Rabu, 6 Jumadil Awwal 1446 H / 29 Agutus 2012 05:54 wib
9.484 views
Sidang Dagelan: Ngaku Orang tak Mampu Iwan Walet tak Gunakan Pengacara
SOLO (voa-islam.com) – Setelah lama hilang dari sorotan media, kasus pengeroyokan dan penganiayaan terhadap aktivis Islam Solo pada bulan Mei 2012 silam dengan terdakwa utama yakni Preman Kafir Iwan Walet mulai di sidangkan Selasa (28/08/2012) jam 09.00 wib di Pengadilan Negeri (PN) Solo.
Terdakwa dijerat dengan pasal 170 ayat 1 KUHP tentang penganiayaan secara bersama-sama dengan hukuman penjara 5 tahun 9 bulan. Namun, persidangan yang diagendakan untuk membacakan hasil penyidikan dan pembacaan tuntutan atau dakwaaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang beranggotakan Muhammad Hambaliyanto, Bima Suprayoga dan Budi Sulistiyono tersebut berujung pada penundaan sidang hingga selasa pekan depan (04/09/2012).
Dalam sidang perdana yang menghadirkan 2 terdakwa utama yakni Iwan Walet dan Mardi Sugeng alias Gembor tersebut, akhirnya berjalan sangat singkat sekali dan tak lebih dari 15 menit. Hal tersebut dikarenakan adanya permintaan kedua terdakwa untuk didampingi penasihat hukum pada saat persidangan berlangsung.
Di muka persidangan, Iwan Walet mengajukan permohonan kepada majelis hakim untuk didampingi kuasa hukum. Hal ini kemudian membuat majelis hakim yang di Ketuai oleh Budhi Hertantiyo, SH, MH. beserta Edi Purwanto SH. dan Bintoro Widodo SH. selaku Hakim Anggota menskorsing persidangan selama 5 menit untuk melakukan rapat terkait permohonan terdakwa.
Majelis hakim lalu menyampaikan hasil keputusan rapatnya dengan para hakim anggota, yang isinya memberikan tenggang waktu hingga Selasa pekan depan kepada kedua terdakwa untuk mencari surat keterangan miskin dan atau tidak mampu di kelurahan setempat dimana mereka berdua tinggal guna pengajuan permohonan untuk mendapat kuasa hukum dari negara dalam hal ini pengadilan atau Posbakum (Pos Bantuan Hukum).
Selepas sidang, Budhi Hertantiyo yang ditemui wartawan menegaskan kembali bahwa putusan hakim tersebut juga telah sesuai dengan pasal 56 ayat 1 UU nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, yang mana jika ancaman hukuman terhadap terdakwa itu lebih dari 5 tahun, maka yang bersangkutan dipersilahkan untuk menunjuk penasihat hukum pada waktu sidang berlangsung.
“Jadi gini ya, sesuai dengan pasal 56 ayat 1 UU nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab UU Hukum Acara Pidana, hak-hak terdakwa itu ada tercantum disitu, dimana kalau ancaman pidananya 15 tahun keatas itu majelis hakim wajib menunjuk penasihat hukum untuk mendampingi terdakwa, itu terdakwanya mampu atau tidak mampu. Tapi manakala terdakwanya menginginkan penasihat hukum di dalam persidangan, majelis memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk menunjukkan surat keterangan tidak mampu. Surat keterangan tidak mampu itu bisa diperoleh melalui kelurahan,” jelas Budhi Hertantiyo yang juga menjabat sebagai Humas PN Solo.
Lebih lanjut Budhi menerangkan langkah tersebut diambil agar masyarakat dalam hal ini pengunjung sidang bisa melihat sendiri jalannya persidangan dan bahwasanya majelis hakim tidak akan mengamputasi atau pilih kasih dalam menyidangkan seseorang. Jadi landasan persidangan tersebut tetap sesuai dengan jalur hukum yang ada.
“Majelis hakim tidak akan mengebiri, mengamputasi, menghambat, tapi tetap menjelaskan hak-hak dari pada para terdakwa dan para fihak-fihak yang terlibat dalam persidangan seperti penuntut umum. Hal itu kita tegaskan dalam persidangan seperti itu, sehingga mereka itu menjadi tahu. Dan itu pengunjung sidang juga bisa melihat sendiri dan mencocokkan sendiri apakah pemberlakuan hukum acara sesuai dengan Undang-Undang yang ada atau tidak, jadi kami akan tetap merapkan hal itu,” lanjutnya.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Solo melalui humasnya yakni Wahyu Darmawan juga menuturkan bahwa sejak penyidikan dilangsungkan, pihaknya telah menawarkan untuk menggunakan kuasa hukum dalam persidangan, namun terdakwa selalu menolak. Maka dengan hasil persidangan hari Selasa itu (28/8/2012) menimbulkan kesan dan sikap dari terdakwa seakan-akan ingin memperlambat jalannya persidangan.
“Dalam proses penyidikan sesuai yang kita baca diberkas (BAP kepolisian, red) maupun yang ada di Kejaksaan, kesempatan atau hal itu (pendampingan oleh penasihat hukum, red) sudah diberikan juga oleh baik penyidik maupun penuntut umum, tetapi tersangka waktu itu, karena waktu itu masih tersangka tidak menggunakan haknya (menolak untuk didampingi pengacara atau penasihat hukum),” ungkap Darmawan yang ditemui selepas persidangan berlangsung.
Sementara itu, penjagaan persidangan baik yang ada di dalam maupun di luar pengadilan negeri terlihat sangat ketat. Menurut Kombes Pol. Asdjima’in selaku Kapoltabes Solo yang ditemui para wartawan seusai sidang, aparat yang diterjunkan untuk mengamankan sidang perdana kali ini sebanyak 1.300 personil yang merupakan gabungan dari aparat kepolisian Polresta Solo, anggota TNI Korem 074/Warastratama, Kodim 0735 dan Denpom IV Surakarta.
Aparat yang berjaga pun dilengkapi dengan persenjataan lengkap dengan kendaraan yang bisa terlihat seperti 8 truk mobil Samapta, 3 unit kendaraan perintis jenis Landrover Defender dengan menggunakan senjata ringan dari Group 2 Kopassus Kandang Menjangan, 3 unit Panser Kavaleri Serbu dari Yoncaf 2 Serbu Magelang, 1 barracuda dari kepolisian serta puluhan motor tril.
Tak cukup sampai disitu, dalam persidangan yang menyita perhatian banyak masyarakat dan awak media tersebut turun pula aparat intelijen yang disebar di kawasan PN Solo dan sejumlah titik penting di Kota Solo, bahkan tampak aparat intel dari Polda Jateng yang turun langsung untuk memantau pengamanan dan jalannya persidangan yang menyeret anak buah orang nomor dua di kota Solo tersebut. [Bekti/voa]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!