Senin, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 18 Maret 2013 19:19 wib
8.988 views
Komnas HAM: Keterlibatan Densus 88 dalam Video Itu Tak Bisa Dibantah
JAKARTA (voa-islam.com) –Pada akhir Februari 2013 Komnas HAM mengaku telah mendapatkan beberapa rekaman video kekerasan dan penganiayaan yang diduga dilakukan oleh aparat kepolisian, khususnya Densus 88. Dari beberapa video kebrutalan Densus 88 yang disimpan Komnas HAM, hanya satu yang ditunjukan di depan wartawan. Video kekerasan tersebut telah beredar di masyarakat, sejak diupload ke youtube awal Januari 2013 lalu.
Komnas HAM menyebut Densus 88 telah melakukan tindakan di luar prosedur dan berpotensi menimbulkan kemarahan serta keresahan masyarakat. Itukah sebabnya, Komnas HAM menyampaikan hasil temuan ini kepada pihak Polri.
Demikian disampaikan Ketua Tim Pemantauan dan Penyelidikan Penanganan Tindak Pidana Terorisme Komnas HAM, Siane Indriani dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Senin (18/3) Siene didamping oleh Ketua Komnas HAM yang baru, Noor Laela yang sebelumnya juga anggota Tim Pemantauan dan Penyelidikan Penanganan Tindak Pidana Terorisme Komnas HAM.
Mengenai adanya bantahan dari pihak Kepolisian yang menyatakan bahwa video itu rekayasa dan tidak ada anggota Densus 88 yang diduga terlibat, Komnas HAM justru mempertegas dan menunjukkan bukti, tentang kebenaran dan keterlibatan anggota Densus 88 dalam video tersebut.
Guna memastikan bagaimana peristiwa tersebut terjadi, Tim Pemantauan dan Penyelidikan terkait Tindakan Pidana Terorisme Komnas HAM melakukan wawancara dengan para saksi serta tinjauan langsung ke lapangan (Poso).
Berdasarkan hasil pemantauan dan penyelidikan pada 7-11 Maret 2013, diperoleh data, fakta dan informasi, bahwa peristiwa yang terekam dalam video kekerasan yang diduga dilakukan oleh Densus 88 adalah benar-benar terjadi pada 22 Januari 2007 di Tanah Runtuh, Kelurahan Gebang Rejo, Kecamatan Poso Kota, Kabupaten Poso.
“Kesimpulan ini diperoleh setelah Komnas HAM mendapatkan fakta tersebut berdasarkan pengakuan dari para korban, serta para saksi mata. Selain itu Komnas HAM juga secara langsung melakukan rekonstruksi di titik lokasi TKP yang persis sama dengan yang terekam di video tersebut. Ini dilakukan agar diperoleh data-data akurat untuk melengkapi serangkaian penyelidikan yang sedang dilakukan secara intensif oleh Komnas HAM,” ungkap Siane Indriani.
Komnas HAM lebih lanjut memperoleh fakta, pelaku tindakan kekerasan dan penyiksaan yang ada dalam video itu terdapat beberapa anggota Densus 88 sebagaimana kesaksian para saksi mata serta terlihat jelas, sebagaimana terekam dalam video itu. (Lihat menit ke 01.57, 02.01, 03.11, 03.43, 04.03, 04.49, 05.07, 07.00, 07.03, 07.34, 07.37, 07.38, 08.33, 08.11).
Dianiaya Densus 88
Menurut Komas HAM, pada peristiwa tersebut, sebanyak tiga orang ditembak di lokasi kejadian, yaitu Icang (meninggal dunia di tempat), Rasiman (ditembak pada bagian kaki kanan meskipun sudah menyerah, bertelanjang dan mengangkat tangan) dan Wiwin (ditembak pada bagian dada tembus punggung, meskipun sudah menyerah, mengangkat tangan dan sudah telanjang dada, hanya menggunakan celana dalam).Meskipun sudah terluka, Wiwin masih diinterogasi, bahkan dilecehkan dengan kata-kata yang bernuasa SARA.
Selain itu, lanjut Komnas HAM, Tugiran dan Rasiman juga mengalami penganiayaan.Para korban ini bahkan masih mengalami siksaan-siksaan sejak di lokasi, dalam perjalalan hingga ketika diinterogasi di Polres Poso.
Komnas HAM menilai, dalam video itu merupakan salah satu peristiwa yang tidak terlepas dari rangkaian kejadian-kejadian sebelumnya, saat terjadi bentrok antara Polri dengan warga masyarakat pada 22 Oktober 2006, dipicu adanya rencana penangkapan 29 DPO, sehari menjelang Idul Fitri, ketika warga lebih berkonsentrasi mempersiapkan malam takbiran dan shalat Idul Fitri esok harinya.
Setelah penetapan 29 DPO, aparat kepolisian dan Densus 88 melakukan tekanan intensif, lalu terjadilah serangan besar-besaran oleh ratusan aparat kepolisian dan Densus 88, yang membuat mereka berusaha bertahan. Merasa terdesak, akhirnya sekitar 6 orang, yaitu: Tugiran, Rasiman, Wiwin, Fachrudin, Ridwa, dan Icang, berlari menuju Jl. Pembantu Gubernur, dan kemudian masuk di rumah Ustadz Tarmidzi dan ternyata di sekitarnya telah dikepung anggota Densus 88.
Dijelaskan Komnas HAM, Fachrudin saat ditangkap dalam kondisi yang sehat dan tidak mengalami penembakan, namun sehari setelah ditahan di Polda Sulawesi Tengah, Fachrudin tewas dengan kondisi tubuh yang mengenaskan.
Komnas HAM menyesalkan tewasnya 1 DPO (Icang), dan 11 orang lainnya yang bukan DPO di tempat kejadian (Firman, Nurgam alias Om Gam, Idrus, Totok, Yusuf Muhammad Syafri alias Andrias, Afrianto alias Mumin, Hiban, Huma, Sudarsono, dan Ridwan Wahab alias Gunawan), serta anggota Polri (Bripka Ronny). [desastian]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!