Jum'at, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 6 Juli 2012 11:36 wib
25.571 views
KH. Lutfi Fathullah Mughni:Hidayat Nur Wahid Sebaiknya Jadi Ulama Saja
JAKARTA (VoA-Islam) – KH. Ahmad Lutfi Fathullah Mughni, MA, seorang ulama muda yang dikenal sebagai pakar hadits, mengingatkan kepada para calon gubernur DKI Jakarta, agar tidak membohongi masyarakat. Pemimpin yang tidak amanah dan tidak menepati janji-janjinya saat kampanye, sesungguhnya ia telah berdosa. Pemimpin yang amanah harus diingatkan dan diberi teguran.
“Ulama harus berani mengingatkan pemimpin yang suka berbohong dan tidak amanah. Itulah sebabnya, dukungan ulama terhadap salah satu Cagub tidak menjadi aib bagi dirinya. Ulama hendaknya tidak menyambangi penguasa, tapi penguasa yang menyambangi ulama, sehingga terhindar dari ulama Su’,” ujar KH. Lutfi kepada VoA-Islam usai Seminar bertema "Pemimpin Jakarta dalam Sorotan Tokoh Islam" di Gedung PBNU, Jakarta, Kamis (5/7).
Hadir sebagai pembicara, Drs. KH. Ma'mun al-Ayyubi (Sektum DMI-DKI), DR. KH. Ahmad Lutfi Fathullah Mughni, MA, (ulama pakar hadits) KH. Abdul Mannan A. Ghoni (Ketua LTMN NU PBNU). Seminar ini diselenggarakan oleh Kajian Tafsir Ibukota (Ktik) Jakarta bekerjasama dengan Dewan Masjid Indonesia (DMI) Prov DKI Jakarta.
Saat berbicara dalam seminar sehari tersebut, KH. Ahmad Lutfi Fathullah Mughni mengatakan, ulama sebaiknya memang tidak berpolitik praktis. Tapi ulama yang membiarkan umat Islam memilih pemimpin yang tidak sesuai dengan akidah Islam, juga tidak bisa dibenarkan. Itulah sebabnya, umat harus diberi arahan agar tidak salah memilih.
“Membaca Bismillah itu bukan hanya dilakukan saat mau makan atau memulai suatu pekerjaan, tapi saat mencoblos calon pemimpin yang akan dipilihpun harus baca Bismillah. Jadi, harus kita niatkan sebagai ibadah,” kata kiai muda ini.
Yang menjadi kekeliruan ulama saat terlibat dalam dukung mendukung Calon pemimpin DKI Jakarta yang tak lama lagi akan dilangsungkan adalah tak punya bargaining kepada calon pemimpin yang akan didukung. Ada kesan, ulama hanya dijadikan alat untuk kepentingan penguasa. Ulama seharusnya memiliki konsep, seperti apa Jakarta nantinya, tentunya konsep dalam perspektif ulama.
“Ulama jangan hanya jadi tukang dorong saja. Tapi punya konsep dan bargaining. Akibat bergaining yang lemah, ulama akhirnya hanya bisa menerima konsep dari calon pemimpin yang akan didukungnya,” tandas Kiai.
KH Lutfi memberi contoh, ulama seharusnya menyodorkan proposal atau konsep kepada Cagub agar menyediakan perpustakaan Islam yang memadai. Bukan melulu pembangunan masjid. Kita tahu, sampai saat ini belum ada perpustakaan Islam yang bisa dibanggakan. Ingat, ketika Bang Yos jadi Gubernur DKI Jakarta, ulama mendorong Sutiyoso agar mengubah lokalisasi prostitusi Kramat Tunggak (Kramtung) menjadi Islamic Center Jakarta (IJC). Alhamdulillah dorongan, konsep dan dukungan ulama telah direalisasi.
“Ulama harus memiliki idealism yang tinggi. Karena itu, proposal yang disodorkan ulama bukanlah untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya, tapi kepentingan umat atau masyarakat banyak. Jadi, jangan hanya Cagub yang menyodori konsep, ulama pun harus menyodori gagasan yang mendatangkan kemaslahatan bagi umat,” kata KH. Lutfi.
Saat menyinggung soal Hidayat Nur Wahid yang dicalonkan sebagai Gubernur DKI Jakarta, KH. Lutfi menyesalkan jika Hidayat Nur Wahid jadi gubernur DKI. “Saya sekalipun teman dekat Hidayat Nur Wahid saat di Gontor dulu, merasa kasiyan dengan beliau. Sebaiknya, Hidayat jadi ulama saja. Dicalonkannya Hidayat sebagai Cagub DKI, mungkin baik bagi dirinya , tapi belum tentu baik bagi masyarakat. Kalau Bang Foke tidak dicalonkan, mungkin saya akan pilih Hidayat,” ujar Lutfi sambil tersenyum.
Kata KH. Lutfi, “Hidayat memang bagus, tapi untuk menjadi Gubernur DKI belum tentu bagus buat beliau. Karena pemimpin itu, bukan hanya yang jago khutbah, tapi harus memiliki kemampuan menata Jakarta. Karen itu, pilihlah Cagub yang sama akidahnya (Islam).”
Ketika ditanya, apakah Cagub DKI yang terpilih nanti akan memenuhi aspirasi umat Islam agar membubarkan Ahmadiyah? Menurut KH. Lutfi, jika untuk lokal di luar Jakarta mungkin bisa. Tapi untuk wilayah Jakarta, sepertinya sulit. Karena, di Jakarta ada Presiden yang punya wewenang untuk itu. Seandainya, wewenang itu ada di tangan gubernu DKI Jakarta, boleh jadi SK untuk membubarkan Ahmadiyah bisa saja dilakukan.
Sementara itu dikatakan Ketua LTMN NU PBNU, KH. Abdul Mannan Abdul Ghoni, jelang Pilkada, calon gubernur kerap melontarkan slogan kesehatan dan pendidikan gratis. Terlebih, dua hal itu adalah kebutuhan dasar masyarakat, khususnya umat Islam. Cagub yang berjanji akan memenuhi program gratisnya itu, sebaiknya ditepati.
Sektum DMI-DKI Drs. KH. Mamun al Ayyubi menambahkan, menjalankan amanah jauh lebih penting dari sekedar janji-janji dan slogan kosong. Sehingga terhindar dari kebohongan publik. “Pemimpin yang ideal adalah yang memperhatikan kebutuhan umat Islam, dekat dengan masjid, paham ilmu pemerintahan, dan memiliki kemampuan menata Jakarta yang heterogen masyarakatnya,” kata KH. Ma’mun. Desastian
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!