persen, tetapi kenyataannya ekonomi menghadapi penyakit kronis dari dalam, salah diantaranya inflasi. Belum lagi serangan yang maha dahsyat yaitu korupsi, di mana para partai-partai politik butuh dana menjelang pemilu. msh/dsb