Senin, 15 Jumadil Akhir 1446 H / 17 September 2012 12:02 wib
5.945 views
Gerakan Umat Islam Bersatu: Tangkap Penanam Ranjau di Sampang!
JAKARTA (VoA-Islam) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur dalam sebuah Tabligh Akbar “Mengokohkan Ahlusunnah Wal Jamaah di Indonesia” di Masjid Al Furqan Gedung Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Ahad (16/9) menyampaikan kronologis dan pemicu terjadinya bentrokan Sunni-Syiah di Sampang, Madura, Jawa Timur.
Menurut pandangan MUI Jatim, Peristiwa Sampang Jilid II tidak berdiri sendiri. Hal itu masih terkait dengan kasus sebelumnya di tahun 2011. Seperti diketahui, Tajul Muluk terbukti melanggar PNPS No. 1 Tahun 1965, terkait penodaan agama. Tajul pun divonis dua tahun kurungan penjara.
Lantas bagaimana dengan pengikutnya? Sejumlah ulama se-Madura sempat melakukan pertemuan di Jawa Timur untuk membahas masalah itu. Hasil pertemuan itu memutuskan, anak-anak pengikut Tajul Muluk yang berjumlah 35 orang akan disekolahkan di pesantren Sunni di Sampang.
Tapi, kemudian oleh Tajul Muluk, anak-anak itu justru akan disekolahkan ke yayasan milik Syiah di Bangil dan Pekalongan. Pengikut Syiah itu nurut saja karena diiming-imingi uang dengan nilai tertentu. Padahal mereka tidak paham apa itu Syiah. Tentu saja, anak-anak yang disekolah ke pesantren milik Syiah itu, saat kembali ke Sampang, akan menjadi kader-kader baru yang mengembagkan paham Syiah.
Pemerintah Kabupaten Sampang sendiri pernah berjanji, anak-anak itu akan diberi beasiswa di Sampang, dengan harapan mereka meninggalkan akidah Syiah. Sementara itu, ulama se Madura (BASRA) mendesak agar warga Sampang pengikut Syiah, tak terkecuali anak-anak, dikembalikan ke pemahaman sebelumnya, yakni paham Sunni. Tapi permintaan itu ditentang keras oleh Syiah yang didukung oleh KONTRAS dan LBH surabaya. LSM itu berkilah, akidah tidak boleh diganti, karena melanggar HAM.
Ulama berpandangan, jika Syiah saja boleh mengganti akidah Sunni menjadi Syiah, kenapa untuk kembali pada akidah semula tidak bisa.
Pemicu Bentrokan
Mengenai kronologi bentrokan di Sampang, MUI Jatim menjelaskan hasil investigasinya. Saat itu, orang Syiah mengolok-olok orang kampung dengan melempari batu, mereka memancing emosi, dan membuat garis putih. Saat mereka memprovokasi agar kelompok Sunni masuk mendekati garis putih itu (batas wilayah Sunni-Syiah), maka meledaklah ranjau yang ditanam oleh kelompok Syiah sebelumnya. Akibat ranjau itu, terlihat pecahan kelereng hingga melukai tangan, bahu, paha, kepala, bahkan ada tangan yang terputus.
“Orang-orang ketakutan, begitu masuk lagi, kelompok Sunni lagi-lagi dilempar bom molotov. Terjadilah saling serang.”
Media massa memberitakan, orang suni membunuh seorang perempuan bernama Hamama, padahal nama Hamama itu adalah seorang laki-laki. Yang pasti, korban semuanya ada pihak Sunni. Informasi itu disampaikan langsung oleh PMI yang menangani korban yang terluka.
Ada informasi penting, tahun 2011 lalu, semua pengungsi dipersilahkan pulang dalam keadaan aman, kecuali empat 4 orang, termasuk diantaranya Tajul Muluk. Ketika mereka hendak dihalau pergi, salah satu dari Syiah itu berkata, “Kami akan berjihad untuk menegakkan Syiah di Sampang. Hal inilah yang memicu bentrokan.”
Pemicu lainnya adalah ketika terbetik kabar Tajul Muluk akan dikurangi hukumannya menjadi 1,5 tahun dari vonis 2 tahun yang dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU). Kekkhawatiran muncul dari kelompok Syiah, akan terjadi gejolak di masyarakat, lalu dibuatlah ranjau untuk mengantispasi adanya protes dari kelompok Sunni.
“Pengikut Syiah di Sampang diajari membuat bom dengan bahan peledak tertentu. Ini sudah militerisasi, jelas sangat berbahaya. Ulama se-Madura mendesak agar pemerintah, khususnya pihak kepolisian untuk memproses secara hukum mereka yang menanam ranjau sehingga menimbulkan korban dipihak Sunni,“ kata KH. Muhammad Yunus, Sekretaris MUI Jatim.
MUI Jawa Timur bersama Basra, PWNU Jatim dan PW Muhammadiyah Jatim sudah menkonformasi ke Polda Jatim ihwal temuan fakta di lapangan, khususnya terkait ranjau yang ditanam. Pihak Polda Jatim pun membenarkan fakta itu. Yang menjadi pertanyaam, kenapa orang Syiah yang menjadi pelakunya tidak ditangkap. Justru yang ditangkap malah orang Sunni. Meski kemudian, 7 orang yang ditangkap itu telah dilepaskan.
Yang mengkhwatirkan lagi, Rois, saudara kandung Tajul Muluk yang dulunya adalah seorang Syiah (kini kembali menjadi Sunni) telah dikriminalisasi dengan tuduhan sebagai provokator, bahkan dikaitkan dengan aksi terorisme.
Gerakan Umat Islam Bersatu (GUIB) Jatim mendesak pemerintah dan instansi terkait agar menghentikan segala bentuk konflik horizontal yang membuat terganggunya disharmoni bangsa.
GUIB juga menuntut agar ajaran Tajul muluk yang berpaham ahlul bait, Syiah itsna Asy’ariyah agar dilarang di seluruh NKRI, khusus Jatim. Aliran sesat berdasarkan kriteria yang diatur dalam PNPS No. 1/1965 dan Pergub No. 55 Tahun 2012, maka Syiah harus menghentikan segala kegiatan, apapun bentuk kegiatannya harus dibekukan selamanya, karena berpotensi memunculkan konflik horinsontal.
GUIB meminta agar elemen masyarakat untuk tetap tenang, tidak terprovokasi dengan pihak-pihak yang ingin memanfaatkan peristiwa ini untuk merusak keamanan dan ketertiban masyarakat.Desastian
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!