Selasa, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 18 September 2012 07:30 wib
11.683 views
Munas dan Konbes NU di Cirebon Hasilkan 4 Rekomendasi
CIREBON (VoA-Islam) - Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (NU) yang digelar di Pondok Pesantren Kempek Cirebon, Jawa Barat, sejak 15 hingga 17 September 2012, menghasilkan empat rekomendasi, diantaranya mendukung hukuman mati bagi koruptor, mendukung pemilihan kepala daerah oleh DPRD (pilkada tak langsung), moratorium pembayaran pajak.
Rekomendasi-rekomendasi yang terkait dengan berbagai masalah bangsa ini sudah disampaikan pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ada tiga rekomendasi penting, yang merupakan isu actual, dan telah dibahas dalam rapat komisi NU. Beberapa rekomendasi tersebut diplenokan untuk menjadi keputusan Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2012.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang hadir saat penutupan, Senin (17/9) siang, berjanji akan mengkaji semua rekomendasi yang diputuskan. Pemerintah menyatakan, satu hati dengan NU. "Rekomendasi itu bisa diteruskan ke semua lembaga negara, ke jajaran penegak hukum, patut dibaca pemuka agama, dan jangan lupa untuk keluarga besar NU sendiri," ujarnya berharap.
Putusan mengenai hukuman mati kepada koruptor ini menjadi salah satu hasil dari sidang komisi masail al Waqi'iyah.Dalam memutuskan hukuman mati ini, sempat terjadi perdebatan alot. Ada pihak yang menyatakan tidak setuju. Namun setelah dilakukan proses pengambilan suara, peserta komisi lebih banyak yang menyetujui.
Terkait peran dan upaya pemerintah menyangkut isu penistaan agama, yaitu pelecehan terhadap Islam melalui beredarnya film 'Innocence of Islam,' menurut Presiden SBY, pihaknya telah menyamapaikan kekecewaannya terhadap pelecehan tersebut, karena hal itu bisa menyulut konflik dan benturan umat beragama di seluruh dunia. “Jadi, akibat ulah orang yang tidak bertenggungjawab itu, negara juga akan dibikin repot, dan membuat dunia ini kurang tentram," tegas presiden.
Berikut, keempat rekomendasi yang ditetapkan pada Senin (17/9) tersebut antara lain;
I. Politik dan Persoalan Korupsi
Upaya-upaya penanggulangan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah sampai saat ini belum berjalan dengan baik, karena aparatur yang bertugas untuk itu, yaitu kepolisian dan kejaksaan, tidak menunjukkan keseriusan. Ketidakseriusan ini hanya dapat diatasi oleh lembaga yang berada di atas keduanya, yaitu Presiden. Presiden juga harus bertindak tegas terhadap aparat pemerintahan di bawahnya yang terlibat korupsi.
Rekomendasi : Pertama, Presiden harus segera menggunakan kewenangannya secara penuh dan tanpa tebang pilih atas upaya-upaya penanggulangan korupsi dalam penyelenggaraan pemerintah, utamanya terkait dengan aparat pemerintahan yang terlibat korupsi.
Kedua, masyarakat agar berkontribusi aktif dalam upaya meruntuhkan budaya korupsi dengan memperkuat sanksi sosial terhadap koruptor, sehingga dapat menimbulkan efek jera dan juga efek pencegahan bagi tindakan korupsi berikutnya.
II. Persoalan Pajak
Bahwa bagi umat Islam, pungutan yang wajib dibayar berdasarkan perintah langsung dari Al-Quran dan Hadits secara eksplisit adalah zakat. Sedangkan kewajiban membayar pajak hanya berdasarkan perintah yang tidak langsung (implicit) dalam konteks mematuhi penguasa (ulil ‘amri), Penguasa di dalam membelanjakan uang Negara yang diperoleh dari pajak berdasarkan kaidah fikih “tasharruful imam ‘alai ro’iyyah manuutun bil mashlahah al-raiyyah”, mesti mengacu pada tujuan kesejahteraan dan kemanusiaan warga Negara (terutama kaum fakir miskin).
Ketika ternyata bahwa uang negara yang berasal dari pajak tidak dikelola dengan baik atau tidak dibelanjakan sebagaimana mestinya bahkan terbukti banyak dikorupsi, maka muncul pertanyaan: apakah kewajiban membayar pajak oleh warga negara itu masih punya landasan hukum keagamaan yang kuat? Artinya masihkah menjadi wajib membayar pajak tersebut?
Rekomendasi: Pertama, Pemerintah harus lebih transparan dan bertanggungjawab terkait dengan penerimaan dan pengalokasian uang pajak, serta memastikan tidak ada kebocoran;
Kedua, Pemerintah harus mengutamakan kemashlahatan warga negara terutama fakir miskin dalam penggunaan pajak; Ketiga, PBNU perlu mengkaji dan mempertimbangkan mengenai kemungkinan hilangnya kewajiban warga negara membayar pajak ketika pemerintah tidak dapat melaksanakan rekomendasi kedua poin di atas.
III. International : Innocence of Muslims
Akhir-akhir ini dengan alasan kebebasan berekspresi, muncul beberapa karya dalam media massa yang dirasakan melecehkan dan menodai simbol-simbol agama Islam. Sebagai reaksi terhadap hal itu, banyak dilakukan tindakan yang tidak terkendali dan merusak. Misalnya film The Innocence of Muslims, kartun Nabi Muhammad, dan novel The Satanic Verses. Hal semacam juga terjadi terhadap agama lain.
Rekomendasi: Pertama, Lembaga-lembaga internasional seperti PBB dan OKI membuat Konvensi yang mewajibkan semua orang untuk tidak melakukan tindakan yang melecehkan dan atau menodai simbol-simbol yang dihormati agama.
Kedua, umat Islam agar tidak mudah diprovokasi untuk melakukan tindakan yang tidak terkendali dan destruktif oleh segala bentuk serangan seperti yang dilakukan pembuat film Innocent of Muslims.
IV. Pendidikan : Nilai-nilai Kepesentrenan dalam Kurikulum Pendidikan Karakter
Selama ini salah satu kelebihan yang dikenal dari nilai-nilai pendidikan pesantren adalah kemandirian peserta didik dalam menghadapi kehidupannya. Di sisi yang lain, sistem pendidikan pesantren juga terkenal dengan pendidikan karakter lewat keteladanan yang diberikan oleh kyai dan para guru kepada santri-santrinya. Di pesantren para santri juga dibiasakan hidup sederhana, mencukupkan diri, dengan sedikit bekal untuk belajar, jauh dari berkelebihan.
Rekomendasi: Pertama, merekomendasikan kepada pemerintah untuk meninjau ulang pendidikan karakter yang masih lemah dan belum menjadi kesadaran atau internalisasi nilai-nilai, serta belum berorientasi ke masa depan (mutu dan kepribadian unggul) bagi peserta didik, sehingga pendidikan karakter tidak bisa diaplikasikan dengan maksimal.
Kedua, Lembaga-lembaga pendidikan diharapkan tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan, melainkan juga menanamkan kepada peserta didik karakter yang mulia, baik terkait hubungan dengan manusia (hablu minannas), dengan Allah (hablu minailah), dan dengan alam (hablum minal ‘alam).
Ketiga, nilai-nilai kepesantrenan (kemandirian, keikhlasan, ketawadhu’an, dan hidup sederhana) itu sangat sesuai dengan semangat pasal 31 ayat (3) UUD 1945 tentang pendidikan yaitu iman, taqwa, dan akhlak mulia, oleh karena itu nilai-nilai tersebut dijadikan sebagai bagian pendidikan karakter dari sistem pendidikan nasional.
Keempat, Pemerintah berkewajiban untuk melindungi para pendidik dalam menyelenggarakan pendidikan dan menjamin pendidik bisa berperan aktif untuk menjalankan pendidikan karakter.
Kelima, Merekomendasikan kepada pemerintah untuk menyempurnakan sistem ujian nasional (UN) agar dapat mengatasi kelemahan-kelemahan yang selama ini menghambat tercapainya standar kualitas pendidikan nasional yang diharapkan seperti pelanggaran dan kecurangan.
Keenam, PBNU harus mendorong berkembangnya peraturan-peraturan daerah yang mempertimbangkan tradisi-tradisi lokal keagamaan agar menjadi spirit pendidikan. Desastian/nu.or.id/dbs
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!